[13] Thousand of Questions

383 69 1
                                    

Sepulang sekolah kemarin.
Jae Hyuk tak seperti biasanya, begitu senyap. Sejak kejadian aneh menimpanya di toilet sekolah, Jae Hyuk mendadak menjadi seorang yang amat pendiam. Semua pertanyaan tak ia jawab bahkan tak ia dengar. Melempar tas gendongnya begitu saja ke atas kasur, lalu berjalan cepat menemui Ibu Martha di kamarnya tanpa memerdulikan sekitar.

Melewati beberapa lorong panjang yang hanya disinari lampu-lampu kecil yang menempel di dinding, serta melewati banyaknya kamar asrama di tiap sisi, akhirnya ia sampai di kamar Ibu berada. Ia mengetuknya sopan dengan tiga kali ketukan. Tak lama Martha membukanya, melempar senyum dan memersilakan Jae Hyuk masuk.

“Ada apa, Nak? Sepertinya penting sekali, kamu bahkan belum ganti baju,” tuturnya lembut.

Jae Hyuk tersenyum, lalu menundukkan kepala sejenak. “Jae Hyuk tiba-tiba ingat kalau ingatanku belum kembali,” jawabnya tersenyum masam. Martha mengelus kepala lelaki itu.

“Ibu punya foto-foto keluargaku tidak? Sebelum kebakaran itu terjadi,” tanyanya. Namun, Martha yang belum menjawab tiba-tiba menatap keluar ruangan, membalas senyum sapaan dari Bibi Kim yang melewati kamarnya.

“Ehm, sebentar, Nak, Ibu tutup jendela dulu, anginnya kencang sekali,” tuturnya lagi sembari menutup tirai jendela, lalu kembali duduk di atas kasurnya, berusaha menjawab pertanyaan itu setenang mungkin.

“Nak, tapi Ibu sudah bilang, saat kebakaran itu terjadi, tidak ada satu pun yang selamat, kecuali kamu.”

Jae Hyuk menghapus senyumnya, linangan air mata ada sebagai gantinya. “Jae Hyuk bahkan tidak tahu asal tubuh ini lahir, Bu. Aku masih bingung dengan identitas diri sendiri. Aku tidak mungkin begini terus, ‘kan?”

Martha menelan ludah.

“Bisa antar aku ke rumah yang hancur kebakaran itu? Aku hanya ingin mampir.”
Martha tertegun, entah harus menjawab apa.

“Bu?” panggil Jae Hyuk lagi. Raut wajahnya memohon.

“Nak, rumah itu kan sudah hancur, semuanya tak bersisa. Mungkin rumah itu juga sudah diganti oleh rumah baru milik orang lain? Atau hanya dibiarkan menjadi dataran tanah,” jelas Ibu.

Jae Hyuk lagi-lagi murung. “Tapi, Bu—”

“Ma?”

Ucapan lelaki itu lagi-lagi terpotong oleh datangnya Martin yang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu. Semua terkejut, membulatkan matanya.

We have to talk,” tegas Martin pada sang ibu. “Jae Hyuk, bisa keluar dulu?” sambungnya.

Jae Hyuk menatap Martin curiga. Tak menjawab ucapannya, Jae Hyuk menatap mereka bergiliran, lalu segera pergi dari kamar Martha. Sejenak Jae Hyuk terdiam di ambang pintu dan menatap mereka kembali dengan kemarahan. Lalu, dengan cepat ia menutup pintu dan pergi tanpa ada keinginan untuk menguping pembicaraan.

 Lalu, dengan cepat ia menutup pintu dan pergi tanpa ada keinginan untuk menguping pembicaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang