34

6.7K 872 150
                                    

Sebenernya kejadian kayak gini, udah banyak keulang. Buat yang mau promosi ceritanya di akunku, maaf gabisa. Tapi aku bisa kasih tips dan trik. Ya pokoknya gitu, bisa langsung chat aku ajaa. Makasih🖤

~Enjoy it guys~

Waktu sudah menunjukkan tengah malam, tapi Zafran tak kunjung memejamkan matanya. Perutnya seperti dililit, sakitnya bukan main. Ia tadi hanya makan apel lalu meminum obatnya. Dirinya cukup sadar kalau tidak bisa memasak dan dapat berujung merepotkan orang lain.

Ia mengigit selimutnya sebagai pelampiasan rasa sakit. Kepalanya juga pusing. Ah, kenapa mereka bisa datang bersamaan seperti ini.

"Sa-kit." Ucapnya mengeluh. Ia meringkuk dalam posisi tidurnya. Peluh membasahi dahinya sebiji jagung. Laki-laki itu berusaha menetralkan nafasnya yang memburu.

Zafran bangkit dari tidur. Tidak bisa dibiarkan seperti ini. Ia membuka laci yang terletak disebelah ranjangnya. Mengacak isi didalamnya untuk mencari obat.

Ketemu. Obat yang tadi ia konsumsi sama sekali tidak menunjukkan reaksi. Maka ia langsung menelan dua butir sekaligus. Obat untuk penyakit hemofilianya. Selanjutnya ia menelan obat untuk lambung, dan terakhir obat tidur.

Ia menelan tanpa air, karena biasanya Ervinlah yang menyiapkan itu. Tapi ah sudahlah, memikirkannya hanya membuat sakit hati.

Ia duduk di karpet dengan bersandar pada tepi ranjang, menunggu reaksi obat yang beberapa menit lalu dikonsumsi. Tak berselang lama, netranya memberat dan menyisakan gelap.

🌠🌠

Matahari mengintip malu dibalik gorden kamar Zafran. Laki-laki itu perlahan membuka matanya, mengedarkan pandangan. Ia tetap di posisi semalam, itu artinya tidak ada seorang pun yang datang ke kamarnya.

Zafran menegakkan tubuhnya, meregangkan lehernya yang terasa sakit karena tidur tanpa bantal. Ia merapikan obat yang semalam berceceran kedalam laci lalu melipat selimut dan bergegas mandi.

Kaos lengan pendek berwarna polos dipadukan celana training hitam menjadi pilihannya. Mulai sekarang ia sendiri yang menentukan pakaiannya. Netranya menatap jam dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. Keluarganya pasti sudah selesai sarapan, maka dari itu ia bergegas keluar kamar.

Keadaan ruang makan dilantai dasar terasa lenggang. Hanya beberapa maid lalu lalang untuk membersihkan sudut ruangan yang tampak berdebu.

Ia memasuki area dapur kotor. Misinya sekarang mencari mie instan, karena makanan itulah satu-satunya menu yang bisa ia masak sendiri mengingat dulu Chan pernah mengajarinya. Ah, ia jadi rindu dengan teman-temannya.

Sebungkus mie instan sudah ada ditangannya, meski dirinya sempat kebingungan mencari dimana letak makanan instan mengingat ia jarang ke dapur.

Tidak membutuhkan waktu lama, makanannya sudah jadi. Zafran meniriskan mie pada piring yang ada didekatnya. Laki-laki itu duduk dikursi yang terletak disamping jendela, meletakkan piringnya keatas meja bundar.

Rasa mie instan memang tidak pernah gagal. Zafran mengakui itu. Ia kembali menyeruput mie panjang itu dengan semangat. Sejenak kunyahan pada mulutnya berhenti saat melihat Ervin berada diambang pintu. Untuk beberapa detik mereka bersikap canggung.

"Paman." Panggil Zafran. Beberapa detik laki-laki itu menunggu jawaban dari si lawan bicara tapi ternyata hanya angin lalu yang ia dapat.

Zafran beranjak dari duduknya setelah menghabiskan sisi makanannya dengan cepat. Membersihkan meja dengan tisu yang memang tersedia.

"Aku akan pergi. Kau bisa makan." Kata Zafran berlalu kearah wastafel untuk mencuci peralatan makannya.

"Tuan Muda." Panggil Ervin.

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang