13. - Panti Asuhan Cahaya

9.4K 859 250
                                    

" Kadang ada saatnya seseorang ingin berteriak kencang melepas bebannya yang selama ini ia tahan. Namun ia sadar, ia tidak bisa melakukannya"

Anantha menghentikan langkahnya ketika baru saja keluar dari perpustakaan saat Arga tiba-tiba muncul menghadang jalannya. Anantha menatap Arga datar dan bergeser melanjutkan jalannya namun Arga langsung menahan tangannya.

"Tha—" ucapan Arga terpotong saat Anantha menyentak lengannya.

"Apa lagi?"

"Gue mau minta maaf" Anantha memutar matanya malas mendengar jawaban Arga.

Anantha menghela napasnya. "Gak perlu. Percuma"

"Kenapa?" tanya Arga bingung.

"Kata maaf udah gak ada harganya lagi buat gue" balas Anantha lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Namun baru beberapa meter, Anantha menghentikan langkahnya mendengar seruan Arga.

"Apa kita udah gak bisa kayak dulu lagi, Tha?"

Arga menghela napas panjang, perlahan cowok itu melangkah menghampiri Anantha yang berdiri membelakanginya. "Gue kangen nyuapin lo, gue kangen jailin lo, gue kangen main bareng sama lo, gue kangen kita jalan-jalan bareng, makan es krim bareng ... Gue kangen lo yang selalu ketawa meskipun lo lagi kesakitan waktu kaki lo berdarah karena kecerobohan gue yang gak bisa jagain lo ..."

"Gue kangen semuanya, Tha. Gue kangen kita yang dulu" lanjut Arga lagi.

Di tempatnya, Anantha menangis diam. Masa-masa itu sungguh indah bagi Anantha, bagaimana Arga selalu melindungi dan menjaganya. Mereka tak terpisahkan, jika ada Arga, pasti di sana juga ada dirinya, begitupun sebaliknya.

Anantha menarik napas dan mengusap air matanya kasar lalu berbalik menatap Arga tajam.

"Lo lagi nyeritain siapa?"

"Lo, Tha. Gue kangen lo, kangen adek gue yang dulu"

Anantha tertawa hambar. "Gue bukan adek lo" kata Anantha yang benar-benar menampar keras Arga di hatinya. Sebegitu besarnya salah Arga sampai-sampai Anantha tidak bisa memaafkannya dan bersikap seperti ini padanya.

Arga menggeleng. "Lo adek gue, Tha"

Anantha terkekeh miring. "Bukan. Adek kesayangan lo itu udah mati?"

"Tha!" bentak Arga. Cowok itu menghela napasnya sembari mengusap wajahnya kasar. "Kenapa sih lo selalu ngomong gitu? Lo mau mati?"

"Kalo iya kenapa?"

"ANANTHA!"

"GUE PENGIN MATI, GA! GUE CAPEK DI SINI, GUE CAPEK LIAT LO! GUE CAPEK LIAT SEMUA ORANG YANG UDAH BUANG GUE KAYAK SAMPAH! GUE CAPEK SAMA MEREKA YANG KHIANATIN GUE!! GUE BENCI HIDUP GUE! GUE BENCI SAMA KALIAN! GUE BENCI SAMA APAPUN HAL YANG ADA DI HIDUP GUE, GUE BENCI SEMUANYA!" ledak Anantha seraya menatap Arga marah dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Vera, Farel dan Gavin berada di sana menonton mereka. Vera menatap Anantha sendu, ia benar-benar merasa bersalah pada gadis itu, sahabatnya yang selalu mengerti dan menjaga dirinya dari segala macam yang membahayakannya, namun Vera malah melukai perasaan gadis itu dengan pengkhianatan.

"Andai gue bisa memilih, Ga. Lebih baik gue gak hidup di dunia ini dari pada gue harus lahir cuma untuk di sakitin!" lanjutnya seiring dengan air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Anantha pun berbalik pergi meninggalkan Arga yang mematung di tempatnya.

"Kadang, ada saatnya seseorang ingin berteriak kencang melepas bebannya yang selama ini ia tahan. Namun ia sadar, ia tidak bisa melakukannya"

ANANTHA- I'm Fine (Save Me)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang