3

151 30 2
                                    

"I'm on the next level yeah, jeolttaejeok rureul jikyeo," Ningning bersenandung ria menyusuri koridor sekolah. Tak sengaja dia menubruk Hueningkai yang berjalan dari arah berlawanan. Buku-buku yang dibawa Hueningkai jadi berjatuhan.

"Eh hening, maaf ya enggak sengaja..."

Hueningkai hanya tersenyum tipis. "Huening, btw..."

"Enakan hening ah."

"Huening."

"Hening."

"Huening."

"Hening."

"Ning Yizhuo..."

"Iya maaf..."

Tiba-tiba terdengar seruan, "Ciee pagi-pagi udah pacaran aja..."

Ningning dan Hueningkai kompak menoleh.

Melihat si pemilik suara, Ningning mendecih. "Cih, Soeun. Kami gak pacaran, tau!"

Soeun tertawa kecil. "Tapi berantem mulu. Biasanya kalo suka berantem tuh tinggal nunggu waktu buat jadian aja."

"Dih, sotoy! Eh, tumbenan berangkatmu agak pagi? Biasanya juga mepet bel masuk."

Soeun menunjuk makhluk yang berdiri di belakangnya. "Aku bareng sama Jiyoon tadi. Ternyata dia 1 kompleks sama aku. Lumayan lho, jadi irit ongkos."

Jiyoon cuma senyam-senyum sambil memainkan rambut pendeknya.

"Kalian tolong jangan menghalangi jalan. Ayo cepat kalian masuk ke kelas kalian," ucap seorang siswa yang sepertinya 1 tingkat di atas keempat anak itu.

Ningning nyengir, lalu memberi jalan kepada siswa ber-nametag H. Asahi itu. "Eh maaf nih Kak Sahi. Silakan lewat..."

Asahi pun melewati keempat anak itu dengan ekspresi dingin. Ketika Asahi melewatinya, Jiyoon merasa ada aura aneh yang memancar dari Asahi.

"Itu kakak kelas cakep sih, tapi sayang kaku kayak robot," ucap Ningning.

Jiyoon menunjuk sosok Asahi yang sudah jauh. "Itu kakak kelas kita?"

"Iya. Pindahan tahun lalu, bareng Kak Daehwi. Mereka sama-sama pindahan dari SMA Asiansoul," tutur Soeun. Jiyoon kemudian ber-oh ria.

Hueningkai berdehem. "Mari rakyat 11-A ku tercinta, kita masuk ke dalam kelas sebelum ada yang menegur kita lagi untuk minggir."

Ketiga gadis menoleh. Betul, sudah ada beberapa anak yang mengantre untuk lewat.

**

"Ma Ma Ma Mamba
Woo oh-oh
Ma Ma Ma Mamba
Oh eh-o eh-o"

Minjeong baru saja kembali dari ruang cheers. Seperti Yerim, dia masih diminta untuk bertahan di klub, setidaknya sampai akhir semester 1. Baru saja Minjeong akan membuka lokernya, kunci lokernya terjatuh. Tentu saja Minjeong langsung memungutnya. Dan ketika Minjeong akan bangkit, seseorang menahan kepalanya. Minjeong terkejut ketika melihat siapa sang pelaku.

"Asahi?"

Asahi hanya menatap Minjeong dingin. "Ada pintu loker yang terbuka."

Benar, pintu loker yang terdapat nama 'Jung Sungchan' terbuka. Si pemilik loker terlihat berlari-lari dari kejauhan.

"Hei, aku baru ingat kalau aku belum mengunci pintu lokerku. Apa kalian melihat isi lokerku?" tanya Sungchan begitu sampai.

Minjeong langsung menggeleng. "Belum, kok."

"Oh, syukur deh. Tapi kalo kalian liat juga nggak ada yang aneh-aneh sih selain--"

"Selain apa?"

"Ah, bukan apa-apa. Bisa tolong minggir sedikit? Aku mau mengunci pintu lokerku."

Minjeong sedikit memberi ruang untuk Sungchan agar pemuda itu bisa mengunci pintu loker.

Terdengar suara deheman. Ketiga anak muda yang ada di tempat itu pun menoleh.

"Heeseung?" seru Minjeong.

Heeseung melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapannya menyelidik ke arah Sungchan.

Seolah mengerti, Minjeong berkata, "Tadi lunci lokerku jatuh. Waktu aku ngambil, trus aku mau berdiri lagi, Asahi bilang kalo pintu loker Sungchan kebuka. Trus Sungchan datang, bilang kalo dia lupa ngunci pintu lokernya. Udah ya, jangan marah?"

Asahi mengangguk mengiyakan. "Iya. Kebetulan aku tadi di sini. Yang Minjeong bilang bener kok."

Heeseung menghela nafas. "Oke. Maaf Minjeong kalau aku terkesan posesif. Aku cuma takut terjadi apa-apa sama kamu."

"Iya nggak apa-apa kok, Seung. Ayok kita ke kantin aja. Katanya kamu mau traktir aku?"

"Astaga, aku lupa. Ayolah!"

Heeseung dan Minjeong pun pergi meninggalkan tempat itu. Sungchan hanya terdiam terpaku menatap kepergian dua anak muda itu.

Asahi menepuk-nepuk bahu Sungchan yang lebih tinggi darinya itu sebelum ikut pergi. Dan saat itulah, Sungchan merasa bahunya mendadak dingin.

**

"Naneun alcohol-free geunde chwihae
Masin ge hanado eomneunde
Neowa isseul ttaemada irae
Nal boneun ne nunbit ttaemune
Neoneun nuneuro masineun nae champagne, nae wine
Nae tequila, margarita
Mojito with lime
Sweet mimosa, piña colada
I'm drunk in you
I'm drunk in-- alamak! Kwak Dawit!"

Hina terkejut karena dirinya hampir menubruk Dawit. Sebenarnya mereka tidak sampai bertubrukan, tapi karena terkejut Hina kehilangan keseimbangan. Untung Dawit dengan sigap menangkap tubuh Hina sebelum tubuh gadis itu benar-benar jatuh.

"E-e-eh maaf Dawit. Maaf..."

Dawit hanya tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Lain kali hati-hati. Ngomong-ngomong, tadi kamu nyebut-nyebut alkohol? Kamu mau mabok?"

"O-oh enggak... Itu aku tadi lagi nyanyi lagunya mbak-mbak TWICE. Judulnya Alcohol Free. Serius deh!"

"Oh... Kirain kamu mau mabok. Jangan lho, ya? Dosa!"

"Iya tau Wit, tau..."

Tiba-tiba Ningning dan Soeun muncul.

"Cieee ada yang pacaran..." seru Soeun.

Hina buru-buru menepis. "Apaan sih kalian! Kami gak pacaran! Dawit mana mau sih diajak pacaran?"

"Oh, jadi Hina mau ngajak Dawit pacaran?" goda Ningning.

Muka Hina memerah. "Hina aku sepuas kalian! Kalian semua nyuci, aku yang nyetrika!"

Dawit buru-buru melerai. "Sudah, sudah... Nagai Hina nggak se-hina itu kok... Daripada itu, mending kalian belajar. Habis ini ada ujian matematika dari Pak Leeteuk kan?"

Ningning, Hina dan Soeun saling pandang.

"Mampus!"

#####

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang