DUA ENAM || PELIHARA TUYUL?

24.8K 2.4K 115
                                    

Avan mengerjapkan matanya tak percaya, dia tak salah dengarkan apa maksud ucapan abangnya ini.

"Maksud abang?Abang gay?"Tanya Avan tak percaya, tangan kecilnya menutup mulutnya.

Dengan perlahan dia turun dari pangkuan abangnya, tak ingin menimbulkan gerakan yang bisa saja mengancam keselamatan dan kesuciannya.

"Abang sadar Abang, abang ganteng bisa dapetin cewek cantik masa maunya sama cowok macho sih."

Berhasil, Avan sudah berdiri sedikit jauh dari abangnya yang tampak santai memperhatikan nya, sedangkan Reiki sendiri tak berniat beranjak dari duduknya setia memperhatikan tingkah adiknya yang tak lucu dimatanya.

Jika diperhatikan lebih dalam tatapannya kini memperlihatkan sebuah candaan yang tak pernah mereka duga, si arogan kini tengah berusaha mengeluarkan candaan yang malah terkesan dark.

Avan terus berjalan mundur tidak memperhatikan jalan yang dipijaknya tanpa sengaja kakinya menginjak ranting pohon dibelakangnya mengakibatkan luka goret disikutnya cukup lebar.

"Awssss...."ringis Avan menahan perih.

Mata Reiki menggelap melihat darah Avan yang tampak masih segar, darah dengan warna merah pekat itu hampir membangunkan sisi lain dalam dirinya.

Dengan langkah panjangnya dia berjalan ke arah Avan berjongkok tepat dihadapan adiknya, jari telunjuknya mengusap darah Avan dan memasukkan dalam mulutnya, mengecap rasa manis yang kini menjalar dilidahnya, dia menyukai itu.

"Manis."

"Apa yang abang lakuin..."ucap Avan tak percaya apa yang dia lihatnya sekarang.

"Aku menyukai darahmu."ucapnya serak, netra yang mulanya berwarna hitam pekat kini berubah menjadi warna merah darah.

"Abang jangan gini, Avan adek abang inget itu abang."

Avan berusaha untuk bangkit menahan perih disikunya, demi apapun ini adalah hal yang akan menjadi momen paling menakutkan dalam hidup Avan, lebih baik dirinya dikejar anjing milik ketua RT sebelah dibandingkan harus menghadapi situasi menegangkan seperti ini.

"Jangan deket-deket, Avan alergi sama orang kaya abang."

'hueee tolongin Avan, abang serem banget mana matanya merah masa iya abang pasang soflen.'batin Avan menjerit.

"HUWAAAAA Daddy hikss tolongin Avan......"teriak Avan melengking.

Kakinya kecilnya berusaha berlari menggapai sang Daddy yang tengah berjalan ke arah dapur, dibelakangnya Reiki tampak menggeram seolah-olah mendapati mangsanya yang kabur.

"Daddy hiks... tolongin Avan..mata Abang merah.."adunya sendu berusaha menggapai tangan sang daddy yang tengah bersedekap dada.

Avan menatap sang Daddy dengan air mata yang menggenang"Daddy gakmau nolongin hiks...anak tampan ini.."

"Daddy lihat tangan Avan berdarah.."Avan memperlihatkan sikunya yang terdapat darah kering.

Hendrik langsung menggendong putranya ala koala, tiupan kecil dia berikan pada tangan Avan yang terluka.

"Kenapa datang bersama daddy?dimana abangmu?"tanya Diana melihat Avan dalam gendongan suaminya.

"Abangnya Avan tinggal, mommy tau tidak mata abang merah."adu Avan.

Mereka memusatkan perhatiannya pada Avan menatap penuh tanya.

"Maksudnya jelaskan lebih detail."

"Abang natap Avan pakai senyum kaya joker mommy karena Avan takut Avan mau kabur jalan mundur-mundur gitu terus gak sengaja Avan jatuh lihat ini tangan Avan berdarah."

Avandi Jarendra ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang