LIMA BELAS || TERUNGKAP

33.9K 3.1K 250
                                    

🦩 Happy Reading 🦩

Sudah dua hari Azka dirawat namun tak ada tanda-tanda anak itu akan bangun. Rafif sudah mengatakan itu tak apa kejadian seperti ini wajar, kepala yang terkena benturan akan berakibat juga pada otak yang mengakibatkan syaraf-syaraf otak kaget hingga tak bekerja dengan baik.

Namun tetap saja mereka khawatir terlebih Avan anak itu tak beranjak dari ruang rawat Azka barang sedetik pun, setiap waktunya ia gunakan untuk menemani abangnya, semua anggota sudah bersikukuh memaksa anak itu untuk pulang hanya sekedar beristirahat namun bukan Avan namanya jika tak keras kepala.

Dengan alasan sebagai tanggung jawab ia pada abang nya dia bertugas untuk merawat dan menemani Abang nya hingga abangnya kembali pulih seperti sedia kala.

Seperti sekarang anak itu tengah berbaring disamping Azka, memang brangkar yang anak itu gunakan cukup luas apalagi tubuh Avan yang kecil memudahkan nya untuk menyelip dimana-mana.

"Sayang pulang dulu yuk mandi, kamu bau acem."Diana menjepit hidungnya untuk meyakinkan anak itu dengan perkataan nya.

"Gak kok Avan wangi abang Azka aja gak protes kebauan kok mommy bau sih."bantah Avan seraya menduselkan kepalanya pada lengan Azka yang terbebas dari infus.

"Abang Azka nya kan bobo gimana mau protesnya."Avan yang mendengar pembelaan mommy-nya pun mendelik.

"Bisa aja kan Abang Azka bangun karna bau Avan mom."alasan tak masuk akal Avan membuat mommy-nya tersenyum geli.

Kini ruangan Azka hanya terdapat ia dan juga Avan, sedangkan keluarga yang lain sedang menyelesaikan pekerjaan masing-masing, Tasya-wanita itu tengah makan dikantin itupun karena bujukan Diana.

"Susul mami gih makan dulu."Diana mendudukkan dirinya dikursi samping brangkar.

"Avan gak laper mom."tolak Avan.

"Semalam gak makan kan?sekarang makan dulu mommy gakmau putra mommy sampai sakit karena telat makan."tutur Diana lembut.

"Abang Azka juga gak makan dua hari mom gak disuruh bangun dulu?"Avan menatap Azka dengan pandangan sendu.

Diana menatap kasihan putra bungsunya, Avan selalu menyalahkan dirinya sendiri tentang apa yang sudah terjadi pada Azka.

"Harusnya Avan gak nakal waktu itu pasti Abang Azka sekarang baik-baik aja."setetes cairan bening melintas dipipi Avan.

"Maafin Avan setelah ini aku janji gak akan nakal, kalau nakal lagi aku janji lagi."Diana yang awalnya merasa terharu langsung menyemburkan tawanya pelan mendengar perkataan terakhir anak itu.

Alden mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari bibir adiknya dari balik pintu. Menunduk entah apa yang akan terjadi selanjutnya ia akan menerima konsekuensinya.

Dia membuka ruang rawat Azka dengan gerakan pelan. Ia melihat adiknya yang tengah berbaring dibrangkar dan juga mommy-nya yang tengah mengelap tubuh Azka dengan tisu basah.

"Abang kesini gak bilang dulu."Diana yang pertama kali menyadari kehadiran putra keempat nya.

"Gak tidur kamu bang?sampai ada kantung matanya gitu."Diana menyentuh kantung mata Alden dengan ibu jarinya.

"Gak bisa tidur mom."Alden mendudukan dirinya disofa yang tak jauh dari sana.

Avan hanya mendengarkan interaksi antara mommy dan abang-nya dengan tatapan sayu. Mata anak itu sudah memerah menahan kantuk padahal waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi. Memang semenjak Azka koma tidur anak itu tidak teratur.

"Yang lain kemana mom?"tanya Alden seraya menyenderkan punggungnya pada sofa.

"Kayak gatau mereka aja, paling lagi selingkuh sama berkas."jawab Diana seraya tersenyum.

Avandi Jarendra ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang