36

8.5K 826 311
                                    


~Enjoy it guys~

Laki-laki itu berjalan dengan sempoyongan. Sesekali memukul kepalanya saat pandangannya berputar. Berusaha fokus dengan jalan didepannya. Ia membuka pintu yang entah kenapa rasanya membutuhkan tenaga extra. Setelah berhasil keluar dari kamar, ia membawa tungkai kakinya untuk kembali berjalan meski tangan kanannya tak lepas dari dinding guna menopang beban tubuhnya sendiri.

Suara lift terdengar, membuat beberapa orang yang tengah berada di ruang keluarga menarik atensi untuk melihat siapa dibalik kotak besi itu. Mengingat jarak antara sofa yang mereka duduki dengan letak lift cukup dekat.

Leona membolakan matanya saat anak bungsunya keluar dari lift dengan keadaan mengenaskan. Ia beranjak dari duduknya, tapi sebuah tangan mencekal lengannya.

Ia menoleh ke sebelah kanan, mengangkat sebelah alisnya heran atas tingkah laku suaminya.

"Biarkan saja." Desis Darel.

Leona menatap tajam. "Dia sakit, aku sebagai ibunya tak akan tinggal diam."

Darel tersenyum tipis mendengar jawaban sang istri. "Ya, kau memang ibunya. Tapi aku yang lebih paham apa yang ada di otaknya. Mari kita liat, apa yang anak itu akan lakukan."

Arsen menghentikan langkahnya, merasa bingung dengan situasi sekarang. Di ruangan itu papa dan mamanya sedang menatap lurus begitu juga kakaknya. Setelah mengalihkan pandangan, ada Zafran yang berdiri di depan mereka dengan memprihatinkan.

Ia baru saja dari dapur untuk mengambil kopi. Dirinya mendekat kearah kakaknya yang duduk di sofa yang letaknya tak jauh dari kedua orang tuanya.Setelah meletakkan cangkir diatas meja kaca, ia mendekat kearah Ansel.

"Kak, apa yang terjadi?" Arsen berbisik. Ia berusaha mencari jawaban atas kejadian yang terjadi saat ini.

Alih-alih mendapat jawaban atas rasa penasarannya, Ansel hanya mengedikkan bahu. Tak puas atas jawaban sang kakak, Arsen beranjak berdiri. Langkah kakinya menuju sang adik.

"Ingin bergabung bersama?" Pertanyaan itu terlontar entah sebagai sebuah pertanyaan atau penawaran.

Zafran berjalan lunglai, melewati Arsen dan melanjutkan langkahnya kearah kedua orangtuanya. Tangisannya pecah, ia bahkan berlutut dihadapan papa dan mamanya. Kakinya seperti jelly, tak kuat menahan beban tubuhnya.

"Mama, sakit." Keluhan itu akhirnya terucap. Laki-laki itu menatap kearah mamanya berusaha mendapatkan simpati.

Keadaannya sekarang tidak baik-baik saja. Semalam ia tidak bisa tidur sama sekali, beberapa butir obat yang ia telan pun tidak memberi efek yang berarti. Rambutnya kacau karena beberapa kali ia tarik saat rasa sakit itu kembali menyerang. Badannya demam tapi bibirnya mengigil kedinginan.

"Ma, to-long." Suaranya tercekat. Bahkan tenggorokannya sekarang hampir kering. Matanya menatap sayu, berganti pandangan kearah papanya.

Ia tak punya pilihan lain, kedua tangannya ia bawa keatas lutut papanya. Kepalanya menunduk dalam dengan isakan menyesakkan.

"Pa, maaf." Kata Zafran. Ia tidak tau harus bagaimana, dirinya sudah pasrah. Laki-laki itu menurunkan egonya serendah yang ia bisa. Dirinya akan kalah dengan semua kekuasaan yang papanya punya.

"Maaf dalam hal apa?" Darel bertanya. Ia membiarkan sang anak tetap berlutut dihadapannya. Tak ada raut iba sama sekali.

Zafran kembali menuduk, apa memang harus serumit ini? Ia sudah menjatuhkan harga dirinya, menurunkan ego dengan serendah-rendahnya. Kenapa papanya belum puas mempermainkannya.

"Maaf, karena aku menjadi anak nakal." Jawab Zafran. Ia mendesis pelan saat sakit di kepalanya kembali datang.

"Itu bukan jawaban yang saya mau." Darel berucap dengan aba-aba akan beranjak.

Zafran mencegah papanya untuk pergi, ia mengeratkan kedua tangannya untuk memegang lutut sang papa.

"Papa, aku mohon. Zafran mohon." Zafran berucap panik dengan menggelengkan kepalanya.

"Apa drama yang kau buat akan ada season selanjutnya?" Tanya Darel sarkas. Tak heran jika ia disebut sebagai pebisnis handal. Seseorang yang lihai dalam hal negosiasi dan mematikan tepat di titik lemah lawan.

Zafran mengigit bibir dalamnya. Ia sudah terlalu lelah dengan semua permainan papanya. Setelah beberapa detik tak ada jawaban dari si bungsu, Darel kembali beranjak dari duduknya.

Zafran segera berdiri, menghiraukan kepalanya yang terasa berputar karena pergerakannya yang tiba-tiba.

"Papa." Panggil anak itu pelan.

"Kembalilah ke kamar. Saya tak pernah berempati kepada orang yang tak benar-benar menyesali perbuatannya." Darel berkata dengan nada datar. Ia bahkan melepas pegangan Zafran pada lengan tangannya. Bahkan pria itu enggan membalikkan badan guna menatap anaknya.

"Aku akan menurut. Aku akan menjadi anak baik." Zafran berucap cepat. Apa yang diotaknya terlontar tanpa pikir panjang.

"Itu belum cukup." Kata Darel. Ia membalikkan badan, menatap anak ketiganya. Menunggu kalimat selanjutnya, kira-kira apa yang akan terlontar dari mulut Zafran.

"Aku akan mematuhi semua peraturan dari papa." Balas Zafran. Dirinya sudah pasrah tentang apapun yang akan terjadi.

"Itu penawaran yang bagus, tapi tak cukup menarik." Darel menanggapi dengan santai. Ia mengedar pandangannya kearah istri serta dua anaknya yang lain.

"Aku tak akan membantah. Aku mohon. Aku akan melakukan apapun." Suara Zafran memelan. Sungguh, dirinya sudah tak kuat karena rasa sakit yang terus menyerangnya sejak kemarin. Sekaligus tekanan batin yang diberikan keluarganya seminggu belakangan ini.

Bruk

Tubuh Zafran ambruk. Ia terduduk diatas lantai marmer yang dingin. Bahunya merosot lesu, bibirnya pucat pasi. Kepalanya semakin sakit seperti ada batu besar yang menikam.

Kepalanya mendongak, kelopak matanya berair siap meluncur kapan saja. Nafasnya terhitung satu dua tak beraturan.

Hiks

Isakan itu keluar karena sadar bahwa seluruh anggota keluarganya tak menunjukkan pergerakan apapun.

"Pa." Panggil Zafran pelan. Matanya berkedip pelan.

Darel mendekat, berjongkok didepan anaknya. Merengkuh si bungsu kedalam dekapan. Rangkulan dari sang papa yang tak pernah gagal, pelukan hangat itu seperti jimat yang menenangkan.

"Seharusnya dari awal, kau tak perlu berbuat ulah." Ucap Darel. Kedua netra anaknya tertutup menyisakan nafas yang perlahan teratur.

Zafran tetaplah si bungsu keluarga Euan yang berharga.

-

Salam Rynd🖤

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang