Bertubi-tubi

432 54 5
                                    

"Ke mana saja kamu?" tanya Kristof dingin. Dia langsung keluar rumah dan menyongsong Alana yang diantar pulang oleh El. "Kenapa pula harus dia yang antar kamu pulang? Kamu bisa telpon aku untuk jemput." Malam sudah beranjak lebih tua dan sinar bulan tidak bisa meredakan kemarahan Kristof.

"Mas, aku capek banget. Aku janji besok aku cerita semua," jawab Alana lemah, dia benar-benar letih dengan semua yang ia hadapi hari ini. El sudah melakukan tugasnya sebagai sahabat, memberinya penghiburan yang lebih dari layak dengan rumah peristirahatan dan suasananya. Tapi rasa letih itu tak sepenuhnya hilang. Rasa penat itu masih menggelayutinya. 

"Jadi kamu lebih suka aku minta Airlangga yang cerita?" tanya Kristof penuh ancaman. "Aku heran setiap kali kamu menghilang, kamu selalu pulang sama dia, ketemu dia, selalu dia." 

"Mas, dia temanku."

"Tapi kamu cenderung lebih sering pergi sama dia dibandingkan sama aku!" suara Kristof semakin meninggi. Kepala Alana semakin pusing. Alana yakin pembicaraan ini tidak bisa dilanjutkan, tapi Kristof sendiri juga keras kepala. Jadi Alana memilih diam saja. Dia bersandar setengah berbaring di sofa dan berusaha memejamkan mata. Menghela nafas dan menikmatinya. Membayangkan lagi semilir angin sore menjelang terbenamnya matahari di rumah peristirahatan keluarga El. Sampai ia tertidur tanpa sadar. 

Alana terbangun oleh suara alarm ponselnya. Ia tidak terkejut dengan selimut yang menempel di tubuhnya, pasti Kristof yang mengambilnya. Alana tersenyum. Meski marah, Kristof masih memperhatikannya. Ia jadi sedikit merasa bersalah. 

Meski subuh belum menjelang, Alana sudah tidak mengantuk. Ia menikmati mandi yang segar dan menyiapkan makanan untuk ia bawa ke rumah Kristof. Pagi ini dengan ajaib mood Alana menjadi ceria dan ringan. Mungkin nanti sore sepulang kerja ia bisa jalan-jalan dengan Kristof atau nonton. Apa saja yang Kristof suka. Sekalian ia menepati janjinya untuk cerita soal kemarin. Alana melangkahkan kaki dengan semangat ke rumah di seberang. 

Alana sengaja membuka dan menutup pagar rumah Kristof pelan-pelan, ia ingin memberikan kejutan. Kehadirannya, masakannya, ceritanya, dan rencananya untuk mereka hari ini. Namun betapa terkejutnya Alana ketika ia masuk ke ruang tamu, ia dapati Kristof sedang sarapan bersama perempuan cantik yang ia kenal sebagai mantan istri Kristof, Granada. Alana terkejut, Granada agak terkejut, tapi Kristof lebih terkejut. 

"Hai Al," sapa Kristof berusaha bersikap seperti biasanya. Kristof beranjak menghampiri Alana yang berdiri terpaku di ruang tamu. "Ada apa?" Alana merasakan aura "pengusiran" dari pertanyaan Kristof. Alana berpikir cepat dan memutuskan untuk tidak mengganggu mereka. 

"Hai Mas, maaf semalam aku capek banget jadi ketiduran. Ini ada makanan sedikit, buat makan siang nanti," kata Alana berbohong sambil tetap tersenyum. "Nanti ke kantor kan?"

"Iya, aku selesaikan urusan sama Granada dulu, jadi mungkin aku datang telat. Ada agenda hari ini untukku?" tanya Kristof untuk memastikan bahwa waktunya kosong pagi ini. Alana cuma menggeleng lalu berpamitan. Ia merasa tidak enak berada di rumah itu, meskipun sebenarnya posisinya dan Granada hampir sama, tak punya status resmi untuk Kristof. Granada mantan istri Kristof sedangkan Alana pacar Kristof. Bagaimana pun Alana pikir Granada akan selalu punya tempat di sana, mereka punya Grady. Jadi sudah sepantasnya ia pulang pagi ini, tidak memaksakan untuk makan bersama Kristof. Dan rencananya hari ini pun runtuh. 

Kristof melihat semburat kecewa di mata Alana ketika ia pamit, tapi ia merasa tak punya pilihan. Mengajak Alana makan bersama di sini juga bukan langkah yang benar, ia sedang bicara soal Grady dengan Granada, dan sementara ini Alana masih orang di luar lingkaran mereka. 

"Dia itu.. gadis yang tinggal di depan rumah kan? Yang sering diceritakan Grady?" tanya Granada setelah Kristof menutup pintu. Kristof mengangguk. "Tante Al?" 

The Boss Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang