27

12K 1.1K 184
                                    

Terharu banget part kemarin dapet ratusan comment, padahal aku gak minta huhuuu

Thanks for your love and support gaisee!!

~Enjoy it guys~

Bulan semakin beranjak naik, langit semakin kelam dan udarapun juga semakin dingin. Seharusnya waktu itulah dimanfaatkan untuk setiap penghuni bumi tidur nyenyak dan mengarungi mimpi.

Tapi, berbeda untuk hari ini. Keributan terjadi di kamar bungsu keluarga Euan yang seharusnya damai.

"Tuan, saya akan membuka pintunya." Kata Ervin meminta ijin.

Sejak tadi laki-laki itu bergerak gelisah, beberapa kali melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Bukan tanpa alasan Ervin seperti itu, karena demi neptunus suhu tubuh Zafran semakin meningkat.

Badan anak itu demam, tapi bibirnya berucap jika ia kedinginan. Ervin sudah menyelimuti tubuh Zafran dengan dua lapis selimut tebal.

"Tuan muda, keadaan Anda semakin parah." Kata Ervin cemas.

"Saya harus memberitahu pada Tuan dan Nyonya." Lanjut pria itu.

"Jangan." Jawaban dari Zafran tanpa sadar membuat Ervin menghembus nafas kasar.

Keadaan Zafran saat ini jauh dari kata baik. Darah yang keluar dari bibir laki-laki itu karena tamparan papanya belum juga mereda. Terus mengalir hingga membuat raut wajah si pemilik menjadi pucat pasi. Seharusnya penderita hemofilia tidak boleh terluka. Ya seharusnya, jika pun terluka harus segera mendapat penanganan medis.

Tapi coba lihat, sudah tiga jam lamanya dan Zafran tetap keras kepala dan melarangnya untuk memberitahu keadaan si bungsu itu pada anggota keluarga Euan. Ervin mengigit bibir bawahnya, berusaha menimang dan mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan.

"Saya akan pergi sebentar. Saya mohon, Tuan Muda harus bertahan." Putus Ervin. Ia pergi kearah pintu dengan setengah berlari, menghiraukan Zafran yang memanggilnya dari belakang.

🌠🌠

Sepeninggal Ervin, Zafran mencoba memperbaiki posisi tidurnya. Ia bergerak tidur menyamping dengan membelakangi pintu kamar, terlalu enggan menatap siapa yang akan datang setelah ini.

Pembohongan besar jika ia mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik-baik saja. Nyatanya, kepalanya terasa dihantam oleh batu besar. Suhu tubuhnya demam tinggi tetapi ia justru mendesis kedinginan. Darah yang keluar dari sudut bibirnya tidak juga berhenti, membuat pandangannya mengabur.

Cklek

Suara pintu berderu keras, membuat Zafran ingin sekali memejamkan matanya jika saja rasa sakit itu tidak datang. Ia tidak ingin bertemu dengan keluarga, itu adalah poin penting saat ini.

Terdengar banyak langkah kaki yang mendekatinya. Zafran sudah tidak ingin menebak siapa saja mereka.

"Sayang." Suara Leona pertama kali menyapa gendang telinga anak itu.

Karena tidak mendapat jawaban dari anaknya, wanita itu melangkah semakin mendekat.

"Astaga!" Seru Leona kaget. Ia mendekat kearah Zafran dengan cepat diikuti beberapa orang lainnya karena melihat reaksi wanita itu.

Zafran menatap mamanya dengan diam. Tidak membuka mulut sama sekali dan mengeluh sakit seperti biasa.

"Ambil air hangat dan kain bersih!" Perintah Leona yang segera dipatuhi oleh Ervin.

Zafran tetap diam saat ia beberapa kali ditanya oleh Leona. Tentang bagian tubuh mana yang sakit, apa dirinya pusing, atau hal semacam lainnya.

"Permisi Nyonya, ini air hangat dan kain bersihnya." Ucap Ervin dengan meletakkan wadah dan juga kain berwarna putih diatas rak terdekat dari ranjang.

