42

5.7K 579 89
                                    

~Enjoy it guys~

Tak berselang lama, pintu dibuka. Ansel yang semula duduk disebelah ranjang Zafran beranjak untuk melihat siapa yang datang.

"Arsen kemana?" Tanya Leona sedetik setelah ia memasuki ruang inap.

"Ia pergi ke rumah paman Daniel untuk mengambil wine pesanan papa." Jawab Ansel. Ia meraih paperbag dari tangan mamanya. Mengeluarkan semua isi didalamnya.

Latte dan americano telah dikeluarkan dan ia letakkan di meja. Selanjutnya, cake vanilla berbentuk segitiga itu ia serahkan pada Zafran.

Leona mengatur posisi ranjang menjadi setengah duduk. Menyiapkan meja agar anak bungsunya bisa makan dengan nyaman.

"Perlu mama suapi?" Leona memberi tawaran.

Zafran menggeleng. "Tak apa ma, aku bisa sendiri."

Setelah memastikan Zafran memakan cake yang ia beli dan menelannya dengan baik, wanita itu duduk di sofa. Menyesap kopi panasnya yang masih tersisa setengah.

"Aku pergi dulu." Ansel beranjak dari kursi, membuang gelas cup americano miliknya yang sudah tandas. Kemudian, tak lupa ia meletakkan latte milik Arsen di lemari pendingin sesuai perintah laki-laki itu.

"Kau pergi kemana? Arsen akan segera kembali." Darel membuka suara.

"Ada beberapa hal yang harus kubicarakan dengan sekretaris soal tanam saham." Jelas Ansel.

"Aku tak akan lama, hanya di taman rumah sakit. Ku pastikan, aku sudah kembali sebelum Arsen datang." Lanjut putra sulung Aciel itu.

Ansel berjalan menuju pintu lalu menutupnya dengan rapat.

"Jika Arsen lebih dulu datang, hubungi aku." Pesan Ansel pada salah satu bodyguard yang berjaga di depan ruang inap Zafran.

Total ada enam bodyguard yang berjaga. Berdiri di sepanjang lorong ruang inap si bungsu. Zafran belum mengetahui soal hal ini, mungkin kalaupun ia tahu dirinya tak akan habis pikir. Mengingat ia tak bisa berdiri dalam waktu yang lama, maka mustahil ia bisa keluar ruangan atau bahkan kabur seperti kejadian dua bulan lalu.

🌠

Ansel berjalan menuju lift, ia berharap setelah ini hubungan orangtuanya dan Zafran bisa membaik. Semoga pula, Zafran bisa merenungi kesalahannya. Bukan tanpa alasan ia memilih keluar, memberi ruang agar orangtua dan adik bungsunya bisa berbicara dengan nyaman, menjadi keputusan yang tepat.

Zafran membasahi mulutnya yang terasa kering. Kue miliknya masih belum habis.

"Mama, papa." Panggil Zafran.

Leona menoleh. Beranjak dari sofa dan mendekati anaknya.

"Ya? Kau merasa sakit?" Tanya Leona.

Zafran menggeleng. Tidak, bukannya ia tidak merasa sakit. Lebih dari itu, rasa nyeri bekas jahitan terasa sejak ia sadar dari koma hingga sekarang.

Zafran menatap papanya yang duduk di sofa. Untuk beberapa detik ia menunggu pergerakan dari papanya yang mungkin saja akan datang menghampiri.

Setelah menyimpulkan, jika papanya sudah cukup nyaman duduk di sofa. Ia memutuskan melanjutkan perkataannya.

"Aku ingin meminta maaf." Ucap Zafran. Ia menundukkan kepala. Tangannya sibuk memilin selimut yang menutupi kakinya.

"Maksudmu minta maaf, janji tidak mengulangi, lalu besoknya melakukan kesalahan dan berakhir minta maaf lagi?" Perkataan Darel itu cukup membuat Zafran tertohok.

"Papa sudah cukup muak dengan kelakuanmu, asal kau tahu itu Zaf." Lanjut Darel.

"Bukankah beberapa waktu lalu, kau berjanji akan menjadi anak penurut. Tapi tak berselang lama, kau pergi meninggalkan rumah sakit saat akan check-up dan ikut dengan temanmu itu."

"Sekarang lihat, apa yang terjadi pada dirimu saat tak ada yang menjaga."

Zafran diam mendengar seluruh ucapan dari papanya. Ia sadar dirinya memang salah.

"Kenapa kau menemui Sean?" Tanya Leona. Ia duduk dikursi dekat ranjang, ingin mengetahui ekspresi wajah anaknya.

Zafran membuka mulut lalu menutupnya lagi. Terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan yang terkesan tiba-tiba itu.

"Kau tak ingin menjawab pertanyaan dari mamamu?" Darel berucap menuntut.

Zafran mengangkat kepalanya. Netranya menatap sang mama.

"Saat itu, kami bertemu didepan ruangan Dokter Yuda, semua terjadi secara kebetulan. Lalu, aku menanyakan kabar ketiga temanku yang lain. Setelahnya, Sean mengajak untuk pergi." Jelas Zafran.

"Sean sudah mencoba mencegah, tapi aku bersikeras ingin ikut dengannya. Alasan lainnya, aku ingin melihat keadaan temanku yang lain." Lanjut laki-laki itu. Ia menatap kedua orangtuanya bergantian, mencoba melihat reaksi mereka setelah ia menyelesaikan ucapannya.

"Kau tau siapa pelaku dari kecelakaan yang melibatkan dirimu?" Darel beranjak dari kursi. Kedua tangannya tersimpan di saku celana. Bergerak mendekati istri dan anak bungsunya.

Zafran menggeleng, ia menatap papa dan mamanya bergantian. "Siapa?"

"Tentu saja keempat temanmu." Leona menjawab. Ia menoleh kearah suaminya di sebelah kanan. Darelpun melakukan hal yang sama.

Zafran terdiam. Matanya berkedip pelan. Entah untuk alasan apa, ia merasa kinerja otaknya melambat sekarang.

Ia menundukkan kepalanya dalam. Berusaha menepis pikiran buruk yang ada dipikirannya.

"Jika kau berpikir ketiga dari mereka sudah meninggal, itu salah." Kata Darel.

Perkataan yang terlontar dari mulut papanya membuat Zafran mengangkat kepala. Ia memejamkan mata erat, tiba-tiba kepalanya terasa sakit.

"Lalu makam siapa yang kudatangi?" Tanya Zafran dengan suara bergetar. Ia ingat betul, jika dirinya pergi ke bangunan rumah duka bersama Sean. Bahkan ketiga makam temannya ia lihat dengan kedua mata kepalanya sendiri.

"Di jaman sekarang tak sulit membuat makam palsu." Darel memberikan jawaban logis.

Zafran menghela nafasnya kasar, ia memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa berat.

Ia terlalu terkejut dengan kenyataan bahwa keempat temannya sungguh mengkhianati dirinya. Persis seperti yang dikatakan Arsen.

"Kau tak perlu memikirkan banyak hal, mama sudah cukup lega karena kau sudah melewati masa kritismu." Leona memegang kedua tangan anaknya. Berusaha menenangkan.

Zafran menatap kearah mamanya, tubuhnya ia bawa mendekat untuk mendapatkan pelukan dari wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Kau hanya perlu percaya pada kami, Zaf. Papa akan melindungimu." Darel mendekat, tangan pria itu membelai pelan rambut anak bungsunya.

"Terima kasih karena sudah bertahan dan kembali ke keluarga Euan." Ucap Darel menepuk bahu anak bungsunya.

Melihat perlakuan kedua orangtuanya, membuat Zafran bertekad dalam hati. Bahwa setelah ini, ia hanya harus percaya pada keluarganya.

-

Jujur, setelah nulis part ini, gatau lagi harus gimana kelanjutan buat part 43 nya😭

Next? Comment and Vote

Salam Rynd🖤

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang