Sepulang dari Amsterdam, El dan Al sepakat untuk tidak kucing-kucingan lagi dengan gadis-gadis pemondok mereka. Mereka juga sepakat untuk menjaga perilaku selama di apartemen, tidak sembarangan PDA ketika sama-sama di rumah. Namun itu semua tidak menyurutkan kecurigaan Mischa dan Poppy. Apalagi Alana lebih sering menyiapkan apa-apa 2 set, satu untuknya dan satu lagi untuk siapa lagi. Bekal makan siang 2 paket, pakaian dry clean 2 paket, teh hangat juga 2 mug. Alana juga lebih sering pulang awal, kadang-kadang mereka pulang bersama. "Kami bertemu di depan tadi," itu selalu jadi alasan mereka. Entah ketemu di depan, di halte bis, di pertigaan, pokoknya sebelum masuk apartemen mereka tidak sengaja bertemu. Gadis-gadis itu malah semakin curiga, bahkan setelah El kembali ke Swedia.
Dua gadis itu akhirnya mendapatkan jawaban ketika mendapati Alana mengemasi baju-bajunya ke dalam koper besar. Alana akan bepergian agak lama, mungkin ke daerah dingin mengingat banyak pakaian hangat yang dia bawa. Beberapa berkas juga ia tinggalkan yang berarti ia tidak bepergian untuk urusan pekerjaan.
"Kakak mau ke mana? Lama ya, bawaanmu banyak," tanya Mischa melihat Alana sedang mengepak pakaian di kamarnya. Alana tersenyum. Lalu Mischa melihat seonggok travel itinerary di meja. "Swedia? Ke tempat Kak El ya? Dia defense?" Alana tersenyum. Sudah cukup jawaban untuk Mischa. "Aku sama Poppy sebenarnya tahu sih, kalian sudah jadian. Tapi, kalau nggak ada konfirmasi dari yang bersangkutan kan tetap saja cuma gosip," kata Mischa pelan-pelan. Alana tertawa geli.
"Kenapa sih kalian tertarik banget sama hubungan kami?" tanya Alana sambil duduk di pinggir ranjang. Ia sudah agak lelah untuk mengepak pakaian yang sepertinya tak habis-habis.
"Kalian itu sweet banget lho.. dari pertama ketemu di sini sudah segitu mesranya, tapi nggak mau ngaku kalau suka. Buat kami kalian itu seperti remaja," kata Mischa setengah takut Alana akan marah. Tapi melihat senyuman Alana yang semakin lebar, Mischa lebih berani, "Kak El itu juga perhatian banget, tapi tetap kelihatan adem-adem aja, jadinya kan kita penasaran."
"Nggak usah penasaran, nggak penting," kata Alana, kembali ke kopernya. Mengambil lagi pakaian yang sudah ia atur dan memilah lagi, menyortir lagi, entah untuk ke berapa kalinya.
"Berapa lama di sana, Kak?" tanya Mischa sambil membantu Alana melipat pakaian yang tampaknya sudah pasti akan dibawa.
"Mungkin sekitar dua minggu, kenapa?"
"Setelah itu balik ke sini?"
"Iya lah, memangnya mau ke mana lagi?"
"Ikut Kak El balik ke tanah air," jawab Mischa. Dia punya firasat kalau Alana akan ikut El kembali pulang. Alana hanya tertawa kecil.
"Tiketku sih balik ke sini, tapi nggak tahu kalau El kasih aku tiket baru buat pulang sama dia," jawab Alana berteka-teki. Mischa masih terus menebak-nebak apa yang diinginkan Alana sebenarnya. Tapi sampai Alana berangkat, ia tak dapatkan jawabannya.
Tiba di Swedia, El sendiri yang menjemput Alana. Alana sendiri sudah bersikeras untuk tidak dijemput, toh dia sudah beberapa kali mengunjungi Swedia untuk risetnya, tapi El juga bersikeras untuk menjemputnya.
Tidak seperti pasangan lain yang berpelukan dan berciuman ketika bertemu, mereka seperti dua orang rekan kerja yang setiap hari bertemu. Alana hanya tersenyum, begitu pula El. El meraih koper Alana dan melangkah ke arah mobilnya. Tidak ada pelukan, ciuman, bahkan gandengan tangan. Alana yang sebenarnya sedikit mengharapkan pelukan hangat, sepertinya kecewa.
"Kamu nggak kangen sama aku ya, El?" tanya Alana. El tetap saja melangkah ke arah mobil. Alana agak dongkol. Alana tidak tahu kalau El menahan senyumnya.
Sampai di mobil, El memasukkan koper Alana ke bagasi dan membukakan pintu untuk Alana. Setelah Alana masuk, El cepat-cepat ke kursi kemudi dan menutup pintunya. Tanpa Alana sadari, El segera meraih wajah Alana dan menciumnya. Alana yang semula terkejut, segera menyesuaikan diri dan menikmatinya. Ternyata ini yang diinginkan El. Alana tak jadi kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss Next Door
RomanceCerita seorang gadis yang ternyata tinggal berdekatan dengan atasannya, seorang duda tampan. Kehidupan si gadis menjadi berbeda, begitu pula si duda muda ini. Akankah kisah mereka menjadi lebih berwarna?