[31] Stairway To The Hell

194 33 1
                                    

| Chapter sebelumnya …

Anak lelaki itu terlihat mematung, air mukanya sama kacaunya dengan wanita rapuh di depannya. Sejenak ia merasa sakit melihat ibunya yang berantakan, namun batinnya berkata lain, ia tetap seorang penjahat yang sudah menghancurkan masa kecilnya.

“Tetap, Mama dan orang-orang itu udah buat kita hancur. Terutama Jae Hyuk, dia sama sekali nggak mengenal orang tuanya di saat dia sangat ingin bertemu dengan mereka! Mama udah bohong, Mama memanipulasi semua kejadian. Mama tahu kacaunya Jae Hyuk selama ini? Dia berubah gara gara Mama!”

BRAK!!

Bantingan pintu menggelegar di kamar Martha, membuat ia dan Martin tersentak luar biasa mengetahui Bibi Kim muncul di hadapan mereka sembari membawa sewadah air hangat bercampur merahnya darah.

“Siapa lagi yang kamu bunuh?!” teriak Martha, matanya memerah.

“Tenaaang ..” timpal Bibi. Ia sejenak tertawa dan menatap anak lelaki itu. “Martin, kamu tahu ini apa?” tanyanya menunjukkan isi wadah yang dipegangnya.

Martin menatapnya tajam tanpa jawaban. “Aku akui sandiwara yang dibuat Hae Jin dan Jae Hyuk sungguh natural, mereka bisa jadi aktor berbakat, tapi apa yang lucu?” jedanya menyeringai. Martin mengernyitkan dahi. “Ini darah palsu, hahaha!” ucapnya tertawa lepas.

Martin tentu terkejut mengetahuinya, namun ia hanya bisa diam penuh tanya.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Martha pada lelaki itu.

Martin membuang muka, raut wajahnya penuh kekesalan.

“Tenang, tenang, aku tahu apa yang kalian sedang lakukan, mengelabuiku untuk memastikan aku akan meminumnya bukan?” sahut Bibi Kim terang-terangan pada Martin. Ia sendiri kini baru melihatnya, sisi jahat dari sosok wanita yang ia sayangi sedari dulu, wanita yang ia percaya, berbanding terbalik dengan kenyataan. Napas Martin memompa naik turun, tangannya ia kepal kuat-kuat ingin sekali menghantam wajahnya.

“Kuberitahu, jangan beri aku darah palsu. Beri aku darah Jae Hyuk, anak yang kuincar dari belasan tahun yang lalu.”

Mendengar itu, Martin betul-betul kehilangan akal. “IBLIS GILA!!” teriaknya melempar vas bunga di dekatnya mengarah tepat ke kening si Bibi, namun wanita tua itu berhasil menangkisnya. Martin sontak mundur dan mulai ketakutan.

“Tenanglah, Nak!” timpal Martha segera memeluk Martin menjauh dari si Bibi Kim. Martin hanya terdiam berusaha meredam amarahnya. “Jangan sekali-kali kamu menyentuh anak-anak di sini lagi, Ae Rin!” bentak Martha penuh penekanan.

Wanita tua itu acuh, hanya memainkan cairan merah di wadahnya dan menyipratkannya ke segala penjuru. “Ah, padahal aku sangat ingin mendapatkan anak lelaki itu,” ucapnya menggoda.

“Kamu benar-benar gila,” kelakar Martha mengatup rahangnya rapat. Deru napasnya begitu terdengar oleh Martin, bahkan degupan jantungnya terasa olehnya. Ia lalu melepas pelukannya.

“Tenang, Ma, akan kupastikan wanita tua ini tak akan mendapatkan apapun dari asrama ini. Semua saudaraku pemberani, mereka cerdas, dan hanya takut pada tuhannya,” tegas Martin terjeda, mendekati Bibi Kim perlahan, memasang tatapan kebencian. “Lagipula buku terkutuk yang selalu Bibi bawa kemana-mana itu sebentar lagi ada di tangan yang tepat. Bibi akan mati sebentar lagi,” tambahnya dengan seringaian percaya diri, walau ia pun belum begitu yakin Jae No akan menemukan buku itu sendirian. Ia menatap mata wanita tua itu dengan jarak yang amat dekat. Baru terlihat sekarang, wanita ini benar-benar tua.

Bibi Kim mematung sesaat. “Apa?! Dari mana kamu tahu buku itu?! Dimana kamu menemukannya??!” sentaknya dengan meraih leher Martin di depannya. Ia mulai mencekik anak lelaki itu dengan jari-jarinya yang kotor. Martin tersedak, dan berusaha membuka cengkraman kuat itu. Martha di belakangnya pun segera menghampiri anaknya.

“Berhenti, Ae Rin!! Kamu melukai anakku!” jeritnya menyingkirkan jemari itu dari leher anak kesayangannya lalu mendorong keras tubuh Ae Rin hingga menubruk pintu di belakangnya. Martin batuk kesakitan, bekas jemari kotor itu menetap di lehernya.

“Ae Rin sadarlah! Kamu sudah dikuasai oleh iblis itu! Sadar, Ae Rin kamu manusia!!”

“Kamu salah, Martha. Akulah iblis itu, aku sudah sadar, dan akulah iblis itu,” ucapnya tenang diikuti tawa gilanya.

Martha makin tak tahan, ia dengan segera mendekati Ae Rin dan dengan cepat mencekiknya keras sembari merapalkan seluruh doa, berharap wanita itu tersadar. Martin yang mundur jauh dari mereka begitu terkejut ketakutan, keringat dan air mata satu demi satu mengalir, namun ia teringat, ia belum mengabari saudara-saudaranya lagi.

Dengan ketikan yang semrawut, ia gemetar berusaha menekan tombol kirim di ponselnya, tapi tak lama tatapannya terhenti kala melihat Martha sudah terkapar di lantai dengan Bibi Kim yang menindihnya di atas, dan lagi, wanita tua itu menyodorkan pisau tajam tepat ke depan wajah sang Ibu. Martin lantas berteriak dan berlari lalu mendorong tubuh Ae Rin hingga membentur dinding.

Ia mencoba merebut pisau itu dari tangannya, sementara Martha dengan cepat berdiri dan mencari air-air doa di kamarnya, usai mendapatkan air suci itu, Martha menyiramnya pada wajah Ae Rin hingga ia mengerang kepanasan.

Namun saat wanita itu mengerang dan menggeliat, tangan-tangan kotor itu bergerak tak terkontrol, Martin kewalahan hingga ujung pisau yang mengarah pada tubuh Martin itu kini menembus kulit dan daging pada perunya lagi, membuat darah memancar kemana-mana. Darah menyembur dari mulut dan perutnya, matanya membeliak meneteskan buliran beningnya, sedangkan Bibi Kim sesekali tertawa melihat peristiwa itu.

Martha meremang, terlambat untuk menolong, ia hanya bisa menjerit menangis mengetahui anaknya terkapar lemah tak sadarkan diri. Martha mendekap tubuh anaknya erat-erat sementara air matanya mengalir deras, hingga tak sadar, di saat yang sama Hae Jin merobek lembaran kertas itu, Bibi Kim di belakang mereka sontak menjerit kesakitan seorang diri dengan tubuhnya yang terus menerus menggeliat kaku.

Martha menatapnya heran sampai ia melihat kilat cahaya yang sama seperti di kamar ketujuh anak itu bergerak cepat dari atap kamarnya, dan menelan jiwa-jiwa mereka untuk membawanya pergi ke dimensi yang berbeda.

Martha menatapnya heran sampai ia melihat kilat cahaya yang sama seperti di kamar ketujuh anak itu bergerak cepat dari atap kamarnya, dan menelan jiwa-jiwa mereka untuk membawanya pergi ke dimensi yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Balas dendam baru saja dimulai.
































Perkelahian dan pembunuhan,






























sungguh akan terjadi malam ini.




















sungguh akan terjadi malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued …

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang