niatnya mau update tadi malem, tapi berhubung aku ketiduran, jadinya baru bisa siang ini, nggak tau lagi deh part ini jadinya apa, semoga para pembaca suka.
selamat baca
***
Haikal
Kuregangkan otot-otot pundak setelah menutup dokumen dan meletakannya ke dalam laci, jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, itu berarti saatnya rehat sejenak untuk mengisi perut, nyaris saja tanganku menyentuh hendel, tiba-tiba pintu terbuka dan munculah Hendra dengan tampang menyedihkan, jika Hendra sudah memelas seperti ini biasanya ada sesuatu yang telah dia lakukan, dengan sangat terpaksa kutunda dulu acara makan siang, dan melihat ulah apa lagi yang telah dia buat.
"Ngapain lo kesini?" tanyaku sambil duduk di sofa.
Dia menghela nafas berat dan ikut duduk, "Gue butuh hiburan, lo mau kemana sekarang?"
"Makan," jawabku singkat.
"Gue mau dong, biar sekalian," pintanya, memang sudah jadi kebiasaan Hendra yang selalu minta makan siang gratis padaku.
"Enak aja, beliiiiii,"
"Dasar pelit, lo kan udah kaya Kal, masa traktir temen sendiri kagak mau," sungutnya kesal, "Abis makan, temenin gue ke toko buku,"
"Muka lo nggak cocok masuk toko buku,"
Seakan tidak paham dengan penolakanku dia terus saja bicara, "Si Marissa centil nitip buku mewarnai gitu, sekalian ngilangin suntuk,"
"Yaelah, ngilangin suntuk di toko buku, basi lo, sebenernya lo itu kenapa sih?"
Lagi-lagi dia menghela nafas berat, dia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil menatap lurus ke arah langit-langit, "Malika ngajakin gue putus," jawabnya lesu.
"Kok bisa?" tanyaku agak sedikit terkejut, bagaimana bisa Malika meminta putus, sedangkan yang ku tahu selama ini baik Hendra ataupun Malika terlihat saling mencintai, apalagi Hendra, dia sudah suka pada Malika sejak mereka masih kecil.
"Dia bilang, gue nggak bener-bener mencintai dia," pelan dia menjawab, "Dia bilang juga, kalau gue ujung-ujungnya bakalan nyesel kalau nerusin hubungan kami, padahal gue udah ada rencana buat ngelamar dia,"
Kutepuk pelan bahunya, mencoba untuk memberinya sedikit semangat, "Gue rasa, lo harus pikirin dulu semuanya mateng-mateng, tentang kenapa Malika bisa berpikiran kayak gitu tentang lo, setelah itu baru lo mulai nyusun hubungan lo lagi sama dia, itu pun kalau lo masih mau," saranku. Tidak tega juga melihat sahabat patah hati seperti ini, apalagi beberapa hari yang lalu aku juga merasakan patah hati walaupun berujung bahagia juga.
Hendra mengangguk paham, "Oke deh, yuk kita makan siang, abis itu temenin gue ke toko buku,"
Mengingat dia yang tengah bermuram durja dan aku yang sedang berbahagia, baiklah akan ku turuti kemaunnya untuk kali ini saja, ingat, hanya untuk kali ini saja, karena besok-besok, jangan harap dia bisa makan gratis di restoranku.
***
Sudah nyaris setengah jam kami berkeliling toko buku, ternyata selain mencari buku mewarnai, sahabatku itu sibuk mencari buku-buku komik dan novel pesanan keponakannya. Hendra adalah anak terakhir dari empat bersaudara, dan semua kakaknya sudah menikah, kakaknya yang pertama dan kedua sudah memiliki anak, Marissa adalah anak dari kakak keduanya, dan kakak pertama sudah memiliki dua anak yang umurnya nyaris remaja, sedangkan kakak ketiga dari Hendra tengah hamil besar dan mungkin tinggal menghitung minggu sampai proses persalinan dilakukan. Kadang anak-anak mereka sering dititipkan kepada Hendra, dan Hendra akan dengan senang hati menerimanya, mungkin karena anak terakhir dan tidak mempunyai adik, makanya dia senang mengasuh keponakan layaknya adik sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...