12

17.3K 1.4K 113
                                    

~Enjoy it guys~

Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya. Awan kelabu masih menghias sejak semalam. Rintik hujan bahkan masih terdengar dari luar sana. Tetes-tetes air dari pucuk daun pepohonan dan kaca berembun seperti menjadi ciri khas saat musim hujan telah datang.

Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Seharusnya matahari sudah menampakkan wujudnya saat ini. Para manusia seharusnya juga harus segera bergegas memulai aktivitasnya.

Mungkin, pernyataan ini tidak berlaku oleh Zafran. Laki-laki itu masih saja bergelung dalam selimut tebalnya. Ia sudah bangun satu jam yang lalu dan tidak berniat untuk melakukan apapun.

"Buka gordennya." Ucap Zafran. Ia memiringkan tubuhnya. Melihat kearah gorden yang sedang dibuka oleh Ervin.

Pemandangan hutan pinus tersuguh saat seluruh gorden terbuka. Puluhan hutan pinus dengan latar belakang langit kelam seperti sebuah lukisan versi nyata yang mengagumkan.

Zafran menatap lurus tanpa mengucap sepatah kata. Ervin menatap dalam kearah Zafran. Anak bungsu Euan itu menjadi pendiam. Sudah beberapa kali ia mempergoki Zafran selalu melamun akhir-akhir ini.

Jika dilihat dari fisik, keadaan Zafran memang telah membaik setelah pulang dari Rumah Sakit. Tapi bagaimana dengan mental laki-laki itu? Apa bisa dikatakan baik? Entahlah ia tidak berhak untuk bertindak lebih jauh.

"Tuan Muda Zafran tidak ingin sarapan terlebih dahulu?" Tanya Ervin setelah tiga puluh menit Zafran tidak juga bersuara.

"Tidak." Jawab Zafran singkat yang dibalas anggukan oleh Ervin. Enggan untuk bertanya lagi, pria itu berdiri sedikit lebih jauh dari Zafran untuk memberikan waktu sendiri kepada lelaki itu.

🌠🌠

Cklek

Suara pintu membuat Ervin dengan segera berjalan kearah sumber suara. Ingin mencari tau siapa yang datang ke kamar anak bungsu keluarga Euan.

"Tuan Muda Ansel, silahkan masuk." Ucap Ervin saat melihat kehadiran Ansel dibalik pintu. Tubuh pria itu terbalut jaket dengan celana panjang berwarna hitam. Mungkin ia masih mengambil cuti dari kerjanya.

Ansel membawa tungkai kakinya untuk mendekati Zafran. Adiknya itu bahkan tidak berniat mengubah posisi untuk menghadapnya.

"Zafran." Panggil Ansel. Pria itu duduk di kursi di seberang ranjang Zafran. Memilih untuk membelakangi jendela agar bisa berhadapan dengan adiknya.

"Makanlah." Ucap Ansel dengan meletakkan mangkok berisi sereal buah di nakas dekat ranjang Zafran.

Melihat adiknya tetap tidak bergeming membuat Ansel menghela nafas berat. Ia memang menyadari perubahan yang dialami oleh Zafran. Netranya menatap Ervin yang berdiri tidak jauh dari posisinya.

"Ervin, tunggulah diluar. Aku ingin berbicara dengan Zafran." Titah Ansel.

"Baik Tuan Muda Ansel." Sahut Ervin dengan membungkuk hormat lalu berjalan keluar kamar.

Setelah memastikan Ervin keluar dan pintu kamar sudah tertutup rapat, Ansel mengalihkan pandangannya kearah Zafran. Menatap lurus kearah adiknya yang bahkan masih saja melihat puluhan pohon pinus dibelakangnya.

"Kamu masih marah dengan papa?" Tanya Ansel membuka suara.

"Siapa?" Tanya Zafran membalikkan pertanyaan.

"Tentu saja kamu." Jawab Ansel.

"Sikapmu berubah semenjak papa marah seminggu yang lalu." Lanjut Ansel.

"Tidak." Balas Zafran singkat.

"Tidak apa?" Tanya Ansel menuntut.

"Tidak marah." Jawab Zafran.

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang