21

56 20 1
                                    

"Semuanya udah siap?" seru Chowon. Ya, rombongan kecil itu menumpang mobil Chowon (dibaca: mobil Papa Han). Terdiri atas Chowon, Jiyoon, Soeun, Jake dan Natty. Sisanya naik motor sendiri-sendiri. Tadi ketambahan Minseo dan Woonggi yang ikut bergabung naik motor mereka sendiri.

Setelah semua siap, sopir keluarga Han hampir melajukan mobil. Tapi tiba-tiba jendela kaca mobil diketuk.

Chowon menurunkan kaca jendela mobilnya.

"Sunghoon? Ada apa?"

Sunghoon celingak-celinguk, menyelidiki siapa saja yang ada di dalam mobil. Melihat ada Soeun, Sunghoon langsung berucap, "Aku boleh ikut?"

Chowon langsung paham. "Iya, boleh. Tuh, masih ada kursi kosong, di sebelah Soeun. Masuk aja."

Sunghoon mengangguk, kemudian langsung duduk di sebelah Soeun. Soeun dan Sunghoon sama-sama tersenyum malu, sementara anak-anak yang lain senyam-senyum menggoda.

**

"Halo, Alin. Apa kabar?" ucap Chowon.

Pelan, Alin menganggukkan kepalanya. Akibat terjatuh dari tangga tempo hari, Alin jadi sedikit kesulitan untuk berbicara.

"Kamu,,, inget nggak, siapa yang dorong kamu?" tanya Jiyoon hati-hati.

Kali ini Alin menggelengkan kepalanya. Tapi sepertinya dia akan mengatakan sesuatu. Alin memberi kode kepada Jiyoon untuk 'membaca' pikirannya. Jiyoon pun berkonsentrasi untuk mulai 'membaca' apa yang akan Alin katakan.

"Oh, kamu cuma ingat nemu gelang di sana? Trus kamu simpan di saku rok? Eh, gelangnya ada inisial? Kamu nyuruh cari anak berinisial nama yang tertera di gelang itu? Oh, oke... Gampang..."

Woonggi menjawil lengan Jiyoon pelan. "Yoon, biar aku aja nanti yang ke rumah Alin. Sama Minseo juga. Nanti biar kami yang cek."

"Boleh. Kuserahkan pada kalian."

Di luar ruangan, ternyata ada sesosok tinggi tegap yang menguping pembicaraan mereka.

**

Woonggi dan Minseo tiba di depan rumah Alin. Saat itu hari sudah menjelang malam. Mereka terkejut ketika melihat rumah Alin sedikit ramai. Kedua orangtua Alin terlihat sibuk memeriksa seluruh penjuru rumah. Beberapa tetangga juga berkumpul di rumah Alin.

"Permisi Om, Tante. Maaf, ini ada apa, ya?" tanya Woonggi sopan.

"Oh, Nak Woonggi dan Nak Minseo. Ini, ada maling barusan masuk. Tidak ada barang hilang sih, tapi kamar Alin jadi dibuat berantakan," tutur mama Alin.

"Kalian ada perlu apa kemari?" lanjutnya.

"Oh, kami ada sesuatu yang harus kami cari, Tante. Alin yang menyuruh kami untuk datang."

"Oh, barangnya Alin, ya? Silakan masuk. Sekalian tolong pastikan malingnya benar-benar pergi."

"Baik, Tante."

Woonggi dan Minseo lalu masuk ke kamar Alin. Woonggi memang biasa main ke rumah Alin dan biasanya Alin memang mengizinkannya masuk ke kamar Alin. Kedua anak itu juga menyusuri setiap sudut ruangan, jaga-jaga kalau si pencuri masih ada di sana.

Minseo memungut beberapa helai rambut yang terjatuh di lantai. Rambut itu berwarna sedikit kecokelatan.

"Ada petunjuk ini, nih," ucap Minseo.

Woonggi tampak mengendus-endus kamar Alin. Ada bau parfum yang samar-samar tercium. Bukan parfum miliknya maupun Minseo. Juga bukan aroma parfum ruangan.

"Bau parfumnya nyengat banget. Barusan malingnya masih di sini. Aku malah curiga dia belum benar-benar pergi."

Pada saat itu terdengarlah suara kaleng yang tak sengaja tertendang dari luar. Woonggi buru-buru membuka jendela kamar Alin, tapi tak dilihatnya ada orang di luar.

"Sial. Dia udah pergi," desis Woonggi.

"Gimana, Nggi?" tanya Minseo.

"Udah pergi, Seo. Tapi rumah ini udah banyak yang jagain. Semoga dia nggak balik lagi."

"Yaudah, kita cari barang yang dimaksud Alin aja deh."

Woonggi mengangguk. Kedua anak itu pun sibuk mencari gelang yang dimaksud oleh Alin. Tapi setelah mengubek-ubek kamar Alin, mereka tak menemukan gelang itu.

"Apa diambil malingnya, ya?"

"Ngaco kamu, Nggi. Buat apa maling ngambil gelang? Apalagi gelang yang harganya murah gitu."

"Ya siapa tau aja, Seo. Dia frustasi gaada yang bisa diambil, trus ngambil gelang."

"Ngawur! Eh btw, kamar Alin estetik juga, ya? Keliatan nyaman juga. Pantes kamu betah main ke sini."

Mama Alin muncul sambil membawakan minuman. "Sudah ketemu barang yang dicari?"

"Oh, Tante. Belum nih, Tan," jawab Woonggi.

"Memangnya kalian mau cari apa? Mungkin Tante tahu."

"Anu, gelang, Tante. Kata Alin, ada di seragam sekolahnya," jawab Woonggi.

"Oh, gelang? Kenapa tidak bilang dari tadi? Tante simpan kok gelangnya. Tante pikir itu bukan punya Alin tapi ada di seragam sekolahnya. Jadi Tante simpan."

"Wah, syukurlah. Bolehkah kami mengambil gelang itu?"

"Iy, tentu saja. Sebentar, ya, Tante ambilkan."

Mama Alin pun pergi. Tak lama kemudian, beliau kembali dengan sebuah gelang yang ada di genggaman.

"Gelang ini, kan?"

Woonggi menerima gelang tali dengan inisial nama SHJ terukir di sana.

Woonggi dan Minseo saling pandang. Mereka senang gelang itu berhasil mereka dapatkan.

"Benar ini, Tante. Kalau begitu, kami pamit. Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumussalam... Hati-hati, ya?"

"Siap, Tante!"

Tak jauh dari rumah Alin, seorang anak laki-laki yang bertubuh tinggi tegap, tampak kesal karena gagal menjalankan misinya.

"Ternyata gelang itu dibawa mamanya! Sia-sia aku mengobrak-abrik kamar anak itu! Gadis menyebalkan itu pasti akan marah. Sial!"


#####

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang