[26] Good Luck Tonight

162 30 0
                                    

Di malam berikutnya.

Tepat di pukul 10 malam, Martin memasuki kamarnya dengan langkah lebar usai membersihkan diri di toilet, berganti pakaian dengan kaus putih polos andalannya, sekaligus melihat-lihat keadaan asrama yang sudah sepi, ditambah pekatnya gelap memenuhi inderanya.

"Gimana darah palsunya? Sudah siap?" tanyanya buru-buru menghampiri Hae Jin dan Jae Hyuk. Keduanya tengah duduk di lantai, berdiskusi di sudut kamar, sembari menuangkan cairan palsu itu ke dalam dua kantung plastik kecil.

"Em, udah," jawab Jae Hyuk tenang.

"Ada yang tahu kalian keluar asrama buat beli ini nggak?"

"Bersyukur, enggak," jawab Hae Jin menggeleng.

Martin menghela napas lega. "Jadi, gimana rencana kalian?" tanyanya ikut duduk bersila bersiap mendengarkan ide jenius temannya.

"Jadi gini, di luar udah sepi kan? Nanti Arlie, Ra Joon, dan Jean keluar lebih dulu, mantau keberadaan Bibi sama Ibu. Kalau udah aman, lo bisa langsung ke perpustakaan bareng Jae No, dan gue sama Jae Hyuk ke toilet di ruang tengah ..." jeda Hae Jin melirik ke setiap jendela di kamar, lalu mengecilkan lagi volume suaranya.

"... berhubung luka gue udah agak ketutup, cairan ini bakal gue tumpahin ke tangan gue, seakan lukanya kebuka lagi, dan Jae Hyuk bakal minta tolong ke Bibi buat bersihin lukanya. Lo ngerti sampai sini?" tanya Hae Jin.

"Ya, lanjut," jawabnya mengangguk.

"Tapi sebelum itu, satu plastik lagi bakal gue serakin aja ke lantai, dan dia bakal taruh kamera kecil gue di sudut toilet yang pokoknya-jangan sampai kelihatan siapa pun. Dan ini yang seru," jedanya lagi.

Martin spontan mendekatkan posisinya pada mereka.

"Sesudah Bibi bersihin dan ngobatin luka gue, gue sama Jae Hyuk harus secepat mungkin keluar dari sana dan biarin sisa darah itu di lantai. Kamera di sana gunanya biar jadi saksi, cairan di lantai itu bakal Bibi tampung atau malah dibersihin."

Martin mengangguk cepat, ia paham.

"Ngomong-ngomong, kamera ini udah tersambung ke ponsel Ra Joon, jadi dia bisa mantau gue sama Jae Hyuk di sana. Dan paginya, kita bakal ke toilet lagi, buat ambil kamera itu."

Martin lagi-lagi mengangguk pasti. "Woah, as I expected, you are genius," pujinya kagum menepuk pundak keduanya. "Good luck!" tutupnya tersenyum.

Usai itu Martin memutar pandangannya, terhenti pada Jae No yang menyendiri duduk di atas kasurnya, sambil melamun ke arah jendela yang terbuka, memperlihatkan gumpalan awan abu-abu yang mengitari langit malam.

"Jae No, you okay?" tanyanya merengkuh pundak lelaki itu. Sedangkan Jae No hanya mengangguk tersenyum tipis.

"Lo kenapa?"

"Haha, enggak ... gue cuma gugup," jawabnya dengan senyuman yang tak pernah terhapus.

"Its okay, wajar kok. Gue juga gugup, tangan gue basah," ucap Martin tertawa kecil memperlihatkan telapak tangannya.

Jae No tersenyum lebih lebar.

"Yaudah yuk siap-siap," ajak Martin, menepuk-nepuk punggungnya agak keras, lelaki bertubuh kokoh yang sesaat merapuh itu akhirnya berdiri dengan percaya diri, ia yakin bahwa kerja sama mereka adalah yang terbaik.

Pindah ke ketiga kawannya yang lain. Martin merangkul Charlie, Jean, dan Ra Joon bersamaan dengan kedua tangan panjangnya. Ia memberikan semangat dan meyakinkan pada mereka kita bisa melakukannya. Ketiga anak lelaki itu lantas mengangguk cepat, menautkan kedua kepalan tangannya untuk berdoa kemudian pergi lebih dulu untuk menjalankan aksi sesuai yang sudah direncanakan.

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang