24. Menikah?

4.2K 371 32
                                    


Hi,
Aku kemarin udah ketik 3000k lebih, terus gak kesave karena mati lampu langsung gak ada sinyal. Sudah tahu kan, perasaan aku bagaimana? Jelas kesal karena harus ketik ulang! 😭


Happy & enjoy reading 💜





💜








Rafa berdiri gusar sembari menempelkan ponsel di telinga, menunggu panggilannya diangkat.

"Hallo, Assalamualaikum."
  


Deg


Mendengar panggilannya terjawab oleh wanita yang sangat ia sayangi, membuat Rafa semakin bingung dan merasa bersalah.

"Hallo Raf, kamu masih ada di sana?"
teriak Mama karena Rafa masih terdiam.

"Iy-a Ma, Rafa di sini." Rafa semakin menelan ludah gugup, bingung harus memulai dari mana.

"Gimana kerjaan kamu di sana? Kapan pulang?" tanya Mama yang memang tahunya Rafa sedang ada kerjaan di luar kota, Alexa yang bekerjasama menyampaikan ini ke Mama.

"Ma ...." Rafa bukan lelaki cengeng, tapi sungguh kali ini suaranya sudah bergetar. "Maafin Rafa, Rafa ... salah. Maafin Kakak, Ma ....!"

"Kamu kenapa, Kak? Kamu dipecat dari kantor?"

Rafa terdiam, sangat bingung harus mengatakan apa. Rafa menjambak rambut frustrasi. Seharusnya tidak begini! Seharusnya, dia bisa memberitahu orangtuanya dengan situasi dan kondisi yang lebih baik.

Rafa sudah berencana setelah pulang dari sini, akan langsung menemui keluarganya dengan membawa Felisa dan Elvan untul meminta maaf dan restu. Tapi kali ini, semua rencana itu terpaksa berantakan.

Rafa tahu, orangtuanya pasti tidak bisa menerima ini semua dengan keadaan baik-baik saja. Berita tentang dirinya yang sudah mempunyai anak sebelum menikah seusia Cio, itu sudah kesalahan besar yang sulit untuk bisa mereka terima. Sekarang, Rafa harus memberitahu mereka, jika ia akan menikah dan menyuruh mereka ke sini.

"Kak, kenapa? Jangan buat Mama khawatir, Kak!" Suara lembut Mama, semakin membuat Rafa menjadi anak durhaka. Bagaimana bisa, dia harus kembali membuat luka yang sama di keluarganya?

"Mama, Papa, Rama dan keluarga Alexa bisa ke tempat Rafa sekarang?" Rafa menelan ludah gugup. "Rafa akan menikah besok. Bisa kan, kalian ke sini?"

"Kamu bilang apa?" Suara Mama terdengar gusar. "Jangan bercanda deh, Kak. Ini Mama, lagi buat kue!"

"Kakak serius." Rafa menjawab lemah, netranya semakin gusar. "Hari ini, kalian bisa datang ke sini, kan?" Besok Kakak mau nikah, Ma."

"Raf?"

"Nanti pas ketemu, Kakak janji akan jelaskan semuanya. Bisa kan, Ma?" Rafa tidak tahu, apa dirinya masih pantas untuk memohon seperti ini?

"Baik!" Suara Mama jelas terdengar kalut dan bergetar. "Kita akan datang ke sana. Kamu kirim alamatnya! Mama tunggu penjelasan yang gak masuk akal ini!"

Sebelum Rafa menjawab, sambungan telepon sudah terputus. Mungkin, Mama masih syok dan mulai memberitahu semuanya. Mereka mungkin masih memutuskan apa memang harus datang atau tidak. Rafa sudah bisa merasakan bagaimana kecewa, kalut mereka saat ini.

Seandainya, semalam Rafa lebih bisa menahan diri lagi. Seandainya, Rafa tidak kehilangan akal saat mencium Felisa di pinggir sawah. Sekali lagi, seandainya tadi pagi dia bisa bangun lebih pagi dan kembali diam-diam keluar dari kamar Felisa dan Elvan, tidak kesiangan dan kepergok oleh salah satu ibu Felisa dan membuat kehebohan satu pesantren.

Hi Dad! I'm Your Son (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang