9

84 24 2
                                    

"La la la la la la la la la-- eh aduh..."

Ningning yang asyik bersenandung, tak sengaja menubruk seorang siswa yang cukup tinggi. Terdapat perban tipis di beberapa bagian tubuh siswa itu. Sorot matanya terlihat dingin.

"E-eh Sunghoon... Maaf ya? Aku nggak sengaja..."

Sunghoon hanya tersenyum sekilas, kemudian kembali memasang wajah datar dan berlalu.

"Ckckck... Ganteng-ganteng kok mukanya kayak kulkas dua pintu alias dingin banget gilak. Masih heran, kok bisa ya si mie soun betah ngejar-ngejar dia?" gumam Ningning.

"Karena Sunghoon emang cakep. Pinter pula. Anak tim sepakbola sama Rohis juga," celetuk Alin yang tiba-tiba muncul di sebelah Ningning.

"Ayam ayam ayam-- eh Alin!!! Ngagetin aja!"

Alin terkekeh. "Ya maaf... Eh tapi serius, Sunghoon tuh cakep. Ya minusnya cuma di sikap dia yang dingin doang."

"Tapi cewek-cewek kok nggak mau ya ngejar dia? Si mie soun doang yang betah."

"Ya kamu pikir aja lah Ning, siapa juga cewek yang mau saingan sama Soeun? Ditatap Soeun, auto semaput mereka!"

"Hahaha... Iya juga. Eh 1 lagi minusnya Sunghoon. Dia suka ngutang di kantin!"

Kedua anak itu tak sadar kalau orang yang mereka bicarakan ternyata sudah berdiri di belakang mereka.

"Ehem!!!"

Ningning dan Alin kompak menoleh. Ningning cuma cengar-cengir melihat Soeun yang menatapnya dengan tatapan biasa tapi bagi Ningning terlihat menakutkan. Sementara di sebelah Soeun, Jiyoon hanya asyik memakan pop corn yang kemudian dibaginya kepada Alin.

"E-eh Soeun... Selamat pagi..."

"Ya, pagi... Ini ngapain berdiri di tengah jalan? Ayo cepat ke kelas, keburu bel masuk."

"Iya iya... Kabooorrrr..."

**

Soeun melangkah dengan hati-hati sambil membawa mangkok baksonya. Pandangannya berkeliling, mencari meja kosong. Dan voila, ada tempat kosong di,,, sebelah Sunghoon. Setelah berdehem membetulkan suaranya, Soeun pun berjalan menuju sebelah Sunghoon.

"Sunghoon? Boleh aku duduk di sini?"

Sunghoon menoleh. Auranya yang biasanya sedingin kutub utara, mendadak berubah hangat, sehangat selimut tetangga.

"Eh, Soeun? Iya, silakan..."

Soeun tersenyum, kemudian duduk di kursi kosong di sebelah Sunghoon. "Makasih... Oh ya, gimana keadaanmu?"

"Masih sakit, tapi udah mendingan kok. Jangan khawatir."

"Kamu nggak tau siapa yang mukulin kamu?"

"Enggak... Tiba-tiba aja ruangan gelap semua. Tapi anehnya, pelakunya bisa mukul aku dengan tepat."

"Kamu dapat kertas itu juga kan?"

"Ah, iya. Udah dikasih Natty kan ke kamu?"

"Iya, udah kok. Jangan khawatir, pelakunya pasti akan segera tertangkap."

"Aku harap begitu. Oh ya, baksoku udah habis, tapi kalau aku temenin kamu makan, boleh? Aku masih mau ngobrol sama kamu."

Soeun hampir tersedak siomay. "H-hah? O-oh iya. Boleh sih..."

Soeun pun menghabiskan baksonya sambil ditemani Sunghoon. Jujur, Soeun merasa hari ini adalah hari yang sangat baik, sampai Soeun merasa harus sedikit berderma.

Setelah baksonya habis, Soeun bersiap bangkit untuk membayar pesanannya.

"Aku mau bayar dulu. Kamu udah bayar?" tanya Soeun.

Sunghoon menggelengkan kepala. "Aku ngutang. Santuy, nanti aku bayar kalau dana bulananku turun. Mbak-mbaknya ngebolehin kok."

Soeun tersenyum miris. Sedikit prihatin dia dengan kondisi Sunghoon yang kurang mendapat perhatian dari orangtua. Biaya perawatan Sunghoon kemarin saja dibantu keluarga Jake.

Soeun pun berjalan untuk membayar pesanannya. "Mbak, ini buat bayar pesanan saya, trus sisanya buat nyicil utang Sunghoon ya? Tapi jangan bilang kalau yang bayar itu saya."

Si penjual hanya tersenyum maklum. "Siap, Mbak Soeun!"

Setelahnya Soeun dan Sunghoon berjalan beriringan kembali ke kelas masing-masing. Kedua anak itu tak tahu, ada sepasang mata tajam yang mengawasi mereka dari jauh.

**

Jiyoon asyik menggoreskan pensilnya di atas sebuah lembar kertas kosong. Sepertinya dia mulai mengerjakan request dari Woonggi.

"Hai. Asyik banget kayaknya?" seru Hyejun yang duduk di depan Jiyoon.

Jiyoon mendongak sekilas, kemudian kembali fokus menggambar. "Ah, iya. Ini aku ngerjain pesanan Woonggi."

Hyejun sedikit mengintip gambaran Jiyoon. Sepertinya Jiyoon sangat ahli menggambar. Cepat, rapi, dan terlihat 95% mirip aslinya.

"Ah, itu Alin ya? Woonggi minta digambarin Alin?"

Jiyoon hanya mengangguk pelan.

"Oh ya, katanya kalian lagi nyari orang yang ngirim catatan aneh gitu ya? Yang nyelakain beberapa murid sekolah ini?"

Lagi, Jiyoon mengangguk.

"Aku,,, boleh ikutan?"

Jiyoon menghentikan aktivitasnya. Ditatapnya Hyejun dalam-dalam. "Kamu,,, bisa?"

Hyejun mengangguk mantap. "Mungkin aku nggak bisa bergerak cepat kayak kalian. Kamu tau, jalanku susah gara-gara kecelakaan waktu itu. Tapi aku bisa kok bantu dengan cara lain. Kasih ide, misalnya. Atau apapun. Pokoknya biarkan aku bantuin kalian!"

Jiyoon tersenyum tipis. "Kalau aku sih,,, yes. Coba tanya Mas Anang."

Hyejun tertawa kecil. "Kenapa Mas Anang? Dikata Dangdut Academy?"

"X Factor kali ah. Hahaha... Maksudku, tanya aja Chowon. Dia ketuanya soalnya."

Tepat pada saat itu Chowon kembali dari toilet. Dia sedikit mendengar namanya disebut.

"Wah, ada apa ini nama princess disebut?"

Jiyoon menunjuk Hyejun. "Ini, Hyejun mau ikutan bantuin kita nemuin pengirim catatan aneh itu, Won. Dia mau bantu kasih ide atau apalah, katanya."

Chowon mengangguk-angguk mengerti. "Boleh, sih. Hyejun nggak usah ikut kalo kita 'gerak', tapi kamu bantu yang lain nggak apa-apa kok. Kami memaklumi keadaanmu."

Hyejun tampak sumringah. "Makasih! Aku janji, aku akan bantu sebisaku!"

Deg.

Ah, Jiyoon mendadak mendapat firasat buruk soal Hyejun, mungkin akan ada kejadian buruk yang menimpa Hyejun. Tapi melihat senyum ceria Hyejun, Jiyoon mencoba mengabaikan firasat itu dan memilih menyelesaikan gambarannya.

#####

Black NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang