[32] Back To The Past

185 31 0
                                    

Terlempar di antara bebatuan dan semak-semak belukar. Angin malam berhembus menusuk-nusuk kulit putih Jae No. Ia tersadar usai pingsan sesaat akibat benturan barusan. Matanya pelan terbuka dengan mulutnya yang meringis nyeri sembari mengusap-usap sendiri pelipisnya. Tak terduga, suara sirine ambulans dan pemadam kebakaran terdengar begitu jelas saling bersahut-sahutan. Ia lalu bangkit dan mencari sumber suara itu dengan jalan yang tergopoh-gopoh tanpa alas kaki di atas rerumputan yang dingin.

“Aku dimana?” gumamnya sambil menyipitkan mata mencari dimana suara itu berasal. “Hutan?” batinnya lagi.

Hingga cahaya merah bergerak berputar menerangi wajahnya berulang-ulang, ia lantas menangkis cahaya yang menghalangi penglihatannya tersebut dengan lengan, namun saat pandangannya kembali jelas, ia mengernyit tak menyangka.

“Bus?! Itu bus … nggak mungkin!”

Matanya membeliak saat melihat kembali bus yang sudah setengah hancur di depannya dengan banyak manusia yang mengelilingi area itu. Suara sirine itu ternyata berasal dari sini. Tim SAR dan beberapa tim medis terlihat tengah menggotong satu persatu mayat yang hancur terbakar. Jae No terkejut menutupi mulutnya yang terus menganga, sampai ia mendongakkan kepalanya ke atas berniat menarik kembali air mata, dan tak sengaja menangkap sesuatu yang membuatnya yakin ia sedang terlempar ke masa lalunya.

“Ini bukan hutan, ini jurang, tempatku … nggak mungkin!”

Jae No meremang ketakutan saat melihat satu pembatas jalan yang hancur dan garis polisi membentang di permukaan jurang ini, juga beberapa polisi yang menjaga di atas sana. Sampai fokusnya kini terbagi lagi kala mendengar tangisan histeris dari seorang anak kecil.

Ia melihat dirinya sendiri.

Tersentak mundur, Jae No tak mampu menopang tubuh kokohnya lagi, kedua lututnya lemas, dan terjatuh dengan bokong membentur tanah. Seluruh tubuhnya gemetar hebat, traumanya kembali menyerang, dadanya begitu sesak, dan sekujur tubuhnya dibasahi oleh keringat walau nyatanya ia sungguh kedinginan. Ia hanya tak percaya, dirinya akan diperlihatkan lagi pada kelamnya hari dimana ia kehilangan semua miliknya.

Ra Joon seketika tersadar karena punggungnya yang menerima benturan begitu keras saat terbanting ke dinding berwarna putih tulang di belakangnya, bahkan kepala belakangnya sempat terhantam membuat ia meringis dan pusing untuk sesaat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ra Joon seketika tersadar karena punggungnya yang menerima benturan begitu keras saat terbanting ke dinding berwarna putih tulang di belakangnya, bahkan kepala belakangnya sempat terhantam membuat ia meringis dan pusing untuk sesaat. Usai membaik, ia baru menyadari jika ia sendirian kali ini di ruang gelap gulita, batinnya terus mengutuk apapun karena lelah, baru saja ia dihantui oleh labirin cermin, sekarang apa lagi?

Ia mencari-cari ponsel di saku celananya dengan agresif, dan beruntunglah benda itu ada di sana usai Charlie memberikannya kembali di kamar tadi, lalu buru-buru menyalakan ponselnya dan melihat kotak baterai di pojok kanan layarnya yang makin memerah. Ia kembali mengumpat.

“Hae Jin?! Jae Hyuk? Charlie, Jean?!” teriaknya sembari melangkah laun dengan lirikannya yang berusaha melihat sesuatu di kegelapan. “Jae No! Kamu diman—”

The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang