[16] Related Nightmare

786 160 5
                                    

“Charlie, tenang! Tidak ada apa-apa, tidak ada!”

Jae No sempat gelisah di kelas memikirkan keadaan saudara kecilnya, tapi tiba-tiba saja ia mendapat pesan dari Jean yang sedang berada di ruang perawatan sekolah. Jean bilang bahwa Charlie benar-benar stres karena ketakutan menunggu teror yang akan datang padanya.

Tubuhnya dingin berkeringat, tangan dan kakinya kaku begitu juga jemarinya yang dingin seperti membeku. Charlie terus terisak sembari menahan sesak di dada, ditenangkan tak bisa, diberi minum tak mau, Jean sungguh kebingungan.

Jae No akhirnya datang bersama Ra Joon menenangkan Charlie. Pada awalnya mereka begitu tenang memeluknya, tetapi lama kelamaan lelaki itu mulai rewel dan menangis makin histeris.

“Charlie, tenang! Ayo, minum dulu,” ucap Ra Joon sedikit gemas.

Charlie tetap abai. Melihat itu, Jean memeluk kembali kakaknya, mengusap punggungnya, dan menepuknya pelan.

“Arlie, teror itu jangan ditunggu, tidak usah. Kalau kamu hati-hati, mungkin saja teror itu tidak akan sampai di kamu. Jangan menangis lagi. Ya?” tutur Jean sambil memeluknya.

Charlie mendingin, tangisnya mulai mereda, menyisakan sesak di dada. Tak lama gelas yang ada di tangan Ra Joon diraihnya dengan gemetar. Ra Joon lekas membantunya. Jae No yang berdiri di samping Charlie juga dengan lembut mengusap air mata adiknya yang membasahi kedua pipinya.

“Sudah jangan nangis, istirahat,” ucap Jae No tegas.

Sore hari tiba, Hae Jin di gerbang asrama depan seorang diri menyambut kepulangan saudara-saudaranya yang tengah berjalan santai di jalan depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore hari tiba, Hae Jin di gerbang asrama depan seorang diri menyambut kepulangan saudara-saudaranya yang tengah berjalan santai di jalan depan sana. Hae Jin mengayunkan kedua tangannya dengan semangat ditambah senyuman lebarnya. Namun, sedetik kemudian ia tersentak karena rasa ngilu yang muncul dari tangan kanannya. Jahitannya masih basah.

“Akhirnya kalian pulang, aku bosan sekali,” sahut Hae Jin merangkul Jae No.

“Kamu tidak apa-apa kan, di sini?” tanya Jae No.

Hae Jin mengangguk tersenyum. “Everything is okay,” jawabnya.

Mereka pun memasuki asrama bersama-sama, melewati halaman depan yang ramai anak-anak. Ada yang sedang bermain bola, petak umpet, dan lompat tali. Suara tawa mereka meramaikan suasana, hingga Hae Jin yang tengah berbincang dengan Jae No teralih perhatiannya pada Martha yang terlihat sedang membakar sesuatu di bawah pohon apel besar menggunakan tong besi bekas, benda itu mengobarkan api dari dalamnya.

Hae Jin menyipitkan mata, langkahnya berhenti, rangkulannya terlepas dari Jae No. Sampai tatapannya fokus, ia melihat Martha sedang melempar satu pisau ke dalam tong itu. Pisau hitam yang Hae Jin temukan di perpustakaan tempo hari.

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang