23

12.8K 1.2K 235
                                    

Sebenernya ini impian aku sejak lama, tapi gak mau maksain juga. Pingin dapet 150 komen dalam 24 jam. Mungkin mustahil tapi yasudahlah. Kalau bisa terjadi ya bersyukur. Kalau gak ya gapapa.

~Enjoy it guys~

Zafran masuk ke pintu utama mansion dengan Ansel dan Arsen yang memegang masing-masing tangannya. Sang papa ada dibaris depan dengan beberapa bodyguard disekeliling mereka. Mencegah untuk ia berupaya kabur lagi.

"Sayang." Suara itu membuat langkah Zafran berhenti. Netranya menangkap Leona yang tengah berjalan menuju dirinya.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Leona dengan memeluk erat anak bungsunya.

"Ya, aku baik." Jawab Zafran singkat. Ia membalas pelukan Leona dengan sesekali mengelus punggung wanita itu.

"Ayo ke ruang makan, mama sudah membuatkan makanan favoritmu." Ucap Leona dengan mengandeng Zafran tanpa mempedulikan suami serta kedua anaknya yang lain.

Zafran duduk di kursi meja makan yang biasa ia tempati. Ia menelisik ke sekitar, otaknya berputar pertanyaan yang sama "Dimana Ervin?". Sejak saat ia dibawa oleh papanya dan hingga kini sampai di mansion, ia tidak menangkap kehadiran asisten pribadinya itu.

Tidak berselang lama, Ansel dan Arsen serta Darel ikut menyusul dan duduk di kursi yang biasa mereka tempati. Zafran makan dengan tidak nyaman, beberapa kali ia menelan makanannya dengan kunyahan kasar lalu meminum air putih untuk menghilangkan rasa tidak nyaman. Bagaimana tidak, keluarganya tidak ikut serta makan dan hanya menatap dirinya. Sial, rencana kaburnya malah berakhir dengan adegan konyol seperti ini.

"Ikut ke ruangan papa sekarang." Titah dari Darel tepat saat Zafran menyelesaikan makanannya. Cepat atau lambat, dirinya akan dieksekusi.

Zafran menatap lama kearah Leona yang duduk dihadapannya, berusaha meminta tolong agar wanita itu bisa membujuk suaminya untuk meringankan hukuman. Tapi, ah sudahlah. Ia harus menerima resiko dari perbuatannya. Meminta tolong kepada dua kakaknya pun juga percuma.

🌠🌠

Zafran duduk dengan tegang di sofa menghadap papanya yang duduk dengan angkuh. Ia memilin jaketnya hingga kusut. Sejak tadi ia hanya menundukkan kepala karena takut berhadapan dengan lawan bicaranya saat ini.

Helaan nafas berat beberapa kali ia hembuskan dengan samar. Berbagai pemikiran buruk melayang bebas di otaknya.

Laki-laki itu mengalihkan pandangan saat Darel beranjak dari duduknya dengan mulut tetap tertutup rapat. Zafran mengikuti pergerakan papanya dengan penasaran.

"Ikuti papa." Ucapan bernada perintah keluar dari mulut Darel sejak kedatangan Zafran sepuluh menit yang lalu. Laki-laki itu beranjak mengikuti langkah papanya yang berjalan lebih dulu.

🌠🌠

Darel membuka pintu berwarna hitam yang menyatu dengan dinding. Persamaan warna antara dinding dan pintu sedikit bisa mengelabuhi siapa saja dan tidak ada yang menyangka jika dibaliknya terdapat ruangan lagi.

Zafran menuruni tangga, mulutnya tetap diam meski langkahnya mengikuti kemana arah papanya membawanya pergi. Zafran menghentikan langkahnya saat sang papa juga melakukan hal yang sama. Netranya menangkap pergerakan pria didepannya yang sedang membuka pintu dengan sidik jarinya.

Zafran mengedarkan pandangannya, ada beberapa lampu kuning yang bahkan tidak bisa menerangi seluruh ruangan dengan baik. Beberapa penerangan itu tidak sebanding dengan luasnya ruangan bernuansa gelap dimana tempat berpijaknya sekarang. Karena demi apapun, dirinya sekarang berada di ruangan bawah tanah dan yang lebih mengherankan papanya tidak pernah mengajaknya ke tempat ini. Tapi, kenapa sekarang papanya mengajaknya ke tempat yang membuat bulu kuduknya berdiri?

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang