Hi ...
Kuy, vote dulu sebelum baca⭐
Warning!!!! 🔞
Happy & enjoy reading 💜
💜
"Duduk dulu boleh, A?" tanya Rafa hati-hati masih canggung. "Saya capek!" lanjut Rafa dalam hati.
"Iya, boleh," jawab lelaki yang baru Rafa ketahui namanya A Abim, salah satu santri senior di sini.
Hari ini, Rafa mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh A Abim. Walau dia santri, bukan berarti semua kegiatan yang diikuti Rafa semua tentang pengajian, yah! Tidak semudah itu menjadi santri di daerah pedesaan, pemirsa!
Jam 3 subuh, Rafa sudah dibangunkan untuk ke mesjid sampai jam 7 pagi. Tidak usah dijelaskan bukan, melakukan apa saja Rafa di mesjid? Pasti tahu, kan?
Setelah sarapan, A Abim langsung mengajaknya ke sawah. Iya, sawah tempat orang menanam padi bukan tempat belanja. Sangat terlalu kebetulan, Rafa datang ke sini disaat sedang musim menanam padi. Paling sangat kebetulan, mesin yang biasa dipakai untuk membajak sawah sedang rusak. Jadi, para santri membajak sawah dengan mencangkul termasuk Rafa.
Dulu, saat ke sini Rafa memang sering juga membantu urusan kebun Abah. Tapi, tidak mencangkul juga seperti ini! Rafa tahu, ini pasti disengaja dan bisa disebut bentuk ujian untuk mendapatkan restu.
Tidak apa lah, hari ini pinggangnya sakit, lututnya ngilu, jari-jari kakinya terluka, tangannya kasar, bajunya kotor, tidak boleh menemui Elvan dan momi-nya selama seminggu. Rafa menganggap ini sebagai perjuangan lelaki sejati. Bukan begitu?
"Aw, sakit!" pekik Rafa tidak sadar saat mau berdiri. Ini baru hari kedua, tapi pinggangnya sudah sesakit ini. Apa kabar jika seminggu? Mungkin, Rafa sudah mengesot tidak mampu berjalan lagi.
"Gak papa, Kang?" A Abim bertanya khawatir, beberapa santri yang kebetulan ikut istirahat di sana juga melihat penasaran.
Rasanya, ingin sekali Rafa berkata "Pinggang saya sakit!" Tapi, gengsi sekali. Bisa-bisa image lelaki sejatinya hilang.
"Gak papa, A. Saya cuman kram barusan."
"Ya udah, ayo jalan lagi Kang, ini udah sore!" ajak A Abim yang rasanya mau Rafa tolak saja karena masih lelah tapi gengsi lagi. Akhirnya, Rafa hanya mengangguk dan mengikuti langkah A Abim dan santri lainnya dari belakang.
Baru 15 menit berjalan, langkah mereka kembali terhenti oleh seruan beberapa ibu-ibu yang selalu nongkrong di warung gorengan bi Icih. Seperti biasa, Rafa bisa menduga akan terjadi hal apa.
"Kang Rafa, udah pulang?" tanya seorang Ibu, eh ... apa wanita muda, yah?
"Mampir dulu sini, A? Ayo, Ati traktir gorengan sama kopi, mau?"
"Gimana Kang, sudah ingat nomer ponselnya? Boleh saya minta?"
"Ayo A, nanti malam main ke rumah Ibu. Anak Ibu nanti malam sudah pulang!"
"A, ke rumah saya aja. Kebetulan, suami saya lagi ke luar kota!"
"A, saya mah kosong atuh cuman saya sendiri rumahnya!"
"Permisi Ibu-ibu, sudah sore mau pulang dulu, ditunggu Abah!" A Abim seperti biasa langsung menyela obrolan ngawur ibu-ibu itu.
Tanpa A Abim, Rafa tidak tahu bagaimana nasib dirinya. A Abim selalu menjadi pahlawan yang menyelematkan dari serangan ibu-ibu kurang belaian ini.
Godaan seperti ini, selalu Rafa terima dari kemarin saat dirinya keluar dari pondok pesantren. Ibu-ibu ini tidak kalah bahayanya dari ibu-ibu di kota. Rafa jadi seram sendiri, bagaimana nasibnya jika keluar sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Dad! I'm Your Son (HIATUS)
RomanceCover by pinterest Rafa Arya Prasetio adalah tife cowok kolot di zaman yang serba canggih ini. Dia itu hidupnya terlalu lurus, hanya dihabiskan untuk bekerja dan keluarga. Percaya gak, jika dia belum pernah pacaran di usia 28 tahun ini? tapi dia sud...