40

7K 621 76
                                    

~Enjoy it guys~


Pemeriksaan yang berlangsung hampir dua jam itu akhirnya selesai, Zafran kembali ke ruangan VVIP yang berada di lantai paling atas rumah sakit itu.

Setelah perutnya terisi dengan bubur halus, wajah anak itu tak lagi pucat seperti tadi. Punggungnya menyandar pada ranjang yang diatur setengah duduk.

Sedari tadi, ia memikirkan perkataan papanya. Mencoba mencerna banyak kemungkinan apa yang akan terjadi pada hidupnya setelah ini.

Netranya menyusur pada seluruh ruang inap yang sekarang ia tempati. Mungkin untuk beberapa waktu kedepan, ia akan tetap berada di tempat membosankan ini.

Meski ruangan bernuansa abu-abu itu berukuran luas dengan ranjang empuk serta jejeran sofa di pojok ruangan yang bisa diisi hingga sepuluh orang, ada kekurangan dalam ruangan ini. Jendela teralis besi yang terletak tidak jauh dari ranjang, entah kenapa membangkitkan hasrat Zafran untuk mematahkan besi menyengkelkan itu.

"Sial." Gerutunya entah keberapa kali sejak dua jam lalu.

Ia berusaha mengingat memorinya untuk mundur dimana kejadian sebelum dirinya koma. Tapi sialnya, kejadian itu menjadi memori patah-patah. Seolah-olah tidak ingin menjadi satu alur kejadian.

Cklek

Suara pintu membuat Zafran sontak memejamkan mata. Dalam hatinya ia meramalkan doa agar tidak ada yang menyadari jika dirinya pura-pura tidur.

"Apa yang dikatakan Dokter James?" Zafran yakin jika itu suara Leona. Ia juga mendengarkan langkah kaki mendekat kearahnya dan sebisa mungkin dirinya tetap bersikap tenang.

Setelahnya, Zafran merasakan jika rambutnya diusap dengan lembut. Itu Leona, ia bisa menebak dengan benar.

"Operasinya berjalan lancar, beruntung rumah sakit memiliki stock darah yang cukup saat itu. Tapi meski begitu, kesehatannya tetap harus dalam pengawasan tim medis. Tubuhnya perlu adaptasi dengan lingkungan setelah dua bulan koma."

Itu suara Darel. Zafran menebak jika papanya itu sedang duduk di sofa.

Mendengar pernyataan itu, membuat Zafran sontak mengerutkan alis. Jadi ia mengalami koma selama dua bulan?

Leona menangkap pergerakan Zafran. Ia mendekat kearah anak bungsunya. Mengusap lembut tangan kanan yang terbebas dari infus.

"Hai, Zafran. Kau bangun?" Leona mencoba berinteraksi.

Zafran memutuskan membuka mata. Ia tak bisa terus-terusan berakting seperti ini atau dirinya akan ketahuan.

Ia mengerjapkan matanya perlahan, membuat seolah-olah dirinya bangun dari tidur.

"Ma." Ucap Zafran serak. Sial, tenggorokannya terasa sakit.

Leona segera meraih gelas berisi air putih, mengambil sendok lalu menyuapkan pada Zafran.

"Ma, lagi." Kata Zafran. Tenggorokanya tidak cukup basah dengan sendokan air yang hanya berjumlah tiga.

Leona menyuapkan air lagi dengan sabar, begitu pula zafran menelan air yang tak seberapa itu.

"Apa yang kau rasakan? Mana yang sakit?" Tanya Leona.

"Punggung." Bisik Zafran lirih. Sungguh, sakit yang mendera punggungnya sekarang semakin menjadi. Tak bisa lagi ia tahan.

"Kau memang melakukan operasi di tulang punggung. Obat hanya bisa meredakan, bukan untuk menghilangkan rasa sakit." Darel menjawab.

Mendengar ucapan papanya, membuat Zafran terdiam. Jadi benar dirinya koma. Parahnya lagi, ia juga menjalani operasi saat tak sadarkan diri itu.

Memorinya berkilas balik, mencoba menyusun ingatan yang semula berantakan.

Lalu, bagaimana soal bayangan pemakaman yang mengerikan itu? Bagaimana soal kecelakaan yang menimpanya? Terakhir, dimana Sean? Bukankah ia bersamanya di hari kejadian naas itu?

Apa ini memang arti dari pengkhianatan?

-

Syudah cukup lahyaaaa

500 vote update lagi👀

Salam Rynd🖤

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang