[25] The Devil Made Me Do It - Martha

608 142 2
                                    

Sementara anak-anak tengah tertidur …

“Hai, Lee Martha …”

Seorang wanita memasuki kamarku dengan membawa secangkir air merah anyir di tangannya. Aku sungguh tergemap, darahku berdesir cepat kala mengetahui bahwa wanita jalang itu tak kunjung berhenti dari kebiasaan buruknya. Sudah lebih dari 20 tahun, ia betul-betul tak merasa ada banyak dosa menggunung di jiwanya.

“Apa yang kamu bawa?” tanyaku.

“Apa lagi pikirmu?” ucapnya begitu santai.

Ia duduk di kasurku sembari meneguknya perlahan, terlihat amat menikmati tiap tegukannya. Bagai sosok vampir yang lapar, ia sungguh terlihat bahagia usai meminumnya.

“Siapa lagi yang kamu bunuh?!” tanyaku geram. “Jangan sekali-kalinya kamu menyentuh anak-anak di asrama ini lagi!”

“Tenanglah, Martha. Aku dapat di tempat lain, aku belum siap untuk menyentuh anak-anak di sini, terlalu sulit karena sekumpulan lelaki yang cukup cerdas itu.”

Aku mengernyitkan dahi. Mendengar itu aku paham. Ketujuh anak itu, juga anakku yang ia maksud. Jujur, aku terkadang berubah menjadi wanita penakut dan lemah jika ia membicarakan tentang mereka. Aku takut ia menyentuh anak-anakku lagi, aku tak mau melepas mereka pergi.

“Sampai kapan kamu akan seperti ini, Ae Rin?!”

“Sampai kumendapatkan kembali suamiku ke pelukanku,” ucapnya meninggikan satu sudut bibirnya. Menjengkelkan.

“Itu sudah sangat lama, Ae Rin! Berhentilah! Kamu sudah banyak merenggut anak-anak tak bersalah.”

Lagi-lagi tentang dia, laki-laki brengsek itu. Entah sampai kapan ia akan melupakannya. Sudah bertahun-tahun silam peristiwa lama terjadi, namun ia terus mengungkitnya. Enggan berubah.

“Lagi pula itu sudah sangat lama, Ae Rin. Berhenti memikirkannya, kamu sudah tua. Lelaki itu mungkin sudah lupa denganmu!”

PRANG!!

Pecahan cangkir berserakan dimana-mana. Belingnya terlempar acak hampir mengenai kulit wajahku. Ia membantingnya, membuat pecahan dan cipratan darah merah kental mengotori kaki dan lantai kamarku. Napasnya memompa usai mendengar ucapanku, lalu ia berteriak.

“Kamu tidak mengerti!! Aku kehilangan anak dan suamiku karena mereka menemukan perempuan yang lebih muda dariku. Lebih cantik dariku! Aku harus merebut mereka kembali.” Ucapannya penuh penekanan, dadanya naik turun, napasnya berat.

Sedangkan aku masih berdiri menegang, menatapnya yang meluapkan amarah tepat di depan wajahku. Aku sedikit menghindar darinya karena wajahnya yang menyeramkan, bercak darah menodai sudut-sudut bibirnya, aku menahan napas, lalu mendorong tubuhnya.

“Dengar! Mereka meninggalkanmu sudah puluhan tahun yang lalu. Laki-laki bukan hanya dia, hiduplah seperti biasa. Jadilah manusia pada umumnya jika kamu ingin memiliki suami lagi. Kamu sudah cantik dan awet muda sekarang, berhentilah meminum darah anak muda tak berdosa, menjijikan!”

Mendengar luapan amarahku yang lama terpendam, ia seketika mematung, menatap wajahku dengan tatapan kosongnya. Aku sedikit ketakutan.

“Jika itu menjijikan, mengapa kamu meminum darah Yuri juga saat itu?” ia melawan.

“Kamu yang memaksaku, Ae Rin! Kamu mencekikku lebih dulu saat itu!” sentakku merapatkan gigi-gigiku, sambil menunjuk-nunjuk wajahnya. Ia terdiam beberapa saat, lalu mulai tertawa keras mendengar jawabanku, entah apa yang lucu.

