The star dims⭐.
Mata Barga mengerjap saat Sang raja siang memancarkan sinarnya. Jam setengah tujuh, tubuh kekar itu akhirnya terbangun.
"Sat..Lo dimana?" Ceracau nya masih setengah sadar.
Barga kemudian duduk, mengusap-usap matanya dan melihat sekeliling. Terakhir yang ia ingat, ia tengah berada didalam mobil bersama sahabat juga senior kampus, kak Rasya. Tak terasa hari bergulir lagi.
"Udah bangun?" Ujar Yura dari balik pintu.
"Mungkin udah, karena Barga ga pernah tidur sambil melek." Curcol nya.
"Ga lucu." Yura pura-pura jutek.
"Hahaha, lagian ibu nanya nya ga logis," Barga menghampiri ibunya, bersimpuh dan memeluk ibunya yang tak pernah lepas dari kursi rodanya.
Kemudian Yura mengelus rambut putranya, sentuhan yang menerbangkan aroma lembut dari rambut halusnya.
"Maaf ya Bu, Barga belum kasi kebahagiaan untuk ibu." Barga menyentuh kursi roda ibunya.
"Nak, apanya yang belum bahagia? Ibu sangat bahagia, apalagi bersama dengan putra ibu ini. Apa mungkin karena kondisi fisik ibu seperti ini Barga merasa kalo kebahagiaan ibu belum cukup?" Yura menggenggam tangan putranya.
Barga menunduk, memang seperti itulah yang ia pikirkan sekarang. "Barga bakal usaha untuk nyembuhin ibu, Barga sebenarnya ga tegaan liat ibu bergantung pada kursi roda."
Yura dengan cepat menggeleng, "ibu udah terbiasa, dan ibu udah bahagia dengan semua pencapaian Barga, cukup lakukan apa yang menurut Barga benar, dan...tetap semangat!" Wanita cantik itu tersenyum disertai tawaan kecil.
Lengkungan dibibir Barga melebar, beruntung rasanya memiliki seorang ibu yang pengertian, penyayang, dan begitu tabah. Musibah yang terjadi beberapa tahun lalu nampaknya tidak menggoyahkan semangat hidup wanita tersebut.
"Oiya, Bu. Satria sama Alana mana?"
"Udah pulang kemaren, Barga yang tidurnya kebablasan, udah yuk, siap-siap mau ke kampus." Jawab Yura.
Barga mengangguk, "Barga nanti pergi jam sembilan, sekarang masi males. Bentar lagi aja ya."
"Yaudah, enak nya kita ngapain nih sekarang?" Tanya Yura.
"Hm, pengen ibu nyanyiin Barga, udah lama engga." Pilih Barga.
Yura tersenyum, mengelus lagi rambut Barga yang menyandar dipahanya. Mulutnya mulai melantunkan nada yang menenangkan. Inilah Melliflous yang sebenarnya, ketika Yura bernyanyi, semua seolah terbang karena ikut merasa nyaman.
Mata Barga terkantuk-kantuk mendengarnya. Kenyamanan seperti inilah yang membuat gairahnya bangkit kembali, sampai-sampai ia mengesampingkan masalahnya.
"Lagi, Bu." Ujar Barga ketika Yura berhenti bernyanyi. Yang menghentikan rasa tenangnya.
"Sudah, nak. Saatnya berkemas, lain waktu ibu nyanyikan lagi." Balas Yura.
"Yahh.." Serunya kecewa.
Barga kemudian mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus. Tepat jam setengah sembilan, ia langsung menuju kampus.
Ketika sampai di kampus, Barga merasakan ada hal yang sedikit mengganjal. Baru masuk pintu gerbang, Barga mendengar beberapa orang membicarakan soal Alana.
Tidak, ini pasti bukan Alana sahabatnya, pasti Alana lainnya yang dibicarakan.
Mata orang-orang mulai melihat sosok Barga seperti sedang mengintimidasi, beda seperti tatapan seorang penggemar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLOUS [END]
FanfictionWarning!🔞 (CERITA BELUM DIREVISI) Barga, mengukir prestasi gemilang diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Suara khas miliknya menjadikan pemuda tampan ini primadona diberbagai kalangan. Sepintas hidupnya terlihat bahagia seperti alur cerit...