[29] Mirror Maze

262 37 6
                                    

Menit demi menit berlalu, kedua anak lelaki itu masih terpaku, menatap seluruh labirin cermin yang mengitarinya. Mereka terlalu takut, jika bergerak sedikit mungkin akan menimbulkan suatu masalah.

"Kita harus gimana?" tanya Ra Joon membeku.

Jae No menggigit bibirnya, menatap satu kotak kayu tua dengan gembok yang tersimpan agak jauh di depannya. Matanya berkali-kali mengerjap sembari otaknya terus berputar.

"Kita tinggal jalan ke depan hati-hati, nggak usah liat samping kanan kiri, pokoknya fokus," jedanya menarik napas.

"Kita coba?" tanyanya.

Ra Joon mengangguk, lalu melangkah perlahan.

Satu langkah, dua langkah, tiga langkah ke depan, bersyukur tidak ada yang aneh, langkah mereka lambat laun di percepat, sedikit demi sedikit pun tangan mereka rentangkan agar bisa menggapai benda di depannya. Jantungnya gemetar hebat, keringat deras memancar di tubuh.
Sampai, suara pecahan kaca menggelegar seolah menusuk-nusuk telinga mereka.

Sontak mereka menutup kedua telinganya erat-erat dan memejamkan mata.

Masing-masing membuka perlahan matanya usai suara pecahan tadi mereda. Jae No melihat kedua kaki tanpa alasnya lebih dulu saat membuka matanya, ia menegang, keringat dingin, takut untuk melihat siapa yang ada di depannya karena kini, kaki yang sama dengan miliknya tengah berdiri pula di hadapannya. Bukan kaki Ra Joon dengan celana piyama putihnya, bukan, melainkan pantulan dirinya sendiri yang mengenakan piyama polos biru malam dengan versi lebih pucat serta tatapan tajam mengintimidasi.

Spontan dirinya tersentak mundur, dan makin terkejut kala pantulan dirinya sama sekali tak bergerak mengikuti gerakannya. Matanya membeliak bulat. Mencoba untuk lebih berani, ia bertanya, "Siapa kamu?!" tegasnya. Sosok di depannya hanya menyeringai kecil tanpa jawaban.

Lengang beberapa saat, membuat ketegangan makin dirasa olehnya, perlahan kakinya mundur menjauh kala sosok pantulan dirinya di cermin tengah mengambil sesuatu dari balik celananya. Jae No sedikit demi sedikit melangkah menyamping untuk kabur melewati jalan kecil yang ia lihat. Sampai, dirinya meremang saat matanya menangkap sosok itu menggenggam pecahan cermin yang bahkan ukurannya lebih besar dari kepalan tangannya.

Refleksi dirinya perlahan mulai menempelkan ujung pecahan kaca itu tepat pada urat nadi di lehernya, dan yang lebih mengejutkan, Jae No merasakan dinginnya benda tajam itu mengenai lehernya sendiri. Napas Jae No makin memompa memegangi lehernya acak lalu segera kabur dan pergi terbirit-birit, walau ia pikir, mungkin bisa saja jika sosok itu melanjutkan aksinya, ia bisa mati tergorok di tengah jalan.

"Ra Joon-ah!" teriaknya membuat gema. "Kamu dimana??!" pekiknya lagi, suaranya membulat.

"Jae No-yaa!" suara Ra Joon terdengar cukup jauh, samar-samar terdengar oleh inderanya. "Tolong, Jae No! Aku nggak bisa kemana-mana!"

"Kamu diem di situ, tetep bersuara, aku bakal kesana!" titah Jae No lantas berlari lagi melewati jalan apapun yang ia lihat.

Sejak itu, Ra Joon tetap bersuara memanggil nama Jae No, sesekali berhitung, menyebutkan huruf alphabet satu persatu dan kata-kata lainnya, ia gemakan secara acak. Namun Jae No merasa sejauh apapun ia telah berlari suara itu juga semakin jauh dari pendengarannya, sesaat suara itu seperti berpindah tempat, lelaki itu makin frustasi mengacak-acak rambut hitamnya.

"Ya!! Kamu jangan kemana-mana, Ra Joon!" bentaknya.

"Aku nggak kemana-mana, Jae No!!" balasnya.

Jae No mengerutkan kening, dan berpikir bahwa cara ini bukanlah yang tepat, tak akan selesai-selesai jika begini terus. Tapi pikirannya kini begitu buntu, selagi mencari sebuah ide, dirinya memindai sekitar yang dipenuhi cermin tinggi menjulang, refleksi dirinya banyak terpantul di tiap sisi cermin. Dirinya berputar berharap menemukan sesuatu, namun yang didapatinya lagi-lagi sosok pucat itu.

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang