[20] Follow Me

868 147 10
                                    

Angin malam berembus lembut, mengayun helaian rambut Martin. Di atap rumahnya yang sekaligus menjadi panti asuhan milik sang mama, ia duduk seorang diri di pinggiran tembok, bersandar pada tong-tong bekas yang menggunung, kakinya ia tarik menyentuh dada sambil menatap langit hitam gelap di atasnya.

"... Jujur pada mereka, Nak. Selamatkan mereka. Memendam masalah sendirian tidak pernah menjadi sesuatu yang baik."

Pesan dari sosok papanya hingga kini selalu tersimpan di kepala. Ya, memang benar katanya, ia memang sudah seharusnya jujur pada saudara-saudaranya. Namun, memikirkan hal buruk sesudah itu membuat kepalanya seperti akan meledak. Namun, apa daya, pukulan sudah diterima, kebencian pun sudah ia rasakan dari para saudaranya. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Martin akan segera jujur.

"Aku tidak akan pernah maafkan Mama lagi, tidak akan pernah. Aku yang jadi getahnya sekarang!" tegasnya bermonolog, lalu membenturkan kepala belakangnya berkali-kali.

"Ibu kenapa, Martin? Apa benar yang dikatakan Hae Jin?"

Jae Hyuk? batinnya terkejut, mulutnya menganga kecil.

Martin menoleh ke samping. Jae Hyuk sudah berdiri di ambang pintu itu entah sejak kapan. Jae Hyuk lalu berjalan mendekatinya.

"Kamu ... sedang apa?" tanya Martin.

"Tadinya aku ingin minta maaf sekaligus menenangkan perasaanmu, lalu mengajakmu ke kamar. Hae Jin juga ingin minta maaf karena sudah berlebihan. Yaaa, harusnya dia ke sini, tapi kalau dia tahu temannya bicara seperti itu, mungkin dia tidak akan segan memukul wajahmu lagi," ucapnya terkekeh kecil.

Martin mengernyitkan dahi.

"Dugaan Hae Jin benar?" tanya Jae Hyuk.

Martin menunduk.

"Ibu kenapa, Martin? Apa memang benar Ibu yang membunuh Yuri? Dan kenapa kamu tidak mau memaafkan Ibu lagi? Ibu pernah berbuat ini dulu?"

"Jae—"

"Kenapa sampai sekarang tidak ada polisi yang menangani masalah ini? Apa Ibu bayar mereka untuk tutup mulut? Atau mungkin juga anaknya dibayar untuk merahasiakan ini ke kita? Sepuluh tahun lebih, Martin. Kamu mau salah satu dari kita mati? Hae Jin hampir mati karena ulah iblis itu." Jae Hyuk menghela napas sejenak. "Dan sekarang aku bingung mau menjalani hidup seperti apa lagi. Satu-satunya yang masih sudi memberi kita makan cuma Ibu, dan sekarang kita ketakutan," sambungnya melirih.

"Jae Hyuk! Kamu mau mendengarkan penjelasanku dulu atau tidak?" tegas Martin sambil berdiri menyejajarkan tubuh dengannya.

"Aku sudah tidak mau dan tidak bisa percaya lagi dengan siapa pun ... kecuali saudara-saudaraku."

Martin berdecih membuang muka. "Ceritanya panjang, Jae Hyuk! Kalian tidak akan mengerti kalau kamu tidak beri aku kesempatan untuk bicara."

"Bicara sama yang lain, aku sudah muak," balas Jae Hyuk sambil mendelikkan mata, lalu pergi begitu saja meninggalkan Martin.

"Bicara sama yang lain, aku sudah muak," balas Jae Hyuk sambil mendelikkan mata, lalu pergi begitu saja meninggalkan Martin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang