_Claryn POV_
Aku melanjutkan langkahku, dengan Leon yang memimpin jalan di depanku.
Sudah setengah jam sejak kami berjalan dari tempat terakhir kami bertarung.
"Kurasa perjalanan ini akan membosankan."
Gumamku sambil sesekali menatap punggung tegak milik Leon.Aku masih tidak paham, apa yang dimaksud dengan bantuan yang akan diberikan oleh Drake Writliz. Ia tidak pernah berbicara sejak pertarungan terakhir.
"Apa kau lelah?"
Tanya Leon tiba-tiba, membuat pupil mataku membulat sempurna. Ini pertama kalinya ia mengajukan pertanyaan yang menjurus ke arti peduli."Kenapa kau bertanya?"
Tanyaku memastikan sebelum memberikan jawabanmu."Kau terlihat lelah. Apa itu karena sosok yang tinggal di dalam dirimu?"
Pertanyaan dari Leon membuatku menelan saliva ku sejenak."Jangan konyol. Aku hanya lelah karena perjalanan."
Jawabku sekilas. Leon tampak mengerutkan dahinya, ia masih meragukan pernyataan dariku."Tidak ada gunanya berbohong. Aku tahu semuanya... Jika kau kewalahan karena takdir yang kau jalani di dimensi ini, kenapa tidak kembali ke dimensi mu saja?"
Aku berjalan cepat, menarik tangan Leon agar ia bisa fokus menatapku.
"Kau pikir, kau dapat mempengaruhiku semudah itu?!"
Leon menepis tanganku.
"Ada apa denganmu? Aku hanya memberi mu saran. Jika kau ingin mundur, silahkan saja. Sebelum kau berjalan lebih jauh"
Ia kemudian kembali melanjutkan langkahnya.___Leon POV___
Aku melanjutkan langkahku, diikuti dengan gadis di belakangku dengan tekad kuatnya.
Aku masih tidak habis pikir. Sudah jelas sosok di dalam dirinya adalah tipe yang tidak peduli.
Bahkan dapat dikatakan sebagai sosok yang egois. Namun kenapa gadis ini sangat mempercayainya?
Sebenarnya apa yang sudah ia katakan pada gadis ini?
Cepat atau lambat, nyawa gadis ini akan terancam. Ia bahkan tidak tahu, apa yang akan ia hadapi berikutnya.
'Jika saja kau tahu apa yang sebenarnya terjadi.'
Batinku penuh rasa prihatin.-KRAK!-
Sebuah ranting pohon jatuh di depanku. Membuatku reflek menoleh ke atas pohon tersebut.
"Undead Pembunuh."
Gumamku memperingatkan gadis yang berdiri di belakangku.Jumlahnya jauh lebih sedikit daripada kerumunan serigala yang tadi. Dari penampilannya, aku yakin ini adalah kelas atas. Kelas Undead paling agresif yang pernah ada di Immortal.
Aku mengambil pedangku, dan mulai memasang posisi pertahanan. Begitu pula gadis yang berdiri di belakangku.
-Sring!-
Sebuah sihir dari Undead tersebut berhasil ku atasi dengan baik. Sihirku mengenai tepat ke arah perut Undead tersebut, menyebabkan luka yang cukup serius. Setidaknya sihirku masih dapat ku gunakan hingga detik ini.
Darah bewarna hitam berhasil keluar di mulut Undead tersebut. Fisiknya mulai melemah.
-Srak!-
Suara dari retakan tulang terdengar begitu jelas. Aku menoleh ke belakang. Pupil mataku justru mendapat pemandangan tidak menyenangkan, dimana gadis di belakangku memanah setiap Undead yang ada di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magical Academy [On Going]
FantasyManusia atau Penyihir? Dua jiwa ini bersatu di dalam seorang gadis Seperti es yang membeku, ia cukup dingin terhadap orang lain Terkadang memiliki Empati seperti manusia... Terkadang ia kurang berempati layaknya penyihir ...