[35] Epilogue

275 36 1
                                    

Tak dapat mengikuti upacara pemakaman saudara dan juga Ibu mereka di hari lalu karena masalah kesehatan, kini keenam remaja itu berencana untuk datang menengok abu jenazah mereka yang tersimpan dalam guci khusus di tempat pemakaman Busan. Mengenakan jas serba hitam, keenam anak itu sama sekali tak bersuara di dalam mobil saat pemilik baru mereka mengantarkannya ke tempat pemakaman.

Sampai di sana, keenam anak itu jalan beriringan menaiki tangga menuju rak tinggi tempat tersimpannya abu jenazah tersebut. Satu persatu dari mereka lalu menyimpan setangkai bunga krisan putih ke dalam rak kaca tersebut, bersujud dua kali tepat di depan guci itu untuk menghormati mereka, dan berdoa untuk ketenangan mereka di kehidupan selanjutnya. Dan terakhir, saat mereka semua berjalan pergi, Jae Hyuk masih tetap berdiri di sana untuk menyimpan satu kertas foto keluarganya kala itu yang ditemukan Charlie, dan satu kertas foto bergambarkan senyuman manis mereka berdua saat masih duduk di kelas satu SMA.

“Dua keluarga yang aku sayang, aku nggak akan pernah ngelupain kalian, Bu, Martin, juga Ayah, Ibu, yang nggak pernah bisa Jae Hyuk lihat lagi,” ucapnya lembut lalu tersenyum manis, dan berjalan pergi kembali menuju mobil.

“Dua keluarga yang aku sayang, aku nggak akan pernah ngelupain kalian, Bu, Martin, juga Ayah, Ibu, yang nggak pernah bisa Jae Hyuk lihat lagi,” ucapnya lembut lalu tersenyum manis, dan berjalan pergi kembali menuju mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menghela napas panjang sesaat mereka sampai kembali di kediamannya di asrama, memasuki gerbang dan melewati halaman hijau luas, Jean tiba-tiba saja terjatuh di atas rerumputan. Kakak-kakaknya tentu terkesiap.

“Jean, kenapa?!” tanya Ra Joon.

Jean menggeleng. “Cuma ingin duduk di sini,” jawabnya santai mengibas-ngibas rumput di bawahnya.

Semua lantas saling menatap dan ikut duduk di atas rerumputan hijau menemani Jean. Di cuaca cerah dengan semilir angin yang membelai mereka lembut, masing-masing dari mereka menghirup napas dalam-dalam dan terbaring bersama-sama di halaman hijau itu. Semburan sinar matahari pagi yang menyegarkan lantas mewarnai wajah-wajah bersih mereka, diikuti tiupan angin yang menyeka permukaan kulit, membuat mata mereka semua terpejam dan kedamaian begitu terasa di hati mungilnya.

“Aku kaget, kirain Jean kenapa tadi, haha,” ucap Ra Joon tertawa kecil masih terbaring.

“Jean lemes, Kak.”

“Hm, tetep gini aja sampai kita semua tenang, okay?” balas Ra Joon kembali tersenyum.

“Kalau aku putar lagu, kalian bakal nangis nggak?” tanya Hae Jin masih terpejam menikmati alur angin.

“Boleh request River Flows In You? Lagu kesukaan Martin,” jawab Jae Hyuk tenang, sementara yang lain mulai membuka matanya serempak.

Dalam ketenangan tersebut, Hae Jin menuruti kemauan kawannya. Di ponselnya musik klasik tersebut berputar, membelai lembut telinga-telinga mereka. Detakan jantung mereka berdegup seolah mengikuti dentingan piano merdu dari musik itu. Jae Hyuk sesekali sudah menyedot lendir di hidungnya akibat menahan tangis, wajahnya pun mulai menyemburkan semburat merahnya, mendengar itu Jae No di sampingnya menengok.

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang