32. - P E N Y E S A L A N

3.5K 585 182
                                    

Happy Reading Guys!

Axel duduk termenung di bangku taman rumah sakit. Kedua tangannya yang diletakkan diatas lutut itu terus bergoyang seiring dengan jemari yang dimainkannya. Ia terus gelisah dengan kondisi Anantha. Hatinya terus tak tenang seperti detak jantungnya yang berdetak tidak berirama karena kekhawatirannya pada Anantha. Tidak lupa dengan emosinya yang sampai saat ini masih meluap-luap setelah kedatangan keluarga Anantha.

Axel masih ingat jelas bagaimana raut wajah-wajah itu. Wajah orang-orang yang pernah menyakiti Anantha, Axel tadi sangat melihatnya dengan jelas. Dengan tidak tahu malunya mereka berdatangan menemui Anantha, berpura-pura khawatir seolah sebelumnya tidak terjadi apapun diantara mereka.

Axel terpejam sejenak seraya mengusap wajahnya, mencoba menekan kekesalannya.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana menderita dan sakitnya Anantha saat itu. Tidak ada anak yang baik-baik saja setelah dibuang dan diasingkan dari keluarganya sendiri, terlebih Anantha masih tetap mendapatkan makian dari mereka.

Meski begitu, Anantha masih tetap ingin bertemu dengan keluarganya.

Sebuah tepukan mendarat di pundaknya. Axel menoleh dan mendapati Farel yang berdiri dengan dua kaleng minuman di tangannya.

Axel lalu bergeser dan Farel duduk disampingnya, memberikan kaleng minuman soda yang dibelinya pada Axel.

"Gimana Anantha?" tanya Axel seraya membuka kaleng soda dan meminumnya.

Farel menghela napas. "Masih sama" jawabnya. Axel ikut menghela napas dan menyandarkan punggungnya, menatap langit cerah yang tak sesuai dengan hatinya.

Kondisi Anantha yang semakin parah mungkin karena gadis itu terus menolak menjalani operasi. Sepertinya Anantha memilih itu karena tidak bisa berharap lebih pada keluarganya.

Axel menghela napas lagi. Seandainya saja pertemuannya dengan Anantha terjadi lebih cepat, mungkin Anantha tidak akan semenderita ini. Mungkin saja Axel bisa mengubah pemikiran Anantha. Dengan begitu, mungkin saja penyakit Anantha bisa dicegah atau disembuhkan.

"Kita cuma bisa berdoa yang terbaik buat Anantha" Farel bersuara.

"Mereka udah balik?" tanya Axel.

Farel menggeleng. "Kemungkinan mereka stay sampe Anantha sadar" jawabnya membuat Axel berdecih sinis.

"Maksud lo kebalikannya?"

Farel menoleh. "Mereka udah nyesel sama perbuatan mereka, Xel" Jedanya. "Dan mereka mau nebus semua kesalahan mereka ke Anantha"

Axel berdecak. "Tolol. Dari kemarin kemana aja? Kenapa baru sekarang?"

"Walaupun terlambat, seenggaknya Anantha bahagia bisa bersatu lagi sama keluarganya"

"Gue bisa lebih bahagiain Anantha dari pada mereka" ujar Axel mulai sewot. Farel menatapnya.

"Lo suka Anantha?" Axel tertawa mendapat pertanyaan mendadak dari Farel.

"Cuma orang gila yang gak suka Anantha.

"Yeah,,, lo bener" ujar Farel seraya mengangguk setuju. Axel seketika melotot ke arahnya.

"Terus lo juga suka Anantha gitu?"

Farel menyeringai. "Gue waras kan?"

"Gila lo!" umpat Axel. Farel terkekeh.

"Kenapa? Takut Anantha gue rebut?"

Axel berdecih. "Tau diri lah, gue lebih ganteng dari lo!" jedanya. "Gak normal  mata Anantha kalo dia sampe milih lo!"

ANANTHA- I'm Fine (Save Me)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang