[0] Prologue

5K 397 50
                                    

†T H E - D O O R S†

-Busan, 2007-

"Ibliis dartiis ayaan cunuggan hortaada ku dilay

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibliis dartiis ayaan cunuggan hortaada ku dilay ..."

"Pulchritudo est mihi."

Satan ... satan ... SATAN!!"

†††


Rapalan doa serta pujian untuk para iblis diiringi dengan gaungan nyanyian mistis, serta seruan mantra yang dilafalkan oleh lidah mereka para wanita bertudung putih. Ditemani sebuah buku usang yang digenggam kuat hingga tangan-tangan itu gemetar hebat. Air liurnya bahkan kerap menetes dari mulutnya yang terus merapalkan mantra hingga membasahi dagu lancip mereka. Di ruang rahasia kecil yang terisolasi, kegelapan gulita menelan semua kesunyian yang hampa. Namun, tidak saat lilin-lilin hitam kecil di sekeliling mereka mulai menyalakan bara apinya dan meneteskan lelehan lilin hitam yang mengerak di permukaan meja- meja kayu berdebu di sana.

Suara lantang menggema ke setiap sudut ruangan sempit itu. Suara yang merapalkan segala mantra demi kepuasan jiwanya. Meskiseperti ada batu yang menahan tenggorokannya, para wanita
bertudung putih itu tetap membulatkan suaranya lebih tajam. Selagi jarum jam masih berdetak, mereka rela melakukan ritual hitam ini walau bulan sudah menampakkan diri dua kali. Pujian- pujian terus mereka gemakan, pun mantra terus berkumandang dengan cepat dari mulut-mulut mereka yang tak sabar mengecap anyirnya rasa sel-sel merah dari pembuluh anak lelaki tidak bersalah. Hingga suara dari salah seorang wanita tua di sudut sana menggelegar dengan lantang memenuhi semua gendang telinga yang hidup.

"SOLVITE EAM'"

Seruan yang memekakkan telinga lantas menggelegar. Diiringi dengan dentuman guntur maha besar serta kilatan yang menyilaukan mata. Dengan cepatnya lilin-lilin kokoh itu seketika padam, seperti ada terpaan angin kencang yang melewati. Dan di saat itu pula jeritan hebat dari seorang anak lelaki terdengar begitu pedih sampai membuat siapapun yang mendengarnya menutup telinga sekuat tenaga dengan rasa hati panas mendidih.

"HENTIKAN ... KUMOHON HENTIKAN!"

Mengerang sembari menggigit bibir bawahnya kuat hingga muncul bulir merah mengkilap di tepi mulutnya. Rupanya ia terbaring di antara kumpulan wanita bertudung putih yang sedari tadi sibuk merapalkan berbagai macam mantra itu. Namun, seorang wanita yang terus meneteskan liuritu tetap melanjutkantusukan dan koyakanpada perut bocah malang di hadapannya dengan satu pisau besar di genggaman, membuat jeritan pedih itu berdenging di kepala mereka.

"Ampun. kumohon ... tolong berhenti!"

Permohonan terakhir terucap dari ringisan anak lemah itu kala cairan kental merah menyala miliknya seketika menyembur dan mengalir deras karena kulit dan daging yang mulai menganga. Rasa puas seketika timbul memenuhi relung jiwa wanita itu. Ia lalu menyeringai kecil dan menguatkan lagi tikamannya lebih dalam.

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang