38

41 11 0
                                    

Waktu pun berlalu. Semua anak yang tadinya mendapat perawatan di rumah sakit, sudah dibolehkan pulang. Dan sekarang mereka bersiap ke pemakaman, mau berziarah ke makam mereka yang sudah terlebih dahulu pergi. Ada Minhee dan Junho yang juga ikut.

Minjeong meletakkan bunga dengan hati-hati di atas makam yang bertuliskan nama Nana.

"Semoga kamu tenang di alam sana, Na..." ucap Minjeong lirih. Di sebelahnya, Yerim mengusap-usap batu nisan sambil meneteskan air mata. Mereka ditemani oleh Heeseung dan Daehwi.

Di makam sebelah, ada Sieun yang meletakkan bunga di atas makam Olivia. Ditemani Yoon Hyunsuk, Sieun merapalkan doa untuk teman masa kecilnya itu.

Sedikit menjauh, rombongan tim FIX lainnya berkumpul di sebelah makam Kim Alin. Benar-benar seperti mau tawuran. Mereka pun berdoa dipimpin oleh Dawit.

Chowon mengusap-usap batu nisan Alin. "Kasus sudah selesai, Lin. Kamu bisa istirahat dengan tenang."

**

"Kamu pulangnya sama aku aja," tawar Junho kepada Jiyoon. Yang Junho tahu, tadi Jiyoon patungan naik Grabcar bersama Soeun.

"Aku naik Grabcar lagi aja sama Soeun," tolak Jiyoon.

"Tapi Soeun udah sama cowoknya tuh."

Jiyoon langsung menoleh. Benar, Soeun sedang asyik bergandengan tangan dengan Sunghoon. Dengan Sunghoon yang asyik memainkan kunci motor, Jiyoon langsung tahu Soeun akan pulang dengan cowok itu.

"Udah, kamu pulang sama aku aja," ulang Junho.

"Hmm yaudah deh... Tapi kamu bawa motor apa?"

"Tenang, aku nggak bawa Aerox lagi, kok. Aku pinjam motor Scoopy kakakku tadi."

"Oh, syukur deh. Jujur aku takut naik Aerox."

"Kalo kamu mau, nanti aku jual Aerox ku, aku ganti motor lain."

"Nggak usah. Nanti aku biasain diri aja."

Di sebelah mereka, Minhee juga sedang menawarkan tumpangan kepada Chowon.

"Kamu pulang sama aku aja ya, Won?"

"Ya menurut kamu? Kan aku tadi berangkat sama kamu, Kang Minhee!"

"Hehe..."



Ada juga yang bertengkar dulu seperti Hueningkai dan Ningning. Ningning ribut karena Hueningkai membawa motor gede nya, sedangkan Ningning tadi salah kostum.

"Aku pulang sama Natty aja."

"Tapi Natty pulang sama Jake."

"Arghh kamu ngapain bawa motor gede sih?"

"Ya habisnya motor yang lain dipake Kak Lea nganterin Bahiyyih ke tempat kursus."

"Asdfghjkl aku naik taksi aja."



Tak jauh, ada juga pasangan yang ribut kecil. Dawit dan Hina, pasangan dengan beda tinggi badan yang cukup mencolok.

"Aku aja yang bawa keranjangnya, Na. Kamu jangan bawa berat-berat. Tangan kamu masih sakit."

"Ih Dawit, ini cuma keranjang. Lagipula tangan aku udah mendingan."

"Masa? Sini aku coba pegang."

Dawit pun mencoba menekan bahu Hina bekas ditusuk dulu. Hina refleks memukul Dawit.

"Ya jangan digituin juga, Dawit! Sakit!"

"Nah kan sakit. Udah, sini aku bawa keranjangnya."

"Sak karepmu aja lah, Wit."

"Eh ngomong-ngomong, aku baru sadar kamu potong pendek rambut kamu yang bagian depan, jadi kayak layer gitu."

"Bagus nggak?"

"Bagus sih, cuma apa kamu nggak merasa risih? Nanti pas pelajaran itu rambut jatuh-jatuh mulu."

"Nanti aku jepitin lah."

"Oh yaudah kalo gitu."

**

Di tempat lain, Minseo dengan setia sedang menunggui Monday. Gadis itu tadi merasa sedikit pusing, makanya tidak ikut ke makam.

"Kamu pusing karena coba ingat kejadian waktu itu kah?" tanya Minseo

Monday mengangguk pelan. Gadis itu menunjuk foto seluruh siswa kelas mereka yang diletakkan di atas meja belajarnya.

"Tolong ambil itu."

Minseo lalu mengambilkan foto yang dimaksud Monday.

"Anak ini," Monday menunjuk wajah Hyejun. "Ini yang kita temui di gedung itu kan? Aku rasa anak ini yang ada waktu aku jatuh."

"Dan ini," kali ini Monday menunjuk wajah Ningning. "Dia yang bersamaku waktu itu. Maaf tapi aku belum ingat namanya."

Minseo tersenyum tipis. "Jangan terlalu dipaksa, Mon. Pelan-pelan aja. Yang penting kamu sehat. Soal ingatan, nanti bisa pelan-pelan diingat. Jangan khawatir, kami semua akan bantu kamu."

"Pihak sekolah nyariin aku, nggak? Aku bakal dikeluarin nggak?"

Ya, sejak kejadian itu Monday memang belum aktif masuk sekolah. Dan untungnya pihak sekolah memaklumi.

"Kamu nggak bakal dikeluarin, kok. Pak Dante bisa ngertiin, soalnya ada surat dari dokter juga kan? Tenang aja. Teman-teman nanti bakal sering jenguk kamu kok."

"Kamu,,, ah maaf aku lupa namamu. Minseo? Betul Minseo? Aku mau bilang makasih karena kamu sabar banget rawat aku."

Lagi, Minseo tersenyum. "Iya, santai aja sih Mon. Aku senang kalo bisa bantu kamu."

**

Woonggi menaburkan bunga terakhir yang dia beli di kios depan makam tadi. Ternyata setelah teman-temannya pulang, Woonggi masih duduk di sebelah makam Alin.

"Lin, aku masih nggak nyangka kamu pergi duluan. Kenapa kamu harus jadi korban dari kasus ini? Andai aku bisa memutar waktu, aku nggak akan biarin kamu pergi sendirian waktu itu. Maaf Lin, aku gagal jagain kamu."

Woonggi mulai menangis sesenggukan. Semilir angin seolah memahami kesedihan Woonggi. Sesekali rambut Woonggi digoyangkan angin.

Puas menangis, Woonggi pun meninggalkan area pemakaman, meninggalkan gadis yang dicintainya yang kini dipeluk bumi.





#####

Author sedih banget Woonggi dan Jerome left TO1 😭😭😭

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang