[30] The Cursed Book

280 38 0
                                    

“Aku nggak akan pernah mau ke perpus lagi, nggak akan!” kutuk Ra Joon sambil berjalan cepat menuju kamar. Penuh cipratan darah yang menodai pakaian serta wajah kedua anak malang itu—saat memasuki kamar, keempat saudaranya sontak berdiri terkejut.

“Kalian kenapa?!” pekik Hae Jin khawatir. Mata mereka semua membeliak melihat kacauanya Jae No juga Ra Joon.

“Ceritanya panjang, buka dulu ini cepet!” timpal Jae No menyimpan satu kotak terbuka itu ke lantai. Semua patuh mengikuti. Namun Jae No teringat sesuatu.

“Martin mana? Belum balik?”

Semua menggeleng, matanya sayu.

“Dia bilang ada kekacauan di kamar Ibu, tapi dia tetep nyuruh kita buat buka bukunya, dan kita nggak berhasil tadi, Bibi bersihin darahnya,” jelas Hae Jin kecewa. “Bibi tahu itu darah palsu,” sambungnya.

“Hah?!” Jae No tak menyangka.

“Udah, udah jangan pikirin itu, yang penting bukunya dulu!” potong Ra Joon.

Semua mengangguk setuju.

Dengan detakan cepat di jantung mereka masing-masing, mereka menatap fokus buku hitam usang yang dipegang Ra Joon. Lelaki itu lalu mulai membuka lembarannya dan membacanya.

Origin of Satanist.
Created over hundreds of years ago by three old women in the secluded village. This ritual could make an old women rejuvenated over time … a fresh blood from … kids.”

Keenam anak itu menegang, merinding sekujur tubuh.

“Bener kata kamu, Hae Jin. Mereka ingin hidup awet muda dengan bantuan darah segar dari anak kecil. Aku... nggak habis pikir,” ucap Ra Joon melemas.

“Coba buka halaman yang lain!” titah Jae No.

Lelaki itu mengangguk, dan membuka kembali lembaran-lembarannya. Melihat itu, Jae Hyuk mengingat jelas bahwa yang dilihatnya kini persis dengan yang ia lihat belasan tahun lalu.

“Lilin hitam,” sahut Jae Hyuk.

Semua mengerutkan kening.

“Ada gambar lilin hitam di buku itu, coba cari,” ucapnya.

Ra Joon menurutinya. Berlembar-lembar halaman telah dibukanya, hingga tiga lembaran terakhir terbuka. Mereka saling menatap satu sama lain.

Exorcist Spells,” ucap semua serempak membaca kata yang terpampang di lembaran usang itu.

“Ini! Ini mantra pengusir setannya!” pekik Hae Jin antusias. “Tapi, bahasanya …”

Its okay, aku pernah tahu beberapa bahasa latin, makanya kalau ke perpus jangan cari komik mulu,” lontar Ra Joon seraya pergi mencari selembar kertas dan pena.

Hae Jin terpaku. “Kamu mau ngapain?” tanyanya.

“Aku bakal salin mantra ini di kertas, dan coba cari artinya,” ucapnya lalu segera menyalinnya. Dengan luwes tangannya menulis satu persatu kata dengan hati-hati, sambil mengingat arti juga cara pelafalannya, sangat beruntung ada satu manusia seperti Ra Joon dalam kelompok mereka.

“Okay, sudah.”

Selesai Ra Joon menulis, ia memasukan gulungan kertas itu ke saku celananya dan mulai mencari tahu arti dari bahasa tersebut, sementara Jae No terus membuka halaman yang lain karena rasa penasaran yang amat tinggi. Sesekali Jean dan Charlie menutup matanya karena banyaknya gambar satanisme, mutilasi, dan ritual-ritual aneh yang terlukis di sana, hingga Hae Jin tiba-tiba menghentikan lembaran yang terus terbuka itu. Tangannya yang besar menutupi satu halaman di buku.

“Tunggu!” pekiknya. “Aku ingin liat ini, banyak bercak  darah di halamannya,” tambahnya cemas sembari merebut buku itu, dan membacanya lantang.

STAB IT.

DEEPER.

TWIST THE KNIFE TWICE.

SPLASH.

AND, SWALLOW IT.”

Sontak mata mereka semua membeliak sempurna saat lelaki itu membacanya satu persatu. “Kalian ngerti maksud ini apa?” tanya Hae Jin, napasnya naik turun. “Kalian bayangin Martin saat itu ditusuk sedalam apa?!! Hebat dia masih hidup sampai sekarang. Darahnya … darahnya keluar dan mereka minum itu??! Cuma demi kecantikan?!” timpal Hae Jin penuh penekanan, ia tak habis pikir dengan ritual mengerikan yang ternyata benar-benar ada di dunia nyata. Manusia macam apa orang-orang jahat itu? Bahkan ibunya sendiri yang melakukannya pada Martin.

“Bajingan!” kutuk Hae Jin sambil merobek lembaran kertas itu tanpa pikir panjang, ia meremas kertas itu lalu melemparnya ke lain arah. Ra Joon yang melihat justru marah, matanya seolah berapi-api.

YA! HAE JIN!!” bentaknya. “Kamu jangan sompral ya?!”

“Sompral apa? Memangnya aku ngapain??” balas Hae Jin.

“Jangan berani-beraninya kamu main robek buku terkutuk kaya gini, kamu mau mati konyol hah?!”

Cih. Kalian semua nggak emosi baca semua lembaran itu?? Banyak noda darah di tiap kertasnya, dan itu darah dari korban-korban mereka!! Lebih baik kubuang buku itu.”

“Aku tahu kamu marah, tapi tetep kamu harus hati-hati! Iblis kaya gini tuh nggak pernah main-main. Kecuali kalau kamu bersedia untuk mati konyol.”

Hae Jin diam menatap kesal kawan di depannya. Ia lantas mengambil buku yang tergeletak itu lalu melemparnya pada tubuh Ra Joon.

“Makan tuh buku, aku nggak peduli mau mati konyol atau enggak,” sinisnya tajam lalu pergi keluar dari kamar.

Jae No dan Jae Hyuk menahannya, tapi ia mengamuk dan menghempasnya, entah mengapa Hae Jin bisa menjadi sebegini menyebalkannya, ia makin keras kepala. Mereka berenam hanya mematung melihat Hae Jin yang sudah pergi. Mereka terlihat sangat kelelahan.

“Susah kalau nggak ada Martin, semoga dia baik-baik aja,” gumam Jae No sedih.

Semua mengangguk pasrah, sesekali mengusap peluh di wajahnya dan saling mendekat hendak berpelukan, namun, tiba-tiba saja jam dinding di kamar mereka jatuh menjadi pecahan membuat kebisingan. Mereka tentu tersentak, sampai pigura-pigura di kamar mereka mulai pecah melebur satu persatu dimulai dari foto Martin hingga Jean.

Guncangan di kamar mereka pun mendadak terasa membuat mereka makin ketakutan dan bingung harus bagaimana. Sampai dimana kilatan cahaya putih muncul entah dari mana menghalangi penglihatan mereka, dan mulai membawa jiwa-jiwa lemah itu ke peradaban lain, meninggalkan jasad-jasad yang terkapar pingsan—mereka berpisah, terpencar di berbagai tempat.

 Sampai dimana kilatan cahaya putih muncul entah dari mana menghalangi penglihatan mereka, dan mulai membawa jiwa-jiwa lemah itu ke peradaban lain, meninggalkan jasad-jasad yang terkapar pingsan—mereka berpisah, terpencar di berbagai tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued …

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang