30 (FB)

501 30 2
                                    

***

30. Flashback! PUTERI WHITENIES 1


***

Semenjak hari itu Anzea lebih sering bertemu dengan Azura. Meski tanpa sepengatahuan dari keluarga nya. Anzea selalu menyempatkan waktu agar bisa beremu dengan Azura.

***

Pada waktu itu adalah pertengahan bulan, bulan Juli. Malam yang kelam ini dipenuhi cahaya bintang yang saling bersaing untuk memperlihatkan siapa yang paling cerah. Tidak lupa hadirnya benda bulat cerah yang menggantung di langit itu sangat menghiasai gelapnya malam.

Bisingnya suara jangkrik tak membuat tatapan Anzea goyah pada benda berbentuk bulat yang disebut bulan itu.

"Aku masih percaya Tuhan."

"Aku bermimpi bahwa bulan itu aku. Dan bintang-bintang itu pengikutku. Lalu matahari siang hari itu adalah orang yang akan menjadi kekasihku,"

"Aku menganggap hal ini nyata. Namun ada hal yang membuatku kecewa. Matahari itu memilih benda lain selain bulan. Aku mengerti,"

"Satu lagi yang membuat ku sakit hati. Mengapa matahari itu berusaha menghancurkan bintang-bintangnya?" gadis berusia sepuluh tahun itu menengadah. Melihat gelapnya langit malam berhias bintang dan bulan. Tangan kanannya ia ulurkan serasa sperti ingin menggapai bintang. Secara tak sadar sudut matanya mengembun, meneteskan kristal bening nan cait itu. Dia tak mengerti terhadap mas depannya, bahkan bahkan tak pernah sekalipun Anzea berfikir bahwa masa depannya akan terjadi seperti dalam mimpinya.

Mulutnya terkatup rapat dan bergetar. Getaran dalam dadanya semakin menjadi saat mengingat mimpi masa depannya benar-benar hancur. Itu seakan nyata.

Melihat sahabat barunya bersedih seperti itu Azura berkata dengan niat berusaha untuk menghibur Anzea. Hingga gadis itu berucap dengan panjang lebar,
"Jika memang begitu kamu gak usah mau jadi bulan. Sakitnya dikecewakan itu sungguh mengena pada hati mu. Menurutku, yang perlu kamu lakukan adalah menjadi sesuatu yang berharga bagi semua orang. Tapi itu juga tergantung kamu. Antara kamu memilih perasaan pribadi atau memilih orang yang kamu sayangi. Matahari gak hanya satu. Masih banyak matahari yang belum kamu ketahui dan sinarnya melebihi matahari yang saat ini kau ketahui"

Azura menghela nafasnya dengan kasar melirik Anzea yang kini sama-sama berbaring di atas padang rumput hijau yang luas. "Aku juga masih percaya Tuhan!"

Malam itu Anzea menceritakan kisah mimpinya yang selalu sama. Malam itu juga Anzea dan Azura berbagi kisah tentang latar belakang masing-masing. Kehidupan Azura bagaimana. Dan masih banyak lainnya.

***
Lima tahun telah berlalu. Anzea juga Azura semakin dekat. Kini umur mereka telah mencapai lima belas tahun. kedekatan nya itu sudah diketahui oleh semua klan iblis kuno.

Namun, "Kita mungkin tidak dapat selalu bertemu." ucapan Anzea seminggu lalu masih terbenam dalam pikiran Azura. Dan Azura merasa kesepian.

Seminggu ini juga Anzea jarang menemuinya di hutan ini. Kawasan hutan yang telah diklaim milik Anzea-Azura ini disebut hutan Zeaazu. Sebenarnya tidak luas hanya hutan sebagian dari hutan milik kekeuasaan klan kuno. Namun, yang di maksud milik Anzea-Azura adalah Kawasan Zeazu ini telah hak milik mereka berdua. Tanpa berdiri di belakang kerjaan mana pun. Dan siapapun orang tidak dapat masuk sembarangan pada kawasan Zeazu. Hanya orang-orang tertentu yang dapat masuk. Serta orang yang memang telah dapat persetujuan dari Anzea juga Azura. Kawasan Zeazu juga telah Anzea terapkan sihir sesuai dimana batasan- batasan-batasan Zeazu.

Dan untuk pertama kalinya dari saat mengenal Anzea. Azura melihat langit malam yang dihiasi bulan serta bintang, sendiri.

Hatinya merasa kosong. Ada sesuatu yang secara tak sadar bahwa Azura tak rela yang pernah menjadi 'miliknya' harus di miliki orang lain.

Seminggu terakhir ini, kekhawatiran melanda hatinya. Memang, Anzea juga tidak selalu setiap hari datang ke Zeazu. Tapi setidaknya mereka berdua selalu berencana untuk bertemu.

Tapi seminggu setelah Anzea mengatakan kata-kata itu. Anzea hilang bak ditelan bumi. Tak ada kabar. Tak ada pemberitahuan sebelumnya bahwa Anzea tidak bisa datang.

Sunyi.

Begitulah yang Azura rasakan. Hiasan di langit malam tampak biasa saat tidak ada Anzea disisinya. Suasananya tampak berbeda dan memang berpengaruh dengan ada dan tiadanya Anzea.

~~~~anzea ~~~~
∆=∆

Di kerajaan Hilmingtone, kerajaan iblis kuno ini tengah dalam suasana hati yang menegangkan.

Di tengah banyaknya kerumunan seorang gadis berdiri setengah kaki.

Dan di sisi kerumunan saling berbisik.

Dibandingkan dengan ekspresi semua orang yang hadir. Satu-satunya ekspresi yang paling dominan adalah seseorang yang kini tengah duduk di kursi yang lebih tinggi dari yang lain. Matanya cukup tajam saat melihat gadis itu. Seseorang disampingnya menggenggam erat tangannya. Dengan melalui tangannya ia mencoba menekan amarahnya.

Dengan masih tatapan tajam nya dia melirik ke arah samping kanannya, hanya untuk melihat seorang wanita berkepala empat namun terlihat awet muda.

Sesaat kemudian kedua matanya tertutup sekilas terbuka dan menghela nafas, "Anzea, kamu tahu apa yang saya maksud!?"

Suara yang menggema itu terdengar di seluruh orang yang hadir di aula Kerajaan Hilmingtone. Yang semula berbisik kini terdiam secara refleks.

"Ya, Ayahanda" jawab Anzea masih menunduk.

"Jangan memanggil ku seperti itu putri Whitenies!" Whitenies adalah gelar bagi Anzea Jesincsver. Karena pada hari kelahirannya peramal mengatakan

'Putri yang mulia, diberkati dengan kesucian yang diartikan dengan warna putih. Jiwa putri anda menandakan kebersihan yang sama diartikan dengan putih. Saya memberi gelar putri Anda, Whitenies!"

'Tapi di masa depan entah apa yang akan terjadi yang Mulia."

Kalimat terakhir yang terngiang di benaknya hampir membuat sang Raja Hilmingtone sakit parah. Dalam kalimat tersebut terdapat beberapa ganjalan menurutnya.

Tapi itu bukan masalahnya, masalahnya adalah gadis yang tengah setengah duduk di tengah kerumunan.

Anzea menegang, jika ucapan ayahnya seperti itu maka itu menandakan bahwa sang ayah telah marah dan sampai pada puncaknya. Meski nada suaranya tidak tinggi namun kekuatan yang dialirkan pada suara itu membuat Anzea tertekan.

Anzea mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. Dengan mata polosnya dia menatap sang raja yang matanya hampir keluar.

Hingga mata polosnya berubah dengan ekspresi yang mengejutkan jiwa dan raga nya, "Jika Kamu tidak menurut saya bisa saja menghancurkannya"

Tentu dirinya tahu apa yang dimaksud sang ayahanda. 'Menghancurkan' bisa saja membasmi yang lima tahun ini berhubungan dengannya. Azura dan Zeazu.

Benih-benih kebencian dan ke-tidak terimaannya tertanam dalam sanubari. Bagaimana ayahnya yang selalu menyayangi nya kini berubah?

~~~~anzea~~~~
∆=∆

Oh yang terakhir happy 🥳 8k pembaca!"

Annaliza's Secret (End+ Revisi Berjalan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang