Part 18

3.1K 255 5
                                    

karena kemaren aku ngerasa part 17 itu pendek pake banget, jadinya aku memutuskan untuk upload part 18 langsung, nggak tau apa jadinya karena ini buatnya ngebut banget....

oke langsung aja check this one out baby yeahhhhh

selamat baca

***

Haikal

Dimas masih menunduk dengan wajah lebam dan darah yang mulai mengering di wajahnya, sedangkan Hendra, dia lebih memilih berdiri memandangi kerlip lampu kota dari jendela kaca.

Kami semua masih dilanda perasaan terkejut, masih belum bisa menerima atau mungkin percaya dengan kabar luar biasa buruk yang dibawa Niko, dan aku sendiri, jujur masih tidak menyangka melihat dua sahabat yang biasanya terlihat sangat akur itu saling adu jotos seperti tadi, andai saja tidak ada aku, Niko atau Stella, entah seperti apa keadaan Dimas dibuat Hendra.

Menurut cerita Niko, masalah ini muncul saat Hendra dan Niko tengah mengunjungi salah satu hotel kenamaan Jakarta sore tadi, rencananya Niko akan menyewa ballroom untuk acara pernikahan. Info yang kudengar dari Niko, saat mereka memasuki lobi, mereka tidak sengaja melihat Dimas, sebenarnya bukan rahasia lagi mengenai kelakuan Dimas yang kerap keluar masuk hotel barsama wanita-wanita nggak jelas, tapi kali ini berbeda, yang membuat Hendra marah besar adalah wanita yang berada di samping Dimas saat itu adalah Malika, cinta sejati Hendra, singkat cerita Niko dan Hendra mengikuti Dimas, mereka menunggu beberapa saat sebelum memutuskan untuk mengetuk pintu, dan yang terjadi selanjutnya adalah kemunculan Dimas yang sudah setengah telanjang dengan Malika yang berada di atas ranjang, Hendra sudah tak bisa menahan amarahnya lagi, sahabatku yang sering terlihat seperti anak mami itu langsung membawa Malika pergi, dan entah apa yang dia lakukan terhadap cinta sejatinya itu.

Dan seperti yang sudah diketahui, setelah menyelesaikan urusannya dengan Malika, giliran Dimas yang menjadi sasaran kemarahannya.

Aku menghela nafas, melirik Stella dan Niko yang saat ini juga tengah mengirim sinyal-sinyal untuk bicara.

"Lo inget nggak Dim, berapa lama kita sahabatan?" akhirnya aku membuka suara, memecah keheningan ruang tamu apartementku.

Tak ada jawaban darinya, Dimas masih diam dan semakin menunduk, seprtinya tidak akan mudah membuatnya buka mulut, "Lo inget nggak, lo pernah marah besar waktu lo mergokin gue, Niko dan Hendra ngerokok di belakang lo, padahal kita berempat udah pernah janji nggak akan nyentuh yang namanya rokok sebelum kita lulus SMA, tapi kami bertiga berhianat sama lo, dan kalo lo masih inget lo nonjokin kami bertiga waktu itu, lo maki dan lo keluarin semua koleksi nama binatang dari mulut lo, dan yang nggak akan bisa gue lupa, setelah lo marah-marah lo maafin kami bertiga, tanpa syarat," aku berhenti sejenak, mendekati Dimas dan meremas bahunya kuat, "Dan itu berlaku juga untuk lo saat ini,"

"Gue cuman mau denger alesan lo Dimas, sekarang bilang sama gue, kenapa lo dan Malika bisa...."suara Hendra terheti, tampak enggan untuk melanjutkan ucapannya, "Dia bilang, lo ngerayu dia dan..."

"Lo percaya dia?"

Akhirnya setelah terdiam untuk waktu yang lama, Dimas membuka suara juga, perlahan dia berdiri dan berjalan mendekati Hendra dengan wajah tenang, berbanding terbalik dengan beberapa saat lalu yang masih terlihat sangat bersalah.

Aku sudah akan melerai mereka berdua saat kulihat Dimas menarik kerah baju Hendra, tapi langkahku terhenti saat tangan Stella menahan lenganku, dan sepertinya hal itu terjadi juga pada Niko, Stella tak mengatakan apapun, dia hanya memberi isyarat untuk tetap diam dan melihat apa yang akan terjadi di atara dua orang itu.

"Gue tanya lo sekali lagi, lo percaya sama dia?" geram Dimas, "Dan lo percaya dia," suara Dimas melemah, cengkramannya pada kerah Hendra pun terlapas, ada gurat kekecewaan di sana.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang