Hi, ada yang kangen? Wkwk
Don't copy & silent reader's 🙂
Kuy, vote dulu sebelum baca ⭐
Happy & enjoy reading 💜
💜
Saat kamu berjalan di terowongan gelap, apakah kamu yakin jalan itu selamanya akan terus gelap?
Begitupun, saat kamu berjalan di jalan terang penuh cahaya, apakah kamu sudah yakin jalan kamu selamanya akan selalu terang?
Tidak! Percayalah, diujung jalan yang kamu lewati pasti akan selalu ada akhirnya. Tidak selamanya gelap, percayalah diujung kegelapan ini pasti ada cahaya. Bukannya, dunia ini masih berputar?
Felisa sekarang ini merasa kebalikannya, akhir-akhir ini dia merasa jalannya terasa penuh cahaya, setelah selama ini kegelapan selalu menghantui hidupnya. Baru saja bernapas lega, bahkan nyaris terlena akan ketenangan ini. Tapi, ternyata kehidupan memang seperti roda yang berputar. Nyatanya, kehidupan dalam fase ini harus berakhir dan kembali berjalan ke dalam fase kegelapan.
"Kamu kenapa sih, dari semalam murung terus?" tanya Rafa yang sudah mendudukan dirinya di samping Felisa di sofa.
Felisa melirik Elvan yang baru saja tidur, padahal ini masih jam 10 pagi. Mungkin, ini efek obat juga. Biarlah, anak itu istirahat karena nanti sore mereka akan pulang dan kemungkinan Elvan akan berubah aktif lagi di rumah.
"Dari semalam pulang dari taman kamu aneh, tiba-tiba jadi banyak melamun." Rafa menepuk pundak Felisa yang kembali membuat wanita fokus ke arahnya lagi.
Felisa sekali lagi memperhatikan Rafa, meyakinkan dirinya apakah harus menceritakan kejadian semalam ke Rafa atau tidak. Sekali lagi, menghela napas berat. Memang lebih baik Rafa harus tahu, karena bagaimanapun dia mungkin akan terlibat suatu hari nanti.
"Semalam, aku ketemu Om dari pihak Ibu. Dia itu kakak pertama Ibu." Felisa menarik napas pelan, seketika semua kenangan buruk itu kembali berputar di kepalanya.
"Anak pembawa sial!"
"Seharusnya, kamu gak lahir!"
"Seandainya, kamu gak lahir mungkin kehidupan Ibu kamu akan baik-baik saja! Keluarga ini tidak harus tercerai berai seperti ini!"
"Mereka dulu buang aku, anggap aku anak pembawa sial." Felisa terkekeh, tapi nyatanya hatinya terluka. "Tapi sekarang, sudah sebulan ini mereka merongrong aku buat datang ke sana. Lucu banget!"
Rafa tidak berkata apapun, selain dia belum tahu permasalahan apa dan Rafa pikir Felisa hanya butuh untuk didengarkan. Rafa hanya menggenggam tangan Felisa, memberitahu pada wanita itu bahwa dia ada di sini.
"Aku harus datang gak sih, ke sana? Dateng nemuin orang-orang yang jelas udah buang aku?" Felisa menatap Rafa penuh permohonan.
"Hati kamu bilang mau datang apa enggak? Kalau itu berat buat kamu dan buka luka kamu, lebih baik jangan. Tapi jika kamu memang mau pergi, mau aku temani?"
Rafa pernah mendengar sedikit cerita tentang keluarga pihak ibu Felisa saat waktu itu. Rafa hanya tahu garis besarnya, jika keluarga dari pihak ibunya tidak pernah setuju atas pernikahan ini, menentang keras perpindahan agama Ibu Felisa, menyalahkan pihak pesantren atas kematiannya serta tidak pernah menerima kehadiran Felisa di keluarga itu.
Rafa tidak mencoba bertanya karena dia sangat menghargai Felisa dalam hal privasi.
"Gak tahu. Tapi kalaupun pergi, aku lebih baik sendiri ... enggak!" Felisa menyimpan telunjuk di atas bibir Rafa, menghentikan apapun protesan Rafa. "Kehadiran aku aja belum diterima oleh mereka, apalagi kamu. Aku titip Elvan aja, aku gak akan lama kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Dad! I'm Your Son (HIATUS)
RomanceCover by pinterest Rafa Arya Prasetio adalah tife cowok kolot di zaman yang serba canggih ini. Dia itu hidupnya terlalu lurus, hanya dihabiskan untuk bekerja dan keluarga. Percaya gak, jika dia belum pernah pacaran di usia 28 tahun ini? tapi dia sud...