“Kamu sudah berubah sekarang? Sok suci!” tungkasnya lalu meludah sembarangan. Dasar wanita kotor. “Kamu tahu apa yang lucu?” sambungnya berjalan tenang mengelilingi kamarku, dan menyentuh barang-barangku acak. “Anak-anakmu, aku mendengarnya sendiri,” jedanya, membuatku meremang.

“Mereka cukup pintar, anak yang baik, berhati lembut. Walau pertengkaran besar terjadi kemarin, hahah.”

“Pertengkaran apa maksudmu?”

“Mereka semua sudah tahu semua asal-usul ibunya, dan kebenaran tentang Jae Hyuk, tentang orang tuanya yang kamu bunuh saat itu.”

DEG!

Tidak mungkin, aku begitu terpaku sekarang.

“Anakmu sendiri yang membocorkan. Terlalu baik, dan bodoh bedanya hanya sejengkal jari. Hahah mereka semua menyalahkanmu sekarang, benci padamu, dan takut padamu, percayalah!”

Sungguh manusia gila. Kepalan tanganku makin kuat, keringatku mengalir deras dan tubuhku memanas. Mendengar itu, entah aku harus percaya atau tidak dengan ucapan busuknya. Memang benar aku sudah berdosa dari awal. Memori-memori itu berputar lagi di kepalaku. Aku menyadari, bahwa sebaik-baiknya aku hidup normal seperti manusia biasa sekarang, masa lalu dan kesalahanku dulu, tak bisa dimaafkan, dan sulit dilupakan.

Seketika memori tentang anakku Martin datang tiba-tiba. Umurnya yang masih belia dengan sadisnya aku menyiksanya dengan tanganku sendiri. Iblis-iblis itu menyeramkan, merasuki dan menggodaku untuk berbuat keji pada anak tak bersalah. Aku sungguh menyesali perbuatanku masuk dalam lingkaran setan itu. Aku muak pada diriku sendiri, lemas sudah tubuh ini. Aku tak kuat menahan kaki-kakiku, meneteskan bulir air dari mataku, hingga mulutku tak mau menutup, masih tak percaya anak-anakku kini sudah mengetahui kebenarannya.

Apa yang akan mereka lakukan sekarang? Meninggalkanku? Tidak tolong, mereka sudah seperti anak-anakku sendiri.

“Menyerah? Kita lihat apa yang akan mereka lakukan nanti,” ucapnya menyejajarkan dirinya padaku, dengan jemari kotornya menaikan wajahku. Aku lemah, hanya bisa meneteskan air mata.

“Hmm, mungkin mereka akan membalas perbuatanmu, dan … membunuhmu kurasa,” ucapnya tersenyum miring. Aku hampir menampar wajahnya dengan tanganku sebelum ia menahannya sendiri.

“Ah! Bukannya lebih baik jika aku membunuh mereka lebih dulu? Lalu membunuhmu dengan tanganku sendiri.”

Demi tuhan ia sudah kehilangan akal dan kewarasannya. “PERGI KAU JALANG!!” teriakku mendorongnya kuat. Aku sungguh marah sekarang, darahku seolah mendidih, menahan tangis dan emosi sekuat tenaga. Ia terhempas ke belakang dengan keras, namun ia tertawa kecil, lalu perlahan bangkit kembali sambil mengebas-ngebas pakaiannya. Tanpa bicara lagi, tanpa membersihkan kamarku lebih dulu, ia pergi dengan wajah gilanya keluar kamarku dan membanting pintunya kuat.

Dia Bibi Kim. Kim Ae Rin. Wanita brengsek yang pernah kutemui. Anak-anak di asrama ini salah menilai sikapnya. Ia wanita tua busuk. Semua yang ada di dalam dirinya busuk, menjijikan! Menyesal aku mengenalnya, ia sama sekali tak berubah. Jiwa dan hatinya sudah dipenuhi iblis-iblis yang ingin balas dendam. Sekarang aku ketakutan, takut sesuatu terjadi pada anak-anakku. Aku tak bisa berhenti menangis kali ini, dadaku sesak mengingat perbuatanku sebelumnya.

Semuanya memang salahku. Tapi aku tetap harus melindungi mereka, apa yang harus kulakukan?

 Tapi aku tetap harus melindungi mereka, apa yang harus kulakukan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued …

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang