Semakin tidak terduga

410 52 5
                                    

Setelah mengambil jas, Al dan El menikmati jalan-jalan di Amsterdam. Mereka mengunjungi pusat perbelanjaan yang ternyata cukup ramai menjelang liburan ini. Akhir tahun cukup banyak program diskon dan sale, jadi banyak juga yang tertarik. Barang-barang yang mereka beli sempat ditinggal di mobil jadi mereka bebas berjalan, sambil makan fillet ikan goreng, atau bergandengan tangan. Ternyata Alana bisa juga jadi remaja kasmaran, meskipun usia remaja sudah lama ia tinggalkan. El yang biasanya tampak cuek juga lebih perhatian pada Alana. El memang bukan cowok romantis seperti Kristof, tapi entah kenapa Alana malah lebih nyaman bersamanya. 

Kali ini El ingin membeli baju hangat dan Alana dengan semangat mencarikannya. Alana memilihkan motif yang menarik, warna yang mencolok, dan bahan yang nyaman. 

"Seleramu outstanding begini ya?" tanya El melihat baju-baju pilihan Alana. Alana mengangguk bersemangat. 

"Kulitmu terang, badanmu bagus, mukamu nggak jelek, pakai baju apa saja bagus, apalagi yang kaya gini," jawab Alana menjelaskan. Ia bahkan menempelkan baju-baju itu bergantian di depan tubuh El untuk ia lihat. Semuanya cocok. Akhirnya mereka tidak hanya beli satu, tapi tiga. Tampaknya strategi El tinggal di pondokan murah milik Alana tidak banyak berarti karena uang yang ia sisihkan akhirnya malah habis untuk belanja pakaian. Tapi bukan El jika tanpa persiapan. Tabungannya bahkan bersisa cukup banyak meski dipakai juga untuk membiayai orang tuanya berlibur mengunjunginya. Namun El tidak tahu kalau sebenarnya orang tuanya berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini. 

"Ayah, itu El bukan ya? Sedang apa dia di Amsterdam?" kata Mama El pada suaminya. Ayah El juga jadi tertarik mengawasi interaksi laki-laki dan perempuan muda tak jauh dari tempat mereka memilih pakaian. Bukan Ayah El kalau tidak bisa mengenali putranya sendiri. Ayah El membimbing Mama berjalan mendekat dan mereka terkejut melihat interaksi El yang tidak biasa dengan seorang gadis. El memeluk dan mengusap kepala gadis itu, seolah refleks saja, sudah biasa. Tak tahan dengan rasa penasaran, Mama El menepuk bahu El. El menoleh dan terkejut. Begitu pula gadis di sampingnya. Begitu pula Mama dan Ayah El. 

"Mama?" kata El terkejut. 

"Tante?" Alana juga terkejut, hampir bersamaan dengan El. 

"Alana?" kini Mama El yang terkejut melihat ternyata Alana yang bersama El. 

Mereka memutuskan duduk di kedai kopi tak jauh dari pusat perbelanjaan itu. Dan jadilah El diinterogerasi Mamanya. 

"El bilang tinggal di Rotterdam, kok ada di sini?" tanya Mama El. 

"Lagi belanja aja, Ma, nanti juga balik Rotterdam," jawab El ogah-ogahan. "Mama juga kenapa sudah sampai sini? Kan El bilang liburannya masih dua minggu lagi," protes El. Gantian Mamanya yang salah tingkah. 

"Ayahmu yang ajak Mama ke sini lebih awal, katanya Ayah punya firasat kamu nakal di sini, jadi ya mau inspeksi mendadak," kata Mama dengan gaya yang lucu, apalagi sambil pasang muka dibuat-buat begitu. Alana malu-malu merasa tersindir. "Alana juga kebetulan sedang di Amsterdam?" tanya Mama El beralih ke Alana. 

"Alana kan sekolah di sini," sela El menjawab. 

"Kamu ambil post-doc di sini?" tanya Ayah El cepat-cepat. Beliau suka sekali orang yang mau sekolah tinggi. 

"Iya Om, di Erasmus juga tapi sebenarnya sudah lama selesai. Alana magang mengajar sambil melanjutkan riset, ini juga pas jalan-jalan aja ke sini," jawab Alana. Ia baru sadar kalau ternyata bertemu Ayah dan Mama El setelah jadi pacar El terasa berbeda dibandingkan sebelumnya. 

"Lho, workshop-nya El juga di Erasmus kan?" tanya Ayah El mulai menyelidik, sementara El cuma mengangguk. "Kamu bisa sering ketemu Alana dong di kampus." 

The Boss Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang