hai, sekedar info sebelum membaca.
pertama-tama aku mau ngucapin makasih banget sama para pembaca yang sudah berkenan buat baca cerita ini, dan dobel makasih buat pembaca yang udah vote dan comment.
sebenernya aku itu tipe orang yang nggak pinter buat balas komenan orang, tapi bukan berarti aku nggak peduli, aku seneng kalau ada yang mengomentari tulisan aku, itu jadi seperti masukan.
okay, dari pada kelamaan, mending langsung baca aja ya...
***
Seirena
Aku kembali tersenyum saat membaca pesan dari Haikal, dia menceritakan bagaimana dia harus berbohong kepada orang tuanya tentang pertemuan kami, dan ternyata usahanya gagal, indera penciuman mamanya sangat tajam, hingga bisa melacak wangi parfum wanita di tubuh Haikal, hal itu sukses membuat Haikal diceramahi tentang larangan menginap dengan seorang wanita.
Haikal bertanya apakah aku marah? Tentu saja tidak, justru aku merasa agak tidak enak hati, pasalnya aku memang sengaja menyabotase dirinya demi mendapatkan ketenangan lebih lama, dan aku tidak bisa berhenti, malahan aku ingin dia kembali menemaniku dangan pelukannya lagi.
Tapi aku tidak akan mengatakan hal itu pada Haikal, bisa langsung besar kepala dia nanti, katakanlah aku juga tertarik padanya, tapi aku tidak akan dengan mudah membiarkannya masuk ke dalam kehidupanku begitu saja, aku ingin membuatnya sedikit berjuang untuk mendapatkanku, walaupun akhirnya aku akan menerimanya dengan senang hati.
Baiklah, stop memikirkan Haikal dan lakukan hal yang lebih bermanfaat.
Pulang dari chocolove aku sudah berencana untuk tidur, dan sekarang sudah pukul dua siang, mengingat aku hanya makan sepotong eclair tadi malam, perutku jadi sangat lapar sekarang.
Setelah mandi dan merapikan diri, aku segera keluar kamar dan menemui ibu Siti yang sedang sibuk di dapur.
"sup iga?" tanyaku begitu sampai di meja makan, melihat semangkuk sup iga kesukaanku sedang mengepul mengeluarkan aroma yang menggugah selera.
"iya non, ibu sengaja buatkan, sekali-kali ngeliat non Seirena makan di rumah," ujar ibu Siti sembari meletakkan sebuah piring di hadapanku.
"makasih ya bu,"
Sudah sangat lama aku tidak makan sup iga seenak ini, agak beda dengan yang biasa bu Siti buat, mungkin dia sudah menemukan resep yang pas, dan aku sangat suka, akan kuingat untuk kembali meminta dibuatkan sup iga lagi minggu depan.
Sangking menikmati aku sampai tidak sadar kalau semangkuk sup dan sepiring nasi telah tandas, agak tidak rela, tapi aku sudah sangat kekenyangan, saat aku berdiri, bu Siti langsung membereskan sisa makanan dan membawa piring ke mesin pencuci piring.
Aku bukan tipe majikan yang menyerahkan seluruh pekerjaan kepada asisten rumah tangga, jadi kuputuskan untuk mencuci piring bekas makan tadi, dan membatu bu Siti membereskan dapur. Berkali-kali bu Siti memintaku berhenti, tapi ku acuhkan karena menurutku jika hanya pekerjaan mencuci piring aku masih mampu.
Selesai berberes, akupun kembali ke kamar, kulihat ada notification pesan dari Haikal.
Bad news, besok aku harus ke Semarang selama dua hari, pembukaan cabang resto baru. Will be miss u...
Dasar gombal, dia pikir dengan mengirimkan pesan 'miss u' bisa membuatu tersipu dan merindukannya, jangan mimpi, aku belum sejauh itu jatuh kedalam pesonamu bung...., tak kubalas pesan darinya dan lebih memilih melanjutkan tidur.
Setengah jam sudah aku berusaha untuk memejamkan mata, dan hasilnya gagal, entah mengapa perasaanku menjadi resah dan tak menentu. Ugh memikirkan perasaanku sendiri saja membuatku jijik. Aku ingin segera mendengar suara Haikal, kira-kira sedang apa dia sekarang.
Segera saja aku mengambil ponsel dan mendial nomornya.
"halo," sapanya riang setelah satu kali nada sambungan, semangat sekali.
"halo," balasku dengan nada setenang mungkin, jangan sampai dia tahu apa yang kurasakan.
"ada apa?" tanyanya.
Ya. Ada apa? Kenapa aku menghubunginya? aku tidak tahu bagaimana menjelaskan mengapa aku menghubunginya, kalau aku menjawab 'ingin mendengar suaranya?' jangan, dia bisa besar kepala, 'aku merindukanmu?' hei ayolah, kami baru berpisah beberapa jam yang lalu.
Ayolah Sei, pikirkan, jangan sampai kamu terlihat bodoh di depannya.
"hmmm, tidak...sengaja...kedial," alasan basi, dan ini bahkan terdengar lebih bodoh.
Terjadi jeda yang cukup lama, "ooohhh, aku kira ada apa," balasnya sedikit lesu, apa dia percaya dengan alasan bodohku barusan?
"memangnya kamu kira ada apa?" tanyaku sedikit santai.
"yaahhh, ku kira....gitudeh," malu-malu dia menjawab.
Oh ini sebenarnya bukan gayaku, menantang lalu dijawab malu-malu, jika aku boleh menilai, kami berdua terlihat seperti dua remaja labil yang baru saja jatuh cinta, hanya saja biasanya yang akan bersikap malu-malu itu si wanita bukan laki-laki seperti dalam kasusku. Aku yang berlebihan atau memang jatuh cinta mengubah orang normal menjadi aneh?
"kamu lagi apa?"
Tuh kan, ini percakapan anak remaja. Aku memilih tidak menjawab pertanyannya, kalau aku menjawab maka keanehanku akan bertambah parah.
"hai, kamu masih disana?"
"ya, masih," jawabku pendek, "apa kamu nggak bisa ngerubah topik?" tanyaku agak ketus. Tuh kan, aku jadi aneh lagi.
"maksudnya?"
"yang lebih dewasa,"
Dia tidak menjawab, hanya ada keheningan diantara kami, apa dia marah? Jangan bilang dia benar-benar marah dengan apa yang baru saja kuucapkan, aku hanya mengarahkannya ke hal yang lebih dewasa, hal yang sering dibincangkan oleh sepasangan kekasih dewasa, tunggu dulu, aku bilang apa tadi? Kekasih? Hubungan kami bahkan nggak jelas.
"dewasa menurutku adalah langsung mengajakmu menikah,"
Jantungku seperti mau meledak.
TBC
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...