Maaf untuk beberapa alasan karena telah menunda update cerita ini dalam waktu yang lama. Ada beberapa hal yang mesti didahulukan💛
1700+ word semoga bisa mengobati rasa rindu teman-teman pada cerita Zafran di part kali ini..
~Enjoy it guys~
Taksi itu berjalan dengan kecepatan standart. Sejak tadi hanya keheninganlah yang menyelimuti, bahkan sopir taksi pun tidak berniat menyalakan musik di radio mobilnya.
Halvi melirik Kai yang duduk disebelahnya, menyikut lengan temannya dengan pelan. Memberikan isyarat kenapa sejak tadi Sean hanya terdiam. Bahkan saat Halvi menawarkan burger yang tadi dibelinya, laki-laki itu hanya meliriknya tanpa berniat mengambil burger lalu memakannya.
Kai mengedikkan kedua bahunya, tanda tidak tau. Ia pun tidak ingin ikut campur dalam masalah temannya. Cukup Chan yang pergi tanpa pamit karena suasana hatinya memburuk sejak mereka berbicara di taman.
Tak lama, kendaraan itu berhenti sesuai intruksi Halvi. Mereka keluar setelah mengucapkan terima kasih dan membayar ongkos taksi.
Disepanjang jalan Sean hanya berjalan lurus tanpa mempedulikan kedua teman yang berusaha mengajaknya mengobrol.
"Aku harus pergi." Kata Sean berbalik arah.
"Kau mau kemana?" Tanya Halvi mencegah lengan laki-laki itu.
"Kau akan pulang jam berapa?" Tanya Kai. Sungguh repot jika Chan dan Sean tiba-tiba bertengkar seperti ini.
"Aku akan pulang hari ini atau besok." Jawab Sean lalu berlari menuju jalan raya dimana mereka tadi turun dari taksi.
🌠🌠
Sean tersenyum pada seorang pria berumur enam puluh tahun yang berdiri di pintu. Membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan masuk.
Bangunan itu tetap sama meski bertahun-tahun silam sudah ia kunjungi. Dulunya cukup sering dirinya pergi ke tempat ini, tapi semakin lama semakin jarang.
Tata letaknya pun tak berubah mungkin yang berbeda ada bangunan baru di lantai tiga yang dua tahun lalu baru rampung.
Langkah kakinya berhenti menatap sosok yang ia kenal berdiri tidak jauh darinya. Dugaannya selalu tepat jika menyangkut sosok itu. Tempat yang ia pijak sekarang adalah rumah abu.
Ia melangkah pelan, berusaha menciptakan suasana tenang dan tidak menganggu sekitar.
"Aku tau kau akan kesini." Kata Sean. Ia mengambil tempat disebelah kiri lawan bicaranya. Menunduk sekilas lalu mengelus sebuah kotak kaca dengan gerakan lembut.
"Aku disini kak Erly." Ucap Sean, mata tajamnya menyorot lurus.
Kilas balik sebuah memori sederhana namun berharga di masa lalu membuat sudut mata laki-laki itu berair. Ia segera mengusapnya, tidak ingin bersedih lagi. Karena itu adalah janji pada dirinya sendiri. "Jangan menangis untuk sebuah kepergian. Karena manusia memang ditakdirkan untuk sementara."
"Kau sudah lama disini kak Chan?" Tanya Sean melirik kearah Chan yang berdiri di sebelah kirinya.
Chan hanya membalas dengan gelengan. "Kalian memutuskan untuk pulang?" Tanya Chan menganti topik pembicaraan.
"Ya. Kami memutuskan untuk bertemu Zafran di lain waktu. Mungkin saat ia sudah keluar dari rumah sakit. Lebih dari itu, kami mengkhawatirkanmu yang pergi begitu saja." Jelas Sean.
"Maaf jika perkataanku tadi menyakitimu." Lanjut laki-laki itu pada kakaknya.
"Tak apa. Mungkin memang aku saja yang akhir-akhir ini stress karena beberapa pekerjaan, jadi sedikit sensitif." Balas Chan. Ia menoleh pada Sean lalu tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAFRAN
Teen FictionNamanya Zafran Aciel. Sangkar emas yang diciptakan keluarganya telah mengurung laki-laki itu selama 16 tahun. Peraturan dan larangan selalu menghantuinya 24 jam. Semua kegiatannya sudah tertulis dengan rinci, jelas, dan akurat tanpa ada bantahan. Si...