Di bangku rumah sakit, Eunseo masih setia di samping Bona. Menyediakan pundaknya untuk Bona. Bona menjadi sedikit tenang karena Eunseo.
Tadinya Bona bingung harus menghubungi siapa untuk menemaninya karena ayahnya masih sibuk dengan urusan pekerjaan. Dayoung yang selalu ada untuknya harus menggantikannya untuk rapat project barunya karena ia masih cuti. Sedangkan adiknya sekarang masih di Shanghai. Tidak mungkin Bona meminta kepala pelayan karena dia harus bekerja di rumah. Jadi orang yang bisa dihubungi Bona saat itu hanyalah 'Juyeon' tunangannya.
Eunseo merasa kasihan dengan keadaan Bona saat ini. Hidung memerah, rambut berantakan dan tidak ada senyum di wajahnya. Tangan kanan Eunseo mencoba merapikan rambut Bona.
Bona yang bersandar di pundak kirinya lantas menegakkan tubuhnya. Eunseo yang bingung pun menghentikan tangannya.
"Maaf, aku terlalu emosional." Ucap Bona menundukkan kepalanya.
Melihat Bona yang tertunduk, Eunseo kemudian memegang pundak Bona dengan kedua tangannya. Lalu ia mengarahkan Bona untuk menghadapnya. Merasakan tarikan ke samping, Bona mendongakkan kepalanya.
"Menangislah saat kau ingin menangis. Ibuku pernah mengatakan itu kepadaku ketika aku terjatuh dari sepeda. Jadi, tidak perlu memaksa kuat jika kau sebenarnya kesakitan. Tuhan menciptakan air mata itu untuk melindungi matamu. Jika kau menahan air matamu, matamu bisa kering dan itu bisa membuatnya sakit. Nanti kau bisa dibawa ke rumah sakit, itu tidak bagus. Dan jika matamu sakit, kau bisa menjadi buta. Jika kau buta, kau tidak bisa melihat dunia. Masih banyak keindahan di dunia ini. Apa kau tidak ingin melihatnya? Misalnya melihatku?"
Bona yang awalnya serius mendengar ucapan Eunseo seketika memukul pelan tangan Eunseo yang menahan pundaknya hingga terlepas lalu kembali menghadap ke depan.
"Tidak lucu. Untuk apa aku harus melihatmu?" Ejek Bona sambil mengalihkan pandangannya membelakangi Eunseo. Senyum samar nampak di sudut bibir Bona.
"Aku tidak sedang bercanda, aku serius. Jadi, menangislah agar matamu tetap sehat. Aku tidak ingin kau buta. Jika kau buta, kau tidak akan bisa melihat wajah indahku."
Bona menoleh dengan senyum mengejeknya, "Kau terlalu percaya diri, Juyeon-ssi."
"Aku tidak berbohong, Bona-ssi. Itu memang fakta. Tuhan menciptakan wajahku sebagai salah satu keindahan-Nya yang hakiki. Seharusnya kau bersyukur bisa melihat wajahku sekarang." Ujar Eunseo dengan nada meyakinkan.
"Kau... Kau memang terlalu percaya diri. Apa kau kelebihan gula hari ini?"
"Tidak. Aku bahkan tidak makan gula hari ini." Jawab Eunseo dengan wajah polosnya seakan-akan semua yang ia katakan adalah sebuah kejujuran.
Bona tertawa pelan sejenak atas jawaban Eunseo. "Kau berbohong."
"Tidak, aku tidak berbohong."
"Kau berbohong."
"Tidak."
Bona lantas mendekat membuat Eunseo memundurkan sedikit tubuhnya. Namun ternyata Bona hanya ingin mengarahkan tangan kanannya menyentuh dagu Eunseo.
"Lihat! Ini seperti remahan biskuit." Bona menunjukkan sesuatu yang ia dapat dari dagu Eunseo. Sedangkan Eunseo masih menahan napasnya.
Eunseo memang memakan biskuit dan beberapa camilan lain. Karena merasa lapar, Eunseo hendak membeli makanan bersama Hyunjung sebelum ke kantor ayahnya, namun tidak jadi dan hanya membeli beberapa camilan untuk di makan di perjalanan menuju kantor.
"Baiklah, aku berbohong." Setelah dapat mengatur napasnya, Eunseo mengakui perbuatannya. "Tapi aku tidak berbohong jika aku ingin kau tersenyum seperti ini." Lanjut Eunseo sambil memamerkan senyum menawannya.