DUA SEMBILAN || POTONGAN MASA LALU

22.1K 2.1K 224
                                    


Setelah satu Minggu lamanya Avan terkurung didalam mansion kini anak itu seperti burung yang bebas terbang tanpa tahanan berlari ke sana kemari meskipun tatapan tajam disekitarnya selalu mengawasi nya.

"Udah jangan lari-lari kaki kamu baru sembuh mau sakit lagi hm?terus gak boleh keluar mau?sini makan dulu"ujar Diana menakuti putranya yang terus berlari meskipun seragam sekolah sudah terpasang dibadannya.

Avan menyengir"Gak lagi mom, tapi suapin ya?Avan mau main game sambil makan."

Diana mengangguk mengambilkan sepiring nasi dan lauk pauknya.

"Daddy diem Mulu gak punya gigi ya?"sindir Avan pada daddynya yang tengah sibuk dengan ponsel pintarnya.

Hendrik yang merasa tersindir menatap balik putra bungsunya yang sudah duduk anteng tak seperti tadi yang terus berlari meskipun sudah puluhan kali dia peringati bahkan hampir membentak.

"Udah larinya?"

"Udahlah Daddy gak lihat Avan udah duduk begini."sewot Avan.

"Kamu terlalu kecil."remeh Hendrik menatap jahil putra bungsunya yang akan mengomel sebentar lagi.

"Gak yah, gak lihat ini badan Avan bongsor begini enak aja masih kecil Daddy tuh yang makin tua bukannya tobat masih aja suka body swimming terus sama Avan, sakit ya hati dedek diginiin terus."oceh Avan panjang lebar.

"Lebay."cibir Alden, sejak kapan adiknya jadi alay seperti ini, sudah lebay alay sok tau lagi mana ada body swimming.

Avan menatap bengis abangnya"gak Daddy gak abang seneng banget buli orang ganteng sedap-sedap macam Avan."

"Udah dek nanti lagi ngomelnya udah mau jam 7."lerai Diana sebelum terjadi perang dunia ketujuh.

"Avan mau berangkat sama abang Andre gakmau tau harus mau gakboleh nolak.."

Andre hanya mengangguk sekilas pemuda tampan itu mengiyakan permintaan adiknya selagi itu tidak membahayakan orang lain terutama membahayakan Avan sendiri.

"Ayo abang Avan gakmau lama-lama disini nanti ketularan julid kaya Daddy sama Abang Alden."sindir Avan lantang, namun tampaknya yang tersindir hanya diam.

"Dadah mommy jangan rindu ya biar Avan aja kata dilan rindu itu berat kaya dosa Daddy."pesan Avan membuat semuanya tertawa kecil.

Hanya ucapan polos Avan yang membuat Hendrik tak bisa berbuat apa-apa, pria itu lemah jika menyangkut putranya rasanya harga diri yang dia junjung tinggi-tinggi tidak akan mempan jika bersama putra bungsunya.

"Pengen buang tapi sayang."gumam Hendrik dramatis.

.....

Mobil yang membawa Avan dan Andre sudah melaju sekitar sepuluh menit yang artinya butuh waktu kurang lebih sepuluh menit lagi sebelum sampai di SMA STARLIGHT tak terlalu jauh memang jaraknya namun karena Andre yang memang sengaja membawa mobilnya dengan gerakan lambat membuat perjalanan keduanya terasa lama dan membosankan terutama untuk Avan.

"Abang udah punya pacar?"tanya Avan membuka suara.

Andre melirik sekilas adiknya"belum emang kenapa?"

"Gapapa Avan cuma mau nanya."

Andre tipe orang yang hanya mengeluarkan suara jika benar-benar penting selebihnya dia hanya diam, baginya berbicara panjang hanya melelahkan dan membuang suara merdunya secara cuma-cuma.

"Abang, menurut Abang nanti pacar Avan berapa enaknya.?"tanya Avan meminta saran.

"Emang Abang bakal kasih izin gitu?"

Avandi Jarendra ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang