~Enjoy it guys~
Selanjutnya, hari berjalan seperti biasa. Kesehatan Zafran berangsur membaik, begitu juga dengan kondisi punggungnya pasca operasi. Ia sudah bisa berjalan selama tiga puluh menit. Kata Dokter James itu kemajuan yang signifikan.
Setelah beberapa hari Zafran makan diatas ranjang, hari ini ia memutuskan untuk makan di meja yang sama dengan mamanya. Ia memasukkan kentang rebus yang telah dipotong dadu kedalam mulut. Netranya mengikuti pergerakan mamanya.
"Mama pergi kedepan untuk angkat telfon dulu." Leona beranjak dari sofa dan punggung wanita itu menghilang dari pintu.
"Iya." Balas Zafran singkat. Ia melahap kentang terakhirnya sebelum meneguk habis susu putih yang ada diatas meja.
Zafran menyandarkan punggung pada lidah sofa. Pandangannya mengarah pada langit-langit kamar. Semburat senja masuk melalui celah jendela teralis yang tak jauh dari posisinya.
"Paman Daniel." Gumam laki-laki itu.
Satu nama itu sejak kemarin menganggu pikirannya. Sudah lama ia tidak bertemu dengan adik dari mamanya itu.
"Bukankah terakhir kali Paman Daniel bilang jika ia pindah dari Texas?"
Zafran mencoba mengingat kembali percakapan terakhirnya dengan paman gaulnya itu. Jemarinya mengetuk-etuk di lengan sofa, khas laki-laki itu saat berpikir.
"Praha?" Zafran sontak menegakkan tubuhnya. Ia ingat sekarang.
"Sial." Imbuhnya lagi saat ia merasakan punggungnya berdenyut sakit karena gerakan yang spontan.
"Jadi sekarang aku ada di Praha?" Zafran mencoba menyakinkan argumennya sendiri.
Ia berpindah duduk ketempat Leona. Membuka tirai yang menyuguhkan keindahan kota melalui kaca besar.
"Seharusnya aku kemari untuk berlibur, bukan mendekam di ruangan ini." Gumam Zafran.
Ayolah, siapa yang tidak kenal Praha. Ditiap sudut kota yang penuh estetika, bangunan kuno yang masih kokoh berdiri, cafe-cafe kecil yang bisa ditemui tiap gang, serta alunan musik klasik terdengar dari rumah warga lokal.
Siapapun setuju bahwa Praha, tak pernah gagal dalam membujuk semua turis untuk kembali lagi mengunjungi kota itu.
Cklek
Suara pintu menyadarkan Zafran, ia kembali menutup tirai. Penasaran dengan siapa yang datang.
Ah, rupanya Ansel. Kakak pertamanya itu datang dengan pakaian casual. Ia meletakkan sebuah paperbag diatas meja. Tak perlu bertanya, Zafran tau jika itu berisi kopi favorit kakaknya hanya dengan melihat logo yang tercetak di tas kertas itu.
"Kabarmu baik?" Tanya Ansel. Laki-laki itu duduk di sofa pojok. Menyilangkan kaki setelah ia mengambil cup kopi yang tadi dibawa. Menyeruputnya pelan, menyecapnya pada lidah untuk menikmati rasa kafein yang menjadi candunya bahkan setelah lima tahun berlalu.
"Cukup baik." Jawab Zafran.
"Kak, kapan aku bisa pulang?" Pertanyaan dari adiknya membuat Ansel merapatkan mulut sebelum ia meneguk kopinya sekali lagi untuk sekedar membasahi tenggorokannya.
"Aku akan menanyakan itu pada papa nanti." Jawaban itu keluar dari si sulung. Siapapun tau, jika jawaban itu adalah yang paling aman.
"Sungguh?" Zafran menuntut.
Ansel mengangguk. Ia meletakkan cup kopinya diatas meja. "Kemarin papa berdiskusi dengan Dokter James, mungkin saja kapan waktu kau bisa keluar dari sini, juga ikut dalam pembahasan mereka."
"Kita berada di Praha." Ucap Zafran membuka topik lain.
Ansel pun tak terkejut, adiknya cukup cerdas untuk membaca situasi. Sekali lagi, ia mengangguk.
"Kenapa harus Praha?" Tanya Zafran menatap kakaknya.
"Praha menjadi tujuan bagi sebagian orang untuk memulai kehidupan baru mereka, selain Finlandia." Ansel memberi jawaban objektif.
"Dan aku termasuk orang yang memulai kehidupan baru?" Tanya Zafran membutuhkan validasi.
"Bukan hanya kau. Tapi kita semua, seluruh anggota Euan." Ansel meralat kalimat adiknya.
"Jadi kita tidak sedang berlibur?"
"Kau bebas beranggapan kami akan menetap atau hanya sekedar berlibur disini."
Ansel menutup pembicaraan mereka dengan abu-abu, tak berniat melanjutkan kalimatnya. Leona masuk kedalam ruangan setelah menerima panggilan dan bergabung bersama kedua anaknya.
🌠
Satu minggu setelah pembicaraan antara kakak dan adik itu, tak banyak hal yang berubah. Mereka tinggal di sebuah rumah berlantai dua dengan gaya minimalis bercat putih gading.
Halaman depannya luas, rumput hijau tumbuh dengan baik. Sedangkan halaman belakang yang tak seberapa luas itu, diisi dengan beberapa kursi santai. Tiap malam, Darel akan pergi kesana setelah pulang dari kantor. Pria itu akan bercerita dengan istrinya mengenai apapun yang terjadi di satu hari itu dengan ditemani wine ataupun vodka yang menjadi favorit keduanya.
Zafran menutup pintu setelah menuntaskan aktivitas mandinya. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi, hari Kamis. Setelah memakai pakaian santai dan hoodie yang membungkus tubuhnya, ia membuka tirai jendela kamar. Menarik kursi dan duduk didekat jendela untuk sekedar menikmati semilir angin.
Praha menjadi kota yang menenangkan. Kalimat itu menjadi valid setelah percakapannya dengan Ansel satu minggu lalu.
Ia menyadari bahwa kalimat people come and go, benar adanya. Sekarang tak ada lagi Paman Ervin, kak Chan, Sean, Halvi, Kai, maupun Dokter Yuda. Semua tergantikan dengan sosok baru.
Dirinya pernah membaca sebuah buku dimana disitu terdapat sebuah kutipan "Bahwa tiap orang ada masanya dan tiap masa ada orangnya". Sekarang, ia mengalami itu.
-
Aku mau minta saran dari kalian, cerita Zafran mau tetep dilanjut atau gak? Kalo sampe 2024, cerita ini udah jalan 4 tahun tapi belum end juga😂 mengingat cerita ini publish udah 2020.
Aku takut, kalo makin lama dilanjut kalian yang bosen sama cerita ini.
Next? Comment and Vote
Salam Rynd🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAFRAN
Teen FictionNamanya Zafran Aciel. Sangkar emas yang diciptakan keluarganya telah mengurung laki-laki itu selama 16 tahun. Peraturan dan larangan selalu menghantuinya 24 jam. Semua kegiatannya sudah tertulis dengan rinci, jelas, dan akurat tanpa ada bantahan. Si...