"Aku ingin tidur." Kalimat pertama itu keluar dari mulut Zafran saat Leona hendak menaruh kain bersih ke dahi laki-laki itu.

"Sayang, kamu sakit. Jadi biarkan mama untuk rawat kamu." Bujuk Leona. Ia menyadari jika anak bungsunya itu tengah merajuk.

"Ervin, siapkan mobil. Kita ke rumah sakit sekarang!" Perintah Darel. Ia sudah cukup menahan emosi melihat kelakuan anak bungsunya. Jika anak itu tidak bisa diatur oleh keluarga, lebih baik diatur oleh orang lain.

"Aku tidak ingin ke rumah sakit!" Kata Zafran berseru. Ia bangun dari tidurnya walau susah payah. Laki-laki berusaha menjadi baik-baik saja didepan keluarganya meski sekarang ia sudah seperti mayat hidup.

"Jangan keras kepala, turuti perintah papa." Kata Ansel dengan nada dingin.

🌠🌠

Zafran berbaring di brankar rumah sakit sejak sepuluh menit yang lalu. Selama itu pula banyak pertanyaan yang diberikan oleh Dokter Yuda padanya.

Di ruang rawat VIP itu hanya ada dirinya dan seorang perawat perempuan yang sedang menginfusnya.

"Apa Anda ingin bubur atau makanan lainnya? Anda harus makan agar bisa meminum obat." Kata perawat itu dengan membereskan beberapa peralatan yang tadi ia bawa.

"Bubur saja." Jawab Zafran.

"Tolong jangan biarkan keluargaku masuk dulu. Aku ingin waktu sendiri." Lanjut laki-laki itu berpesan.

"Baik. Saya permisi." Pamit perawat itu lalu berjalan kearah pintu.

Tidak berselang lama perawat itu kembali dan Zafran memakan buburnya. Tidak banyak tapi cukup untuk ia agar bisa meminum obat.

Laki-laki itu memperbaiki posisi tidurnya dan menarik selimut sampai batas dada setelah membalas kata perawat yang pamit keluar dari ruangan.

🌠🌠

Keempat pemuda itu turun dari taksi yang mengantarkan mereka pada sebuah bangunan bergerbang megah yang berdiri dengan gagah.

Salah satu dari mereka meneliti sekitar sebelum mengeluarkan ongkos pada supir lalu memerintahkan temannya untuk keluar dari kendaraan.

"Benar ini rumahnya?" Tanya Kai menelisik, mencoba mengintip isi didalam gerbang megah tersebut.

"Kurasa." Jawab Halvi. Ia membawa secarik surat, membacanya dengan cermat dan memastikan bahwa mereka tidak salah alamat.

Chan mengambil surat itu dari tangan Halvi lalu melangkah mendekati gerbang yang diikuti oleh tiga lelaki lainnya.

"Permisi." Kata Chan pada seorang penjaga yang berdiri tidak jauh dari gerbang.

"Ya, ada keperluan apa kalian kemari?" Suara dingin itu berhasil membuat mereka mematung. Otaknya mendadak kosong dan lidahnya kilu untuk berucap.

"Emm, saya ingin menanyakan alamat." Jawab Chan, ia menyerahkan secarik kertas lain yang berisi alamat rumah.

"Ya benar alamat yang tertera di kertas itu adalah bangunan ini." Sahut pria itu.

"Kalian ingin menemui siapa?" Lanjut pria itu dengan tatapan menyelidik.

"Zafran." Jawab Sean singkat. Ia bukanlah lelaki yang suka berbasa-basi. Sedangkan Chan, Kai, dan Halvi tanpa sadar serempak melayangkan umpatan kepada laki-laki itu.

-

Zafran kembalii eperibadehhh

Mana suaranyaaaa

Wkwk

Maap alay:v

Kangen tydack dengan Zafran? Si anak bungsunya akuhh

Next? Comment and Vote

Salam Rynd🖤

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang