akhirnya..... setelah disibukkan dengan segala macam tetek bengek hari raya, aku kembali bisa post part baru lagi.
semoga aja masih ada yang menunggu cerita ini
***
Seirena
Entah apa yang terjadi dengan diriku, mungkin aku kelelahan atau apa, karena saat ini setiap aku melihat orang-orang yang berlalu lalang dengan tergesa membuat kepalaku pusing bukan kepalang, apalagi saat ini aku berada di sebuah galleri tempat salah satu acara kompetisi memasak paling bergengsi diadakan, otomatis, banyak kru televisi yang berlalu lalang, dan hal itu makin membuat kepalaku pening.
Sejarah mengapa aku bisa sampai di tempat kompetisi ini diadakan adalah bukan karena aku yang mengikuti kompetisi atau menjadi juri, melainkan karena aku diundang sebagai bintang tamu yang akan mendemokan salah satu pastry, sebenarnya sudah sangat sering acara ini memintaku untuk menjadi bintang tamu, terhitung sejak season-season yang lalu namun selalu berujung dengan penolakanku, alasannya adalah karena aku sangat tidak ingin tampil di depan kamera, bukan karena aku benci kamera atau apa, tapi...entahlah rasanya sangat aneh jika saat melakukan pekerjaan ada seseorang yang merekam dan itu ditayangkan di televisi yang ditonton oleh orang senusantara.
Tapi kali ini berbeda, kupaksakan diriku untuk menerima lantaran sudah bosan dengan tawaran yang terus berdatangan, selain itu salah satu supervisior baru yang diutus Ardi juga menyarankan untuk hadir, sekalian mempromosikan Chocolove ke khalayak banyak agar pemasaran kami meningkat, setelah kupikir-pikir tak ada salahnya juga mengingat ada rencana untuk menambah cabang Chocolove di luar kota dan di luar pulau jawa.
Kukerjabkan mataku mencoba menghalau pusing yang terus menyerang dengan memijat pelan kepalaku, meskipun acara ini tidak live, tetap saja aku tidak ingin mempermalukan diriku dengan pingsan di tengah-tengah pekerjaan, jadi, saat seorang kru menepuk pundakku dan menghimbau untuk segera bersiap, aku segera merapikan seragam apron putih dengan lambang Chocolove di dada sebelah kiri, dan tentunya menyamarkan wajahku yang terlihat sedikit pucat dengan make up yang tak terlalu mencolok, huh, sepertinya aku harus periksa ke dokter setelah acara ini selesai.
Saat seseorang memberiku aba-aba, aku segera mendorong pintu kaca dan masuk ke dalam arena-begitulah aku menyebut dapur itu- yang langsung menyambutku dengan tepuk tangan meriah, sebisa mungkin kupaksakan senyum terbaik dan juga sikap ramah, walaupun suasana hati dan juga sakit kepala benar-benar tak mendukungku untuk mengumbar senyum saat ini, tapi aku harus tetap bersikap profesional.
"Hai," sapaku kepada para peserta yang mereka balas dengan sapaan serentak yang terdengar bersemangat, bahkan ada beberapa laki-laki yang menatap kagum.
"Oke guys, jadi di hadapan kalian telah hadir salah satu patrisiere terbaik Indonesia yaitu chef Seirena,"
Terdengar aneh rasanya mendengar namaku disebut dengan embel-embel chef di depannya oleh salah satu juri wanita –yang kuakui luar biasa cantik hari ini-, walaupun kami sama-sama bergelut di dunia masak memasak tetap saja berbeda, mereka lebih condong ke makanan sedangkan aku lebih profesional di bidang pastry.
"Bukan hanya berprofesi sebagai chef pastry namun dia juga adalah owner dari Chocolove yang cabangnya sudah merambah di berbagai kota besar di Indonesia," aku agak kikuk saat juri wanita itu begitu memujiku di depan para kontestan, tapi tidak apalah, tidak mungkin juga aku menyela apa yang dia bicarakan saat ini.
"Dan special challenge untuk hari ini adalah kaliah harus bisa menduplikasikan semirip mungkin pastry yang akan chef Seirena demokan,"
Aku maju dan berdiri di hadapan meja yang telah disediakan, di meja itu telah tertata rapi bahan-bahan apa saja yang akan aku gunakan untuk membuat kue, dan untuk saat ini aku tidak bisa menyebutkannya satu persatu lantaran sakit kepalaku yang semaikin menjadi-jadi, oke kamu harus tahan Seirena, tahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
Storie d'amoreMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...