a star that has regained its light⭐
.
"Pet, jendelanya gapapa dibuka? Kalo ada maling nanti gimana?" Tanya Barga sembari menyiapkan tempat tidur.
"Diluar rame kok kak, bentar lagi bapak-bapak ronda pasti lewat sini." Ucap Petra didepan jendela.
Tak berselang lama terdengar suara tawaan bapak-bapak, dari jauh juga Barga lihat terang cahaya obor.
"Oi bapak-bapak!" Sapa Petra dari jendela sembari melambai.
"Ini nih si Petra! Kenapa gak ikut ronda?" Sahut salah seorang bapak.
Petra menggeleng, "Pepet libur dulu ya malam ini, pak. Ada tamu dirumah jadi Pepet harus jagain."
Mendengar Petra mengobrol, Barga jadi tertarik keluar. Baru saja nongol Barga jadi pusat perhatian disana.
"Eh akang ganteng, ngapain nyempil di rumah Pepet?" Tanya Ucup, temannya Petra.
"Kalo nyempilnya dirumah Ucup, berarti kakak ini tamunya Ucup." Kata Petra lagi.
Sementara Barga hanya tersenyum lalu mengelus rambut Petra.
"Yaudah kalo gitu, kita ngeronda dulu. Dadahh akang ganteng." Ucap Ucup sembari melambai kepada Barga.
Rombongan itu kemudian pergi, meninggalkan Barga dan Petra. Setelahnya Petra langsung berlari ke kasur dan menarik selimutnya, "selamat malam kak." Setelahnya bocah itu langsung terlelap.
Barga hanya geleng-geleng kepala, ia lalu membaringkan tubuhnya di kasur, menghembus napas berat kemudian tersenyum.
Malam itu Barga berpikir, disini ia merasa aman dan nyaman, kenapa tidak dari dulu ia tinggal dan menetap disini. Rasanya tinggal sebagai orang biasa membuatnya tidak terbelenggu segala hal.
Tapi didalam lubuk hatinya ia merindukan rumah, merindukan ibu juga sahabat-sahabatnya. Ia ingin pulang, ingin menjalani hidup dengan semestinya dan tidak perlu bersembunyi dari apapun.
Semakin malam Barga semakin overthinking, ia menghadap ke timur dan berhadapan langsung dengan jendela. Udara disini cukup sejuk tapi tidak begitu dingin, semilir anginnya membuat suasana hati Barga semakin sedih.
"Bu, Barga kangen." Lirihnya nyaris tak bersuara, air matanya juga perlahan turun.
Barga menangis tanpa suara malam itu karena takut mengganggu Petra yang tidur disebelahnya. Namun Petra disebelahnya sejak tadi terbangun, ia mendengar dengan samar suara tangisan, seperti tangis yang ditahan.
Petra lalu duduk, ia lihat Barga yang berusaha keras menahan isakkannya. Petra lalu menyentuh pundak Barga, Barga pun langsung terkejut. "Kak, kakak kenapa nangis?"
Barga langsung terperanjat, ia langsung mengusap wajahnya yang banjir air mata dan keringat. "Maaf, kakak bangunin Petra, kakak gapapa kok."
"Bohong! Kakak pasti ada masalah. Pepet pernah nangis begitu dimalam ayah bunda meninggal, rasanya sesak banget." Petra menggosok punggung Barga untuk menenangkannya.
"Kakak gapapa, cuma kepikiran sesuatu aja." Barga berusaha tersenyum.
"Kakak udah Pepet anggap sebagai keluarga. Kakak bisa ceritakan masalah kakak, jangan dipendam sendiri." Ujar Petra meyakinkan.
Barga lalu menyentuh puncak kepala Petra, "Petra udah kakak anggap sebagai adik kesayangan, kakak masih belum bisa ceritakan masalah kakak sekarang, Petra masih terlalu kecil."
"Yaudah kalo gitu, kalo kakak gak mau ceritain. Tapi janji jangan sedih lagi ya.. Pepet gak suka liat orang sedih." Petra mengacungkan kelingkingnya pada Barga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLOUS [END]
FanfictionWarning!🔞 (CERITA BELUM DIREVISI) Barga, mengukir prestasi gemilang diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Suara khas miliknya menjadikan pemuda tampan ini primadona diberbagai kalangan. Sepintas hidupnya terlihat bahagia seperti alur cerit...