5 bulan kemudian....Wanita itu sudah cantik dengan sari warna merah pekat. Ia hanya mengenakan kalung sederhana yang diberikan seseorang untuk perhiasan. Perutnya sudah membesar. Memasuki waktu tujuh bulan. Kini tinggal menunggu dua bulan lagi untuk menjadi seorang ibu.
"Maafkan eomma sayang. Tapi eomma berjanji akan menjagamu sampai akhir hayat. Jangan buat eomma kesusahan lagi yaa, lupakan ayahmu. Kita pasti bisa bersenang-senang meski hanya bertiga" Ujarnya lirih sembari mengelus perut buncit nya.
Wanita itu tersenyum haru. Meskipun tanpa seorang ayah dari sang bayi. Dia berjanji akan menjadi ibu sekaligus ayah untuk anak kembarnya. Tuhan begitu baik padanya sampai memberikan dua anak sekaligus dalam rahimnya. Ditambah lagi ketika mengajak mereka berbicara. Seolah mereka paham apa yang ia katakan, mereka selalu menjawab dengan tendangan. Seperti sekarang.
"Aduh sayang, jangan terlalu keras menendangnya. Eomma jadi takut kalian kenapa - kenapa disana. Jimin dan Chanyeol Oppa belum kemari jadi jangan berulah ok?"
Sungguh, sebagian hatinya hilang. Kejadian itu membuatnya malu untuk bertemu sang ayah dari bayi mereka. Kakaknya hampir membunuhnya. Dia bahkan tak yakin apakah 'dia' masih hidup atau tidak. Apakah makan dengan baik atau tidak. Tak dapat ia pungkiri. Karena sejatinya bagian dari pria itu ada didalam perutnya.
Hubungan mereka salah. Anak itu ada dalam hubungan tidak suci. Tapi ia bisa apa. Kasih sayangnya sebagai seorang ibu tidak bisa membuatnya tega membunuh darah dagingnya sendiri.
••••
"Nyonya, silahkan. Sekarang giliran Anda berdoa pada sang Dewa. Ini adalah malam dimana doa akan dikabulkan"
Jihyo tersenyum mendengar ucapan itu. Memang disini, ia mengaku bahwa ia seorang istri dari Chanyeol. Kakaknya sendiri. Untuk menutupi adanya hinaan karena kehamilan Jihyo. Awalnya kedua kakaknya tidak terima dengan fakta itu, tapi karena melihat pancaran kebahagiaan Jihyo untuk menjadi seorang Ibu makanya mereka mau menuruti keinginan adik mereka.
Jihyo tidak memahami budaya India lebih jauh. Tapi tidak ada salahnya untuk berdoa pada Tuhan. Dewa disana dianggap sebagai Tuhan.
"Dimana suami Anda? Akan lebih baik jika berdoa bersama"
"Sekarang dia bekerja. Saya hanya berkunjung disini sendirian"
"Ah, baiklah"
Percayalah Jihyo juga membawa pemandu wisata untuk mengerti ucapan mereka. Lima bulan lamanya rupanya masih belum cukup bagi Jihyo memahami bahasa disana.
Disisi lain....
"Tuan silahkan ambil persembahannya"
"Shukriya(terimakasih)"
"Anda bersama siapa?"
"Kekasih saya, kami ingin berdoa disini"
"Baiklah silakan tuan dan nona"
Dua pasangan itu berjalan menemui patung Dewa. Dengan menggandeng lengan sang pria, gadis itu berjalan elegan dengan baju khas India yang cocok untuk tubuhnya.
"Jika sindur merah ini mengenai seorang perempuan, maka kau seperti menikahi perempuan itu. Apalagi di hadapan Dewa. Leluhur bilang ketika kau memberikan sindur itu saat lonceng berbunyi maka sudah dipastikan jika kau tidak akan terpisah dari perempuan itu selamanya"
Pemandu wisata itu menceritakan filosofi adanya sindur merah di persembahan. Pemuda tampan itu mengangguk paham. Tetapi dalam hatinya dia sama sekali tidak percaya. Hanya dengan bubuk warna merah bagaimana bisa seseorang tidak dapat dipisahkan? Huh- bullshit!