[15] Alarm

802 160 4
                                    

Hae Jin, bagaimana, sudah sehat?” tanya bibi si koki di asrama yang memasuki kamar ketujuh anak itu bersama Bibi Kim di sampingnya. Ditemani oleh kelima saudaranya, mereka lantas tersenyum memandang para bibinya.

“Ya, kalau sehat belum, Bi, tapi sudah agak mendingan,” jawab Hae Jin tenang sembari mengusap lengan kanannya yang terbalut tebalnya perban.

“Saya sudah siapkan makan, dimakan ya? Jangan sampai bersisa,” ucap si bibi koki, lalu menyimpan senampan makanan itu di atas nakas.

Kata terima kasih terlontar dari Hae Jin. Bibi koki pun beranjak pergi meninggalkan Bibi Kim yang masih tinggal.

“Hae Jin, Bibi dengar kamu ... melukai diri sendiri?” Bibi Kim bertanya ragu.

Hae Jin tertawa kecil, lalu menundukkan kepala. “Kalau Hae Jin punya niatan untuk itu, Hae Jin tidak akan tanggung-tanggung buat bunuh diri, Bi,” jawabnya begitu tenang.

“Ya! Jaga bicaramu!” timpal Ra Joon.
Hae Jin terkekeh.

“Memang ya, anak Martha yang satu ini selalu saja bercanda di setiap situasi,” balas Bibi Kim tertawa kecil, lalu mengusap puncak kepala lelaki itu.

“Tapi Hae Jin masih bingung, salah apa Hae Jin sampai diteror dan disakiti seperti ini? Kenapa iblis itu selalu murka sama kita?” tukasnya dengan murung. Kelima saudaranya lantas ikut bersedih. Bibi Kim mengulum bibirnya ikut cemas.

“Kamu yakin itu dari iblis?” tanya Bibi Kim.

Hae Jin mengangguk. “Jelas, Bi, ini ilmu hitam.”

Mendengar itu sontak semua termangu, diam tanpa kata. Sementara Jae Hyuk mengingat sesuatu dari mimpi buruknya saat ia masih kecil. Ilmu hitam? Mungkinkah …

“Sudah, Nak, jangan mengada-ngada. Pokoknya kamu harus sehat dulu, dan …” Ucapan Bibi Kim terjeda karena ia mengambil sesuatu di kantung celemeknya.

“Kenapa, Bi?” tanya Hae Jin.

“Ini surat peringatan dari sekolah. Kamu terpaksa diberhentikan sementara sembari menunggu pemulihan,” ucap Bibi Kim seraya menyerahkan sebuah amplop surat.

Kening Hae Jin berkerut menerima surat itu. “Hae Jin salah apa?”

“Kepala sekolah bilang kalau kamu sudah melanggar peraturan karena membawa pisau ke sekolah dan merusak fasilitas perpustakaan. Tidak ada bukti valid untuk membelamu, Nak.”

Hae Jin membuka mulutnya, tak menyangka. Ia lalu memutar bola mata, berdecih, lalu membuang muka.

“Justru Hae Jin yang menemukan pisau itu di perpustakaan, Bi. Siapa juga yang bawa pisau ke perpustakaan? Dan siapa juga yang mau bunuh diri di sana? CCTV di sana bagaimana?” timpalnya mendidih, tak terima.

Bibi Kim lantas menenangkannya, mengusap pundak Hae Jin lembut. “CCTV di sana mendadak tidak berfungsi. Sudah, Nak, sudah. Tujuh hari itu bisa kamu pakai untuk penyembuhan, ‘kan? Lagi pula tangan kananmu sulit untuk dipakai menulis. Istirahatlah,” ungkap Bibi Kim lembut, diikuti anggukan setuju dari kelima saudaranya.

 Istirahatlah,” ungkap Bibi Kim lembut, diikuti anggukan setuju dari kelima saudaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Doors: Survive | TERBIT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang