8

82 24 3
                                    

Hina sedikit berjinjit, bermaksud mengambil buku yang ada di rak yang lebih tinggi darinya.

"Ya Allah, miris banget nasib hamba, jadi makhluk kurcaci. Coba ada cogan yang berbaik hati mau ngambilin," gerutu Hina sambil terus berjinjit.

Tiba-tiba sebuah tangan terjulur, mengambil buku yang diinginkan Hina.

"Kamu mau ini kan?" tanya sosok itu yang ternyata adalah Dawit.

"Kwak Dawit? Eh, i-iya ini buku yang mau aku ambil. Makasih..." balas Hina.

"Kata siapa aku mau ngambilin ini buat kamu?"

Hina melongo. "Lho? Terus?"

"Ini buat aku sendiri, kok."

Hina sudah mau menangis, tapi Dawit malah tertawa.

"Bercanda, kok. Ini, bukunya."

"M-makasih, Dawit..."

"Sama-sama. Oh ya, jangan lupa nanti jam istirahat kedua ada rapat Rohis."

"Siap!"

Di barisan lain di perpustakaan, Ningning menatap momen Hina dan Dawit dengan perasaan sedikit iri. Ningning sendiri juga mau mengambil buku di rak yang lumayan tinggi dan dia tidak bisa menjangkaunya. Mau memanggil Dawit, eh pemuda itu sudah memasang earphone di telinganya, otomatis tidak akan mendengar kalau dipanggil.

Niat hati mau mengambil kursi sebagai pijakan, tiba-tiba sebuah tangan terulur mengambil buku yang diinginkan Ningning, persis yang dilakukan Dawit kepada Hina.

"Makas- loh kamu?"

Zoa cengar-cengir sambil memberikan buku yang diinginkan Ningning tadi. "Iya, dengan Zoa di sini."

Ningning memutar kedua bola matanya malas. "Kamu tuh bisa nggak sih, bagi-bagi ketinggianmu ke aku? Aku tuh susah tau, kalo mau ngambil barang yang ada di tempat tinggi!"

Zoa tertawa kecil. "Aku sih mau-mau aja Kak, tapi aku nggak bisa."

"Bundamu ngasih makan apa sih, kok kamu bisa kayak tiang listrik gini?"

"Kata Bunda, dulu waktu kecil aku dikasih makan nasi campur. Sampe sekarang juga masih suka dibikinin nasi campur."

"Lah? Normal gitu."

"Campur tiang depan rumah, katanya."

Sumpah, rasanya Ningning mau menabok kepala Zoa, tapi sayang tangannya tidak sampai. Alhasil dengan ngedumel, Ningning memilih pergi.

Dari sudut ruangan, tampak ada sosok yang memperhatikan Ningning dengan tatapan yang tajam dan sedikit mengerikan.

**

"Yo Bro, apa kabar? Udah lebih sehat?" seru Sungchan ketika menjenguk Heeseung di rumah sakit.

Heeseung tampak tak berminat dengan kehadiran Sungchan, tapi dia tak mau terjadi keributan, apalagi ada Minjeong yang juga menjenguknya.

"Ya, aku udah mendingan. Tapi kakiku masih butuh sedikit perawatan. No need to worry," balas Heeseung.

Sungchan ber-oh ria.

Minjeong meletakkan 1 keranjang berisi buah-buahan di meja di sebelah Heeseung. "Ini kami bawakan buah-buahan. Yang beliin Sungchan. Tapi jangan khawatir, yang pilihin buah-buahnya aku, kok. Dari tokonya sampe ke sini juga aku yang bawa. Jadi kamu nggak perlu khawatir Sungchan mau macam-macam sama kamu."

Heeseung hanya tersenyum tipis.

Sungchan tertawa mengejek. "Heeseung masih suka su'udzon sama aku? Yaelah, kejadiannya juga udah lama kan? Sekarang aku udah lebih baik kok. Nggak usah khawatir. Kalau aku punya niat jahat sama kamu, aku berani bersumpah demi kolor baruku, aku bakalan mati tersambar petir!"

Heeseung memutar kedua bola matanya malas. "Nggak usah main sumpah-sumpahan. Awas malaikat lewat!"

"Y-ya biar kamu percaya aja!"

"Iya-iya aku percaya..."

"Nah, gitu dong... Yaudah, aku ke kantin dulu ya? Kayaknya seorang Lee Heeseung merasa nggak nyaman dengan kehadiranku. Aku juga nggak mau ganggu kalian berduaan. Bye bye..."

Ketika Sungchan keluar dari ruangan tempat Heeseung dirawat, tak sengaja dia bertabrakan dengan Hyunsuk.

"Eh, sori Bro. Nggak sengaja..."

Hyunsuk hanya tersenyum sekilas. Malas juga dia berurusan dengan Sungchan. Ketika Sungchan sudah pergi, Hyunsuk masuk ke dalam ruangan Heeseung.

"Tadi Sungchan jenguk?" tanya Hyunsuk.

Heeseung mengangguk. Dibetulkannya posisi kacamatanya yang sedikit melorot. "Entah kenapa, tapi aku selalu merasa nggak nyaman kalau ada dia. Kayak,,, selalu merasa kalau dia masih punya niat nggak baik padaku."

Minjeong mengusap-usap tangan Heeseung lembut. "Udah, ah. Jangan su'udzon terus. Katanya tadi mau percaya kalau Sungchan udah jadi lebih baik?"

"Iya-iya... Maaf..."

Hyunsuk menghela nafas. "Bukan cuma kamu aja sih, Seung. Sejak kejadian itu, aku jadi lebih hati-hati sama Sungchan. Ya sejauh ini nggak ada yang aneh sih dari dia, tapi tetep kita harus waspada."

Obrolan mereka terputus oleh suara nyaring Daehwi yang kemudian menampakkan wujudnya bersama Yerim.

Heeseung dan Minjeong saling pandang.

Nggak jadi berduaan, deh.


#####

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang