[33] Excorcism

217 36 0
                                    

“MARTIIIN??! JAE HYUK?!!” jerit mereka semua menyalangkan mata, darah mereka berdesir cepat mengetahui kedua saudaranya terbelenggu erat, ditambah luka yang berlumuran pada perut juga mulut Martin.

Suara tawa mengerikan tiba-tiba menggaung di ruang hampa itu. Mereka lantas menduga-duga siapa yang ada dibalik semua ini dengan emosi yang meluap-luap di hati. Benar, Kim Ae Rin, budak haus darah dari iblis yang dipujanya muncul begitu saja dari kegelapan dengan gaun hitam sepanjang betisnya yang bernodakan darah dari Martin.

Sontak semua amat terkejut akan perubahan fisik drastis dari wanita yang selama ini mereka salah duga kebaikannya. Keriput tergambar di area kening dan mata, tulang pipi yang menonjol, dagu lancip, juga kelopak mata yang dalam, mereka sangat tak mengenali manusia gila ini jika bukan karena suara nyaringnya, bahkan kulit putih mulusnya, pun tubuh indahnya benar-benar lenyap dari dirinya.

Ia berjalan cepat penuh penekanan sembari menggenggam pisau berlumur kentalnya darah menghampiri ketiga manusia lemah di tiang sana.

Jae Hyuk yang terbelenggu dan terbekap dengan seutas kain merah di atas sana terus mengerang dan menggeliat sejak melihat Kim Ae Rin yang keluar entah dari mana—ditemani sosok bayangan iblis besar yang bertengger di pundaknya.

“DIAM!” pekik Ae Rin menyodorkan pisaunya tepat ke kerongkongan Jae Hyuk.
Lelaki itu lantas mematung.

“Mari kita lihat …” ucap wanita itu menyeringai. “1,2,3,4,5,6,7 … lengkap,” sambungnya sumringah.

“Bibi! Jadi Bibi yang bawa kita kesini??!” teriak Jae No.

Ae Rin menatap lelaki itu sejenak. “Siapa lagi kalau bukan saya?” sinisnya tajam lalu beralih melihat ketujuh anak itu bergiliran. “Beraninya kalian mengelabuiku, membentakku, dan melemparku dengan vas bunga? Mau tau balasannya?”

Semua mematung di posisinya.

“Lihat dua anak itu!” titahnya menunjuk Jae Hyuk dan Martin yang terikat lemah.

“Mau pakai pisau, gergaji, busur panah, atau ...”

“CUKUP!!”  jerit Ra Joon gemetar, napasnya tersengal. “Bi, kenapa Bibi kaya gini? Kita hanya ingin tahu kejanggalan yang kita terima, Bi. Kita cuma ingin hidup tenang …” lirih Ra Joon menangis.

“Masih belum paham? Lihat anak ini. Dia yang memulai permainan. Orang tuanya mengurung semua milikku yang selama itu ia puja-puja! Dan aku bersyukur anak ini membuka pintu itu … aku tentu bisa membalaskan dendam.

Untuk Martha, berterimakasih padanya karena sudah membunuh orang tua Jae Hyuk lebih dulu sebelum aku bisa menyiksa anak ini di waktu yang tepat. Terimakasih sudah menuruti perintahku, Lee Martha. Mulai ingat sesuatu?” ucapnya tenang menyeringai.

Ketujuh anak itu spontan membelalakan mata, sementara Martha yang lemas di atas sana tiba-tiba menyadari sesuatu yang janggal dirasanya selama ini. Dirinya terus mengaku jika ia telah membunuh suaminya, orang tua Jae Hyuk, serta menyiksa anak semata wayangnya sendiri belasan tahun lalu, tanpa sadar, selama ini Martha tak pernah merasa demikian, walau mulutnya terus berkata seperti itu—ia tak pernah merasa begitu sadar bahwa ia dikendalikan. Ia baru ingat, dan mulai menampung air di matanya.

I knew it … you are the real evil!! You monster!” pekik Martin menyalangkan mata merahnya.

“Harusnya sudah kuduga Mama nggak akan sejahat itu! Bukan Mama yang siksa Martin, bukan Mama yang bunuh Papa, dan bukan Mama yang bunuh keluarga Jae Hyuk!” teriak Martin dengan napas yang memburu.

“Harusnya Martin sadar saat Mama sujud minta maaf di kaki Martin usai pembunuhan itu, pembunuh nggak akan secepat itu menyesali perbuatannya, kalau ia tak benar-benar dikendalikan!”

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang