Musim gugur di Eropa memang menyiksa, apalagi setelah pemanasan global. Rotterdam tak terkecuali. Memandang ke arah pelabuhan jauh di sebelah barat balkon apartemennya, Alana menyaksikan hiruk pikuk yang tak pernah tidur dari lampu-lampu kecil yang berlalu lalang. Sejenak angin berhembus membekukan pipinya. Teh di cangkirnya seketika dingin. Balkon yang berhubungan dengan dapur itu memang tempat favorit Alana. Ia bisa menikmati hangat mentari terbenam di musim semi dan kesibukan pelabuhan yang tak pernah istirahat. Menghibur hatinya di negeri asing, sendiri. Meskipun ada satu dua mahasiswi yang mondok di apartemennya, tapi tetap saja ia merasakan sepi. Masih saja terasa sepi dan hampa meskipun sudah dua kali musim gugur ia lalui di sini. Seharusnya ia sudah bisa lebih terbiasa dengan kebekuan yang hampa ini.
"Kak, nggak dingin di situ?" tanya Mischa, salah satu pemondoknya. Mahasiswa S2 Biomedik itu tampak khawatir melihat Alana duduk di balkon hanya dengan selapis jaket. Alana tersenyum. "Masuklah Kak, aku beli pizza di toko orang Maroko yang Kakak bilang kemarin." Alana bergabung di ruang tengah untuk makan.
"Poppy belum pulang?" tanya Alana menanyakan seorang pemondok lagi. Mischa hanya menggeleng.
"Kalau tidak salah dia akan pulang malam sampai minggu depan, ada workshop soal etik penelitian dan paten gitu, aku tak begitu paham." Alana hanya mengangguk-angguk.
"Dia tidak bawa bekal ya? Kotak bekalnya ada di rak semua," tanya Alana lagi. Sebagai induk semang dan yang paling tua, dia berusaha cukup memperhatikan pemondoknya. Mischa tak tahu menahu soal itu. Ia hanya menggerakkan bahunya tak jelas.
Poppy pulang menjelang pukul 10, dan tidak mungkin workshop berakhir malam seperti ini. Pada musim gugur seperti ini kegiatan biasanya berakhir sekitar jam 5 sore, kecuali ada kegiatan laboratorium mandiri. Alana masih di ruang tengah ketika Poppy pulang.
"Sampai malam, Pop?"
"Tugas kelompok dan makan malam pembukaan workshop Kak, maaf nggak ngabarin."
"Tidak masalah. Kalian kan sudah dewasa. Tapi memang ada baiknya meninggalkan pesan. Jadi kami tidak khawatir."
"Oh ya Kak, Kakak pernah bilang masih bisa menyewakan kamar kan?" tanya Poppy sebelum masuk ke kamarnya. Tampaknya ia benar-benar takut lupa menanyakan hal itu pada Alana. Dahi Alana berkerut. Lalu ia mengangguk. Memang masih ada satu kamar kosong yang bisa disewakan. "Kalau penyewanya laki-laki boleh Kak?"
"Boleh saja, tapi dia akan pakai kamar di atas, Kakak yang pindah bawah." Di sini sudah biasa orang-orang dewasa berbeda jenis tinggal dalam satu apartemen, apalagi apartemen besar dengan beberapa kamar seperti milik Alana. Berbagi sewa itu penting untuk mahasiswa dengan beasiswa yang terbatas.
"Hanya sekitar sebulan atau dua bulan boleh Kak?"
"Bisa saja, temanmu atau siapa? Kok hanya sebentar?"
"Mentor workshop-ku tadi tanya, katanya akan lebih hemat kalau dia bisa dapat pondokan yang murah untuk sebulan atau dua bulan." Alana pikir tak masalah, toh laki-laki dewasa dan profesional juga, jadi dia pasti tidak banyak tinggal di apartemen. Hanya butuh tempat istirahat dan mandi. Pastilah tak merepotkan dan tak merugikan kalau diberi tarif murah.
"Ok, lusa ajak dia lihat kamarnya, besok aku pindahkan dulu beberapa barang yang aku perlukan ke kamar bawah." Poppy mengangguk dan masuk kamarnya. Mungkin saja ia tidur tanpa mandi. Malam ini terlalu dingin untuk direpotkan dengan mandi.
Sampai sekitar pukul tiga Alana belum juga mengantuk. Paper yang harus ia publikasikan sudah siap untuk dikirim, tinggal menunggu persetujuan supervisor-nya. Dua paper yang lain sudah terbit, jadi tinggal membuat satu lagi sesuai rencana. Dia berharap cukup setahun lagi ia tinggal di sini. Meskipun sebenarnya studi post-doktoralnya sudah lama selesai, tapi pengalaman untuk melanjutkan riset di sini sangat menggiurkan. Jadilah ia perpanjang cutinya untuk tetap melakukan riset dan magang mengajar di sini. Kini ia sudah merindukan kampung halamannya. Rindu bekerja lagi dengan El.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss Next Door
RomanceCerita seorang gadis yang ternyata tinggal berdekatan dengan atasannya, seorang duda tampan. Kehidupan si gadis menjadi berbeda, begitu pula si duda muda ini. Akankah kisah mereka menjadi lebih berwarna?