30

58 16 1
                                    

Ningning memukul-mukul pelan lengan Hueningkai. Anak laki-laki itu sudah siuman beberapa saat yang lalu. Ada sedikit perasaan bersalah di hati Ningning, mengingat Hueningkai adalah orang yang menyelamatkannya.

Hmm, ternyata lengan Hueningkai enak juga dipukuli.

"Nggak bosen mukulin lenganku?" ucap Hueningkai yang membuat Ningning menghentikan aktivitasnya.

"Maaf..." ucap Ningning pelan.

"Kenapa minta maaf, Ning?"

"Gara-gara aku kan kamu jadi celaka. Sebelum kamu siuman, adek kamu si Bahiyyih datang nangis-nangis."

Hueningkai tertawa kecil. "Bukan masalah besar, kok."

"Kamu kenapa mau melakukan ini padaku, Ka?"

"Hah? Gimana?"

"Maksudku, kenapa kamu mau repot-repot sampe lindungin aku segala?"

"Aduh, aku kan ketua kelas, Ning. Masa biarin kamu dalam bahaya? Kita juga di tim yang sama, kan?"

"Gitu doang? Perasaan kamu nggak segitunya ke teman-teman yang lain? Bahkan ke Alin, Hyejun atau Monday sekalipun. Jawab jujur sama aku deh, Ka."

Hueningkai terdiam beberapa saat.

"Kalo aku bilang karena aku suka kamu, kamu percaya nggak?"

Ningning kaget. "H-hah?"

"Tuh kan nggak percaya..."

"Ka--"

Hueningkai menatap Ningning dalam-dalam. "Ning, aku beneran suka sama kamu. Tapi nggak apa-apa kok kalo kamu belum bisa jawab sekarang. Aku tau kamu masih mau fokus sekolah."

Ningning tidak merespon. Otaknya nge-blank. Bagi Ningning, sebelumnya Hueningkai hanyalah cowok yang sedikit menyebalkan dan suka usil. Tapi sikap Hueningkai akhir-akhir ini yang sedikit hangat padanya, ditambah Hueningkai suka menolongnya di beberapa momen, Ningning jadi merubah anggapannya tentang anak itu.

Sebenarnya Ningning tidak mau kegeeran... Tapi keluarga Huening juga bersikap baik padanya tadi, bahkan membelikannya sarapan. Adik Hueningkai yang bernama Bahiyyih, yang seingat Ningning sekolah di tempat berbeda, juga sempat mengajak ngobrol Ningning. Terlihat sangat akrab. Seolah mereka tahu kalau Hueningkai suka dengan Ningning.

Tiba-tiba Hueningkai mengecup pelan kening Ningning.

"Aku siap menunggu jawabanmu, Ning..."

Ningning makin nge-blank. Otaknya tidak dapat bekerja dengan baik. Ngebul.

Ningning pingsan. Hueningkai langsung panik.

"Kok malah pingsan? Ning? Ningning? Ningsih? Ning Yizhuo? Vivian Ning?"

**

Dawit masih duduk-duduk di depan ruangan tempat Hina dirawat. Dia bersyukur Hina bisa terselamatkan. Ternyata lukanya tak separah itu.

Dawit benar-benar bersyukur. Dia sempat takut Hina tak selamat. Selain karena Dawit tak mau lagi kehilangan temannya yang menjadi korban, Dawit masih punya hutang jawaban atas confess Hina.

Orangtua Hina datang beberapa saat yang lalu, bertepatan dengan Hina sadarkan diri. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Dawit karena sudah menolong Hina.

Dawit hanya bisa tersenyum kecut. Padahal kan Hina terluka gara-gara menyelamatkannya.

Pintu terbuka. Kedua orangtua Hina keluar.

